Yamaha bisa berjaya karena pakai pesugihan, karena dengan hasil bagus, ada tumbal yang harus dibayar yaitu habisnya jatah mesin.
Fabio Quartararo menang dua kali. Maverick Vinales selalu finis di belakang Quartararo, di posisi kedua. Franco Morbidelli nyaris podium di balapan pertama, meski harus puas finis kelima. Eyang Doktor Valentino Rossi, berhasil naik podium ketiga di balapan kedua, sehingga jadilah di balapan kedua, podium dikuasai oleh Yamaha. Awal musim yang sangat indah bagi pabrikan Yamaha, bukan?
Masalahnya, kejayaan Yamaha ini bukan tidak ada tumbalnya.
Sebelumnya Pak Guru jelaskan mengenai aturan penggunaan mesin di MotoGP. Pembalap MotoGP tidak bisa asal mengganti mesin motor. Setiap pembalap memiliki jatah mesin yang bisa dipakai dalam semusim. Hal ini supaya balapan lebih adil secara biaya bagi semua pabrikan yang ikut. Jatah mesin ini nantinya akan didaftarkan dan disegel, supaya tidak bisa dimodifikasi lagi sepanjang musim berjalan.
Apabila mesin rusak, mesin bisa dipakai lagi setelah diperbaiki, selama segel mesin tidak dirusak. Namun, apabila perbaikannya harus merusak segel mesin, mesin ini ditarik dari jatah mesin. Artinya, mesin dianggap tidak dapat dipakai lagi. Seandainya mesin ini didaftarkan kembali untuk dipakai, maka ini dianggap mesin baru.
Kalau misal pembalap menggunakan mesin baru di luar jatah (artinya yang tidak disegel di awal musim), pembalap akan kena hukuman untuk memulai balapan dari pit, bukan dari grid start. Karena pit ditutup 5 menit sebelum balapan mulai, dan baru dibuka lagi 5 detik setelah balapan mulai, maka pembalap yang start dari pit akan ketinggalan jauh dari pembalap lain. Mereka harus mengejar ketertinggalan 5 detik dari yang lain, belum menyalip pembalap lain satu per satu yang pastinya akan memakan waktu.
Karena kalender balapan 2020 yang lebih pendek sebagai dampak pandemi global COVID-19, yang mana hanya 13 seri direncanakan dari 20 balapan yang sebelumnya terjadwal, jatah mesin yang bisa dipakai oleh setiap pembalap dikorting. Pembalap yang mengendarai motor pabrikan non-konsesi seperti Yamaha, Honda, Ducati, dan Suzuki, hanya punya jatah 5 mesin untuk dipakai sepanjang musim, dari sebelumnya 7 mesin.
Sedangkan pembalap dari pabrikan konsesi (belum pernah meraih podium atau kemenangan dalam balapan kering) seperti KTM dan Aprilia boleh menggunakan 7 mesin, dari sebelumnya 9 mesin.
Selama dua balapan pertama di Jerez ini, pembalap-pembalap dari pabrikan lain baru menggunakan dua dari jatah mesin mereka. Artinya, masih ada 3 mesin (pabrikan non-konsesi) atau 5 mesin (pabrikan konsesi) yang bisa dipakai di sisa 11 balapan nanti, yang mana sebagian besar balapan jedanya hanya seminggu. Mesinnya pun masih dalam kondisi baik, artinya belum rusak.
Sementara para pembalap Yamaha mengalami masalah serius. Hingga balapan kedua ini, Rossi, Morbidelli, dan Quartararo sudah memakai empat dari lima jatah mesin. Sementara Vinales malah sudah pakai semua jatah mesinnya. Artinya, pada balapan selanjutnya, para pembalap Yamaha tidak punya lagi mesin yang masih 'baru', harus pakai mesin yang sebelumnya sudah terpakai.
Masalah tambah pelik karena tiga mesin harus ditarik dari jatah mesin. Setelah balapan pertama, salah satu mesin Rossi harus dibawa ke pabrik Yamaha di Jepang untuk diperiksa, karena mesin itu rusak saat balapan dan menyebabkan The Doctor harus berhenti. Konsekuensinya, salah satu mesin Vinales juga ikut di-'recall'. Sedangkan di balapan kedua, mesinnya Morbidelli yang rusak dan tentunya bakal dikirim ke pabrik Yamaha di Jepang juga. Mesin-mesin ini karena harus dibedah untuk menemukan sumber masalahnya, maka jelas akan merusak segel dan artinya mesin ini tidak akan bisa dipakai lagi.
Jadi, untuk menghabiskan musim ini, Rossi, Vinales, dan Morbidelli tinggal punya jatah empat mesin, sedangkan Quartararo masih punya jatah lima mesin. Untuk Rossi, Morbidelli, dan Quartararo, mereka masih punya jatah satu mesin 'baru', sedangkan Vinales yang sudah jatah mesinnya tinggal empat, semuanya mesin lama. Dengan masih ada 11 pembalap, para pembalap Yamaha ini harus benar-benar menghemat penggunaan mesin, yang mana ini artinya ada pengurangan performa balap.
Masalah reliabilitas mesin ini menjadi lebih rumit, karena berdasarkan aturan baru, spesifikasi mesin untuk musim 2020 dan 2021 harus sama, tidak boleh ada pengembangan lebih lanjut.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengeluaran sebagai dampak ekonomi dari pandemi global. Kalau Yamaha mau memperbaiki masalah reliabilitas ini, Yamaha harus membuktikan bahwa ada faktor keselamatan yang menyebabkan perbaikan ini perlu, dan harus mendapat persetujuan dari seluruh pabrikan yang berlaga di MotoGP 2020.
Pak Guru rasa kalau melihat performa Yamaha di seri-seri pembuka ini, pabrikan lain akan 'mempersulit' izin melakukan perbaikan ini. Apalagi Honda yang lagi ambyar karena bintangnya, Marc Marquez, lagi cedera.
Pak Guru jadi curiga Yamaha bisa berjaya karena pakai pesugihan, karena dengan hasil bagus, ada tumbal yang harus dibayar yaitu habisnya jatah mesin. Meski Pak Guru yakin, Lin Jarvis ataupun para teknisi Yamaha di Jepang, tidak kenal apa itu pesugihan. Lagian, pesugihan macam apa yang tumbalnya 'nyawa motor'?
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews