Cerpen|Perseteruan Dewa Langit

Pagi harinya mereka pamit dan pulang dengan hati yang bersih dari dendam dan rasa permusuhan. Itulah kemenangan sejati.

Sabtu, 1 Agustus 2020 | 11:15 WIB
0
432
Cerpen|Perseteruan Dewa Langit
ilustrasi: indosport.com

Arena beladiri Dewa Langit meradang. Kedamaian dunia persilatan Nusantara terusik. Bermula dari komentar-komentar netizen yang bernada provokatif di channel Youtube Candra Kirana, seorang murid utama perguruan silat Macan Selatan.

Dewa Langit adalah arena pertarungan yang sangat terkenal di seantero Nusantara, bahkan hingga mancanegara. Pertarungan yang menggabungkan banyak seni beladiri ini menjadi ajang yang membanggakan bagi para petarung untuk membuktikan kemampuannya dalam olah kanuragan.  Bahkan ada anggapan kalau belum pernah menguasai dan memenangkan pertarungan di arena Dewa Langit maka kehebatan seorang pendekar manapun patut diragukan.

Mahesa, salah satu petarung Dewa Langit tidak bisa menerima pernyataan Candra Kirana pada salah satu episode di channel youtubenya. Dikatakan olehnya, bahwa Candra telah mendiskreditkan Dewa Langit dengan mengatakan perihal cara bertarung Dewa Langit tak selalu efektif dipakai untuk bertarung di jalanan. Mahesa juga kesal dengan ocehan Candra yang mengatakan bisa mengalahkan 40 orang sekaligus saat ia dikeroyok para begal di tengah hutan. Dalam pertarungan itu mengakibatkan 5 orang meninggal dan kawanan begal lainnya tak bisa melanjutkan pertarungan.

Yang lebih membuat darah Mahesa mendidih, adalah ketika Candra mengatakan pernah mengalahkan 2 orang mantan jawara Dewa Langit yang sering menjadi juara dalam pertarungan di arena bergengsi itu. Dan hal lain yang membuat Mahesa dan para pendekar Dewa Langit lainnya tak bisa menerima adalah ketika Candra melakukan pembohongan publik dengan atraksi push up dengan 1 jari telunjuk, memukul durian hingga pecah dan hancur, dan pedang siluman yang dipertontonkan di youtube. Padahal semua itu tak masuk akal. Video itu hanyalah hasil editan.

Tak patut dipublikasikan sehingga membuat banyak netizen percaya dan bodoh jika mempercayainya seolah-olah itu adegan nyata. Sungguh tak masuk akal, bahkan Bruce Lee sekalipun tak mampu melakukan push up dengan 1 jari. Ia hanya sanggup melakukannya dengan 2 jari, jari telunjuk dan ibu jari.

Mahesa lalu menantang Candra Kirana lewat channel Youtubenya untuk membuktikan bualan Candra yang lebih terdengar sebagai halusinasi. Mahesa dan Arena Dewa Langit merasa dilecehkan. Dewa Langit bagi Mahesa adalah ajang beladiri yang bukan main-main apalagi kaleng-kaleng. Mereka siang malam berlatih dengan sangat keras, berlatih cara efektif melumpuhkan lawan bukan dengan gerakan silat yang menari-nari, tetapi langsung dan straight menyerang titik lemah lawan.

Dan ketika ada kesempatan, secepat mungkin menangkapnya, membantingnya lalu mengunci sampai tak bisa bergerak bahkan kadang tak bisa bernafas. Maka tak seorang pun boleh menghinanya, apalagi yang melakukannya hanya seorang pesilat wanita kemarin sore yang berperawakan feminim tak berotot seperti para pendekar Dewa Langit.

Ketika semua petarung Dewa Langit memuncak kekesalannya, akhirnya muncul efek domino berupa sikap perlawanan dan pembelaan terhadap nama besar Arena Dewa Langit. Perlawanan dan pembelaan itu menjalar  ke perguruan-perguruan beladiri terutama yang sealiran dengan Dewa Langit. Bahkan para pesilat pun banyak yang terbawa emosi. Perseteruan itu seperti virus yang menular saja layaknya.

Sebagian membuat suasana makin memanas, ada pula yang berniat menengahi tapi tetap terasa memihak salah satunya, ada pula yang memancing di air keruh agar channel Youtube yang bersangkutan bertambah ratingnya. Istilah sekarang panjat sosial, menumpang ketenaran orang lain untuk mengangkat diri sendiri. Tapi ada pula pesilat dan para petarung beladiri lainnya yang memang benar-benar ingin mendinginkan suasana dunia persilatan agar tetap damai dan selalu menjaga tali silaturahmi antar perguruan. Tak boleh ada perguruan yang merasa paling hebat.

Namun, suasana sudah terlanjur panas. Tantangan petarung Dewa Langit belum juga direspon oleh Candra Kirana maupun perguruan Macan Selatan. Mereka bertambah kesal karena tantangannya justru ditanggapi dengan memblokir akun Mahesa dan kawan-kawan.

Para pendekar dunia persilatan banyak yang menyarankan untuk diadakan sebuah pertemuan dan semua masalah bisa diselesaikan dengan baik-baik. Kalau memang perlu diadakan pertarungan ya diadakan saja dengan cara ksatria jika memang itu jalan terakhir yang tak bisa dihindari. Kepada Candra Kirana dan perguruan silat Macan Selatan mereka menyarankan untuk segera memberi klarifikasi tentang tayangan video yang telah membuat gerah para pendekar Dewa Langit.

Netizen pun semakin riuh rendah dengan komentar-komentarnya. Banyak dari mereka mengharapkan pertarungan di antara dua pendekar yang sedang berseteru hebat ini. Mereka terbelah menjadi dua kubu yang sangat fanatik. Satu kubu membela Dewa Langit, dan kubu lainnya membela Candra Kirana. Pertarungan antara Mahesa melawan Candra Kirana atau pun guru besarnya menjadi pertarungan yang dinanti-nanti. Seperti menantikan pertarungan petinju Many Pacquiao melawan Floyd Mayweather yang diklaim sebagai pertarungan abad ini. Sudah banyak pula yang berniat memasang taruhan jika pertarungan itu bisa digelar.

Candra Kirana adalah gadis cantik berumur 23 tahun yang memiliki ilmu silat di atas rata-rata. Tidak mengherankan karena ia dibesarkan oleh ayahnya yang menjadi guru besar pencak silat di tanah Pasundan. Hingga suatu ketika dalam perjalanan dan petualangannya menuntut ilmu kanuragan telah mengantarkannya berlabuh di perguruan silat Macan Selatan, sebuah perguruan silat tradisional di pulau Sumatra yang memiliki guru besar dengan ilmu silat yang sangat tinggi.

Kecintaannya pada dunia persilatan sudah tidak perlu diragukan lagi. Ia ingin dunia melirik pencak silat sebagai seni dan kekayaan budaya yang tak bisa dipandang sebelah mata. Karena itu ia tunjukkan pada dunia bahwa Nusantara memiliki seni beladiri yang hebat dengan membuat channel Youtube yang berisikan motivasi, berbagi pengalaman, tips dan trik seputar ilmu beladiri pencak silat.

Akan tetapi pada suatu ketika salah satu tayangan videonya diserbu oleh ratusan komentar yang membulinya, memaki-maki dirinya dan menuntut permintaan maaf. Bermunculan pula video-video para pendekar yang menantangnya untuk duel atau meminta bukti bahwa trik-trik di videonya itu bukanlah hasil editan.

“Kalau memang kamu hebat, cobalah bertarung di Arena Dewa Langit.”, tantang salah satu netizen.

“Dasar pengecut. Kalau memang bualanmu itu benar hadapi tantangan pendekar Dewa Langit. Jangan diam saja.” kata netizen yang lain.

“Kamu lebih cocok main film saja. Trikmu sudah terbongkar, semua hanya acting.” dan berbagai macam komentar pedas berhamburan dari jari-jari netizen.

Dalam video tantangannya Mahesa berseru pada Candra Kirana.

“Kami merasa terhina dengan ucapanmu, Candra! Berani-beraninya kamu meremehkan Arena Dewa Langit. Kalau kamu tidak mau minta maaf atas ucapanmu yang telah menyinggung kami, maka kami akan mendatangi tempatmu. Kalau kamu tidak mau bertarung, tidak apa-apa. Kami hanya akan memintamu membuktikan dirimu bisa melakukan 3 hal : push up dengan satu jari, mematahkan besi dengan tulang kering dan menunjukkan kehebatan pedang silumanmu. Kami akan membawa kru untuk merekam semua itu dan akan menyebarkan apa yang kami lihat pada dunia. ”

“Dan jika kamu mau menerima tantanganku untuk bertarung kami pun siap. Berapa lawan yang kamu minta, 2, 3, 10, 20 atau 40 pendekar, akan aku siapkan.” tambah Mahesa dengan raut muka serius  sambil menggigit gigi geraham,

“Kalau kau tak berani menerima tantanganku dan tak sanggup membuktikan kehebatan-kehebatanmu maka kau harus minta maaf pada semua orang yang pernah menonton video pembodohanmu. Karena bila tidak kamu lakukan, maka sama saja kamu telah mencoreng dan merusak citra dunia persilatan.”

Satu bulan telah berlalu. Tidak juga ada tanggapan dari pihak Candra Kirana atau perguruan silat Macan Selatan. Video yang membuat heboh dunia persilatan itu juga sudah dihapus atau entah dibanned oleh pihak Youtube. Tetapi netizen sempat mengunduhnya. Banyak yang beranggapan Candra Kirana merasa ketakutan, tetapi banyak pula yang menilai Candra sudah cukup bijak menghapusnya untuk membuat suasana keributan di dunia maya tidak berlarut-larut. Lagi pula dalam setiap videonya ia selalu membawakannya dengan santun, dan di akhir kalimat ia selalu menutupnya dengan permintaan maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan.

Namun, sayang sekali kabar berita tentang Candra Kirana yang mendiskreditkan Arena Dewa Langit sulit dibendung. Darah pendekar Dewa Langit semakin mendidih karena tantangannya tak kunjung ditanggapi.

Maka di suatu hari yang telah direncanakan, serombongan para petarung Dewa Langit yang jumlahnya seratus orang lebih nekad menggeruduk perguruan silat Macan Selatan. Tak susah menemukan keberadaan Macan Selatan karena memang sudah dikenal luas di seantero Sumatera.

Perguruan silat Macan Selatan berada di ketinggian 1000 meter dari kaki gunung Tanggamus. Di sana Candra dan 200 orang berlatih silat pada guru besar yang ilmunya sangat tinggi, dan murid-muridnya selalu menyebut dan memangginya master Arya Sanjaya. Di umurnya yang sudah 40 tahun lebih ia telah menghabiskan waktunya dengan menguasai ilmu silat yang diwariskan dari ayahnya. Sejak umur 3 tahun ia digembleng dengan sangat keras.

Setiap hari ia terus berlatih, bahkan sampai hari ini meskipun sudah menjadi seorang guru besar. Ia berlatih lebih keras dari semua penghuni padepokan. Tak heran bila kemampuannya tak terkejar oleh murid-muridnya, dan kini ia menguasai berbagai kesaktian yang bagi manusia zaman sekarang terdengar mustahil. Tetapi bagi yang mengenal dunia tirakat orang-orang persilatan zaman dahulu, maka itu bukanlah hal yang aneh.

Master Arya Sanjaya terkenal dengan pedang silumannya. Pedang yang tajamnya luar biasa, di tangan master Arya ia bisa menembus besi tanpa terlihat oleh pandangan mata saking cepatnya. Tetapi pedang itu bisa menebas buah pepaya yang diikatkan pada pipa besi itu tanpa melukai besinya. Pedang itu seolah-olah bisa menembus rongga kecil dan sangat tipis psfs pori-pori di tiang besi.

Master Arya juga menguasai ilmu ginkang yaitu ilmu meringankan tubuh sehingga dengan mudahnya ia melayang ke atas genteng dan memainkan jurus-jurus silat di atas genteng bangunan padepokannya tanpa membuat patah atau retak satu genteng pun. Usai berlatih, secepat kilat ia pun turun dengan meloncat seperti terbang ke tanah.

Hingga pada suatu malam ia kedatangan tamu tak diundang. Mereka adalah rombongan petarung Arena Dewa Langit yang dipimpin oleh Mahesa.

Seorang murid Macan Selatan datang menghadap master Arya Sanjaya.

“Guru, ada serombongan orang berada di luar. Katanya ia ingin bertemu dengan Candra Kirana atau guru.”

“Baik, aku akan temui mereka.”

Master Arya Sanjaya sampai di halaman padepokan, dan berusaha menyambut para tamu dengan senyum dan ramah selayaknya tuan rumah. Namun tetap dengan sikap kewaspadaan, melihat tamunya kali ini menyiratkan sikap permusuhan.

“Wahai kisanak. Ada maksud apakah kedatangan kisanak kemari membawa rombongan sedemikian banyak?”

“Apakah aku berhadapan dengan master Arya Sanjaya?”

“Benar sekali.”

“Aku rasa master sudah tahu maksud kedatangan kami ke padepokan ini. Tak lain adalah ingin meminta pertanggungjawaban murid anda yang telah lancang menyinggung nama Arena Dewa Langit dan meremehkan kami.”

“Apakah demikian adanya, atau mungkin itu hanya salah paham saja? Ada baiknya kita dengar langsung dari Candra Kirana dulu, sebelum kisanak menyimpulkannya.” Lalu master Arya membisikkan sesuatu pada salah satu muridnya untuk memanggil Candra Kirana.

Tak berapa lama muncul Candra Kirana dari dalam padepokan.

“Selamat datang saya ucapkan untuk kisanak sekalian yang telah sudi mampir di padepokan ini. Aku sudah menduga kisanak akan datang dan sudah mendengar maksud kedatangan kisanak.”

“Hahaha, akhirnya kamu muncul juga, Candra. Sudah lama aku menunggu kesempatan ini. Kesempatan membuktikan seberapa hebat dirimu seperti yang kami lihat di video-video editanmu.” Rombongan Dewa Langit tertawa semua, senang bisa bertemu dengan orang yang ditunggu-tunggu jawabannya sebulan terakhir, kini sudah berada di depannya.

“Ketahuilah, aku tak pernah merasa hebat. Semua yang aku unggah di youtube itu lebih sebagai sarana berbagi dan berharap masyarakat terinspirasi untuk lebih mencintai budaya milik sendiri. Budaya pencak silat yang harus tetap dijaga agar semakin banyak orang mau melestarikannya.”

“Bahwa selama ini aku tak menanggapi apa yang kisanak sampaikan di media sosial itu semata karena aku tak mau larut dalam perang kata-kata di dunia maya. Apalagi kisanak sedang dalam keadaan tersinggung, apapun penjelasanku di dunia maya kupikir akan sulit kisanak terima. Ditambah lagi jika dibumbui komentar-komentar netizen yang lebih sering menikmati perseteruan di dunia maya. Sudah banyak orang membuli dan mengatakan hal-hal yang tidak baik setelah salah satu video yang aku unggah dianggap menyinggung. Karena itu aku lebih senang jika kisanak datang ke sini. Selamat datang di padepokan kami.” jawab Candra sambil menangkupkan kedua telapan tangan di depan dada dan menoleh kepada master Arya. Master Arya pun mengangguk tanda turut mengucap selamat datang.

“Candra, apa yang kamu katakan itu tidak seperti yang kulihat di videomu. Kamu boleh saja mengelak. Tapi nyatanya kamu telah menghapus video itu. Tapi sayangnya kami sempat mengunduhnya dan akan menjadi bukti bahwa apa yang kamu lakukan sungguh telah membuat kami merasa dilecehkan dan diremehkan.”

“Terserah pendapatmu. Aku merasa tidak ada kalimat yang meremehkan sedikit pun terhadap kemampuan para petarung Arena Dewa Langit. Aku hanya bercerita apa adanya, berbagi pengalaman dengan mengamati dan menyajikan tayangan-tayangan pertarungan persahabatan antar perguruan dan video-video pertarungan brutal yang terekam di jalanan. Aku hanya menyajikan dan menyampaikan apa adanya. Karena itu ada yang kalah dan ada yang menang dari kedua belah pihak. Di videoku tak pernah sekalipun aku mengatakan Dewa Langit lebih baik atau lebih buruk. Aku lebih menekankan pada person atau manusianya, sebab sebaik apapun perguruannya tetaplah sisi manusia itu sendiri yang menentukan seberapa besar kemampuan dia mengasah diri sehingga menguasai ilmu lebih dalam dan hebat. Sekali lagi aku katakan bahwa semua ilmu beladiri atau silat dari perguruan manapun sama baiknya. Sedang keahlian dan kemampuan, baik dan buruknya lebih ditentukan oleh manusianya.

“Karena itu di video-video yang kutunjukkan ada kalanya Dewa Sakti menang, ada kalanya juga kalah. Ada kalanya master Tai Chi menang, ada juga saatnya menjadi bulan-bulanan. Ada kalanya petinju bisa menang melawan Dewa Langit, begitu pun sebaliknya. Dan begitu seterusnya yang berlaku pada semua jenis beladiri. Kemenangan mutlak itu tidak ada. Karena yang mutlak hanya milik Tuhan.” jawab Candra menambahkan.

Mahesa dan para pengikutnya masih belum puas dengan pernyataan Candra Kirana.

“Sudahlah, aku tak perlu mendengar ceramahmu dengan membawa-bawa Tuhan. Dan kamu sempat mengatakan di video itu bahwa kamu telah mengalahkan 2 orang pendekar yang pernah menjadi anggota Dewa Langit?”

“Memang benar. Tapi sekali lagi aku katakan, penekananku bukan pada perguruannya. Aku tidak pernah merasa mengalahkan Dewa Langit. Hanya kebetulan saja mereka pernah bercerita bahwa mereka mantan petarung Dewa Langit. Adakah yang salah dengan pengakuan itu?”

“Begini, aku tidak mau bertele-tele. Kedatanganku ke sini untuk membuktinkan seberapa hebat pendekar yang bernama Candra Kirana yang telah mengalahkan petarung Dewa Langit. Atau kalau perlu master Arya sekalipun silahkan maju. Kita tentukan di sini, Macan Selatan atau Dewa Langit yang akan menang atau terkubur.”

“Aku tidak mau bertarung untuk itu.”

“Hahaha, kamu ternyata pengecut.”

“Aku tidak mau bertarung untuk membuktikan perguruan mana yang lebih hebat. Tetapi kalau bertarung atas nama pribadi, aku tidak pernah surut atau takut.”

“Luar biasa. Ternyata dugaanku sedikit meleset. Kau memang bernyali, tapi aku tetap meragukan bualanmu.”

“Ketahuilah, aku tidak pernah mencari musuh. Aku berlatih pencak silat lebih karena mencintai ilmu beladiri ini dan untuk menjaga kehormatan diri, Bukan untuk menyalurkan nafsu berkelahi. Juga bukan untuk mencari prestasi di ajang pertarungan dan mendapatkan gelar juara. Aku berhak untuk memilih semua itu, bukan? Tetapi kalau akhirnya aku menyinggung nama Dewa Langit, itu karena banyak pula orang mempertanyakan mengapa aku tidak mencoba bertarung di Arena Dewa Langit? Aku hanya sekedar menjelaskan prinsipku itu, dan kebetulan saja ada nama Dewa Langit yang disinggung netizen. Tetapi kalau toh akhirnya penjelasanku tetap dinilai menyinggung para pendekar Dewa Langit, aku sudah minta maaf di akhir episode yang kisanak protes itu. Bahkan di setiap episode yang aku unggah selalu aku akhiri dengan ucapan maaf bila ada hal yang kurang berkenan. Aku berharap itu sudah cukup sebagai permintaan maafku. Begitu pun seharusnya tidak ada masalah di antara kita .”

“Kamu boleh mengatakan tidak ada masalah. Tetapi bagiku tidak. Kamu tetap harus minta maaf lebih dari itu dengan membuat episode khusus dan kamu tujukan kepada Arena Dewa Langit juga pada dunia persilatan, atau kamu harus membuktikan kata-katamu dengan bertarung denganku. Atau mungkin kamu ingin melawan 40 orang sekaligus seperti bualanmu itu? Hahahaha…”, Mahesa menoleh ke rombongan di belakang. Mereka semua tertawa terbahak-bahak.  “Bagaimana kawan-kawan, siap untuk bertarung dengan manusia sakti ini?”

“Siap.. siap.. siap…hahahaha ” terdengar gemuruh jawaban dari para pendekar Dewa Langit yang sedari tadi tidak sabar ingin bertarung sambil mengepalkan tangannya. Menunjukkan otot-otot yang kekar khas petarung Dewa Langit.

“Kalau itu maumu, apa boleh buat aku ladeni tantanganmu. Tapi apakah kamu tidak malu kalau harus mengeroyokku dengan kekuatan yang jauh tidak berimbang. Walaupun aku sebenarnya pantang untuk mundur dan takut. Kejadian saat aku melawan 40 orang itu bukanlah hal yang direncanakan. Pada kondisi seperti itu seringkali hal di luar nalar bisa terjadi. Dan akhirnya benar, terjadilah pertarungan di tengah hutan itu berlangsung sengit. Di situ nyawaku terancam, dan satu-satunya jalan adalah aku melawan mereka sekuat tenaga. Dengan cara apapun. Beruntung aku berlatih silat sangat keras sejak dari kecil, dan dari semua itu Tuhan menganugerahkan kekuatan untuk melumpuhkan mereka. Dan kini, jika kamu memaksa pun aku akan melawan kalian sampai mati.”

“Hahaha.. baik, tapi tidak perlu menurutku, Candra. Cukup aku sendiri saja untuk menghentikanmu.”

Kawan-kawan Mahesa yang sudah siap bertarung akhirnya menahan kecewa. Tapi Mahesa menghendaki bertarung satu lawan satu.

Lalu tanpa ba bi bu lagi, mereka mengambil sikap pasang. Mahesa merangsek maju dan Candra menjaga jarak karena bobot tubuh yang jauh berbeda. Candra dengan tubuh langsing dengan lincah mengamati gerak-gerik lawan sambil mempersiapkan jab-jab pukulan. Gaya bertarung Candra sangat bervariasi. Ia bisa mengimbangi lawan dengan gerak pasang bertinju dan diselingi tangkisan-tangkisan khas pencak silat.

Saat pukulan bertubi-tubi Mahesa diarahkan pada kepala Candra, dengan cepat Candra menghindar dan menangkisnya. Dan ketika satu detik saja Mahesa lengah, serangan balasan yang sangat cepat datang bertubi-tubi dari pukulan kedua tangan Candra dan tepat menghunjam dada dan muka Mahesa. Saking kerasnya pukulan itu membuat Mahesa terdesak mundur dan nyaris tersungkur jatuh. Beruntung Mahesa masih bisa bertahan dari pukulan Candra lalu kembali menegakkan tubuhnya untuk siap bertarung. Sebagai petarung Dewa Langit, ia sudah terbiasa menerima pukulan keras, tetapi pukulan Candra yang terlihat lemah ternyata mendarat dengan cukup keras melebihi kerasnya pukulan pendekar biasa.

Pertarungan keduanya seperti pertarungan Thanos dan Kapten Marvel. Satu bertubuh tinggi besar, satunya langsing dan lebih kecil tanpa otot kekar, namun lincah dan bertenaga. Jika pukulan Mahesa mengenai tubuh Candra, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi.

Tapi sungguh tak disangka, beberapa kali pukulan dan tendangan Mahesa berhasil dielakkan dengan tangkisan maupun tendangan kaki Candra yang terbiasa berlatih dengan membenturkan benda-benda keras. Mahesa berusaha menangkap tubuh Candra untuk bisa dibanting dan dilumpuhkan. Tetapi ia sadar, lawannya kali ini bukan lawan biasa. Seperti belut yang selalu lepas dari jerat tangkapan. Walau begitu, Candra pun tak luput dari pukulan Mahesa yang lepas dan bersarang di pipi Candra. Candra sempat kehilangan keseimbangan. Tapi ia bisa menghindar dari serangan Mahesa berikutnya. Dan Candra pun cepat kembali menguasai keadaan walau pukulan Mahesa masih membekas rasa sakitnya.

Candra kembali bangkit. Lalu bergerak maju, menyerang dan saat pukulan Mahesa bisa dihalau dengan gerak menghindar, mengecoh dengan tangkisan, tetiba secepat kilat tendangan putar Candra berhasil mendarat di kepala Mahesa. Kali ini Mahesa roboh karena tendangan yang sangat keras dan telak yang tak berhasil diantisipasi olehnya.

Master Arya pun turun tangan, memastikan kondisi Mahesa baik-baik saja. Benar saja, Mahesa yang sempat pingsan beberapa detik, kini sudah siuman di pangkuan master Arya.

Suara riuh rendah pendekar Dewa Langit kembali gaduh. Mereka ingin melanjutkan pertarungan sesaat setelah Mahesa dikalahkan oleh Candra. Tetapi master Arya lekas berseru pada mereka dan berusaha mendinginkan suasana.

“Wahai kisanak. Aku rasa tidak perlu dilanjutkan pertarungan ini. Sebagai guru besar Macan Selatan aku mewakili muridku, Candra Kirana memohon maaf kepada kisanak sekalian apabila apa yang dilakukan Candra dengan videonya telah menyinggung Arena Dewa Langit. Dia masih muda, beri kesempatan untuk mengubah segalanya menjadi lebih baik. Kalau kita bertempur sampai mati, tentu tidak akan ada habisnya. Tak akan ada yang diuntungkan dari semua ini. Dendam demi dendam akan terus berbalas. Lebih baik kita semua bersaudara. Bagaimana dengan tawaranku ini kisanak?”

Sejenak para pendekar Dewa Langit ricuh, pertanda ada ketidaksepakatan di antara mereka. Sebagian ingin membalas kekalahan Mahesa, sebagian mau menerima tawaran master Arya. Lalu mereka terlibat diskusi apakah akan pulang dengan kekalahan atau melanjutkan pertarungan demi membela nama besar Dewa Langit. Tetapi tawaran master Arya pun patut dipertimbangkan.

Beberapa saat kemudian Candra berseru.

“Wahai kisanak, kita tak ada kalah dan menang di pertarungan ini. Aku merasa ini hanya kesalahpahaman semata. Benar kata master Arya, kita bukan musuh, karena itu tak perlu melanjutkan pertarungan sampai titik darah penghabisan. Akan sia-sia tenaga dan nyawa kita hanya untuk menyelesaikan kesalahpahaman sebagai dampak dari media sosial yang sering membelah dua kubu salah dan benar. Media sosial yang seringkali menjadi alat adu domba di antara kita.”

Salah satu wakil dari rombongan maju. Seorang pria tampan berotot kekar dengan usia 30 an. Ia bernama Panji.

“Setelah Mahesa kalah, kami merasa harus bersikap ksatria mengaku kalah. Dan kami mengakui kehebatan perguruan silat Macan Selatan.” ujar Panji setelah mengambil kesepakatan bersama kawan-kawannya.

Mahesa pun kini sudah bangkit dan menghampiri kawan-kawannya. Ia pun mengangguk mengiyakan apa yang disampaikan Panji.

“Sekali lagi aku sampaikan, kita semua sama-sama belajar di sini. Tidak ada kalah menang. Tidak ada kekalahan dan kemenangan mutlak, karena di atas langit masih ada langit. Kita semua belajar bahwa kepada siapapun seorang pendekar tak sepantasnya memandang remeh. Seperti ilmu padi, semakin menunduk semakin berisi. Kekuatan sejati hanya milik Tuhan.”

Gayung persaudaraan master Arya pun bersambut. Rombongan Dewa Langit sudah mulai dingin hatinya. Mulai bisa menerima tawaran master Arya. Tawaran persaudaraan antara Macan Selatan dan Dewa Langit.

Malam semakin larut. Master Arya mengajak bermalam di padepokannya. Persaudaraan pun berlanjut dengan bincang-bincang di ruang utama padepokan. Tak lupa hidangan penghangat malam disiapkan oleh para murid Macan Selatan. Jalinan persaudaraan pun terajut pada malam itu, persaudaraan yang begitu indah di antara para pendekar Nusantara.

Pagi harinya mereka pamit dan pulang dengan hati yang bersih dari dendam dan rasa permusuhan. Itulah kemenangan sejati.

***