warganet zaman sekarang kurang bercermin kepada sendiri dan lebih sering menjadi hakim di media sosial layaknya hakim pengadilan yang menjatuhkan vonis kepada seorang terdakwa
Ada artis atau selebritis yang menunjukkan atau mungkin dengan niat memamerkan kemewahan dan kekayaannya di media sosial atau, khususnya kanal youtube.
Apa respon atau tanggapan dan komentar warga medsos terkait dengan hal itu? Jawabnya beragam. Pro dan kontra adalah hal yang wajar-seperti dua sisi mata uang.
Ada yang mencela sambil marah-marah dan mengecam. Dan mengatakan bahwa selebritis atau artis yang suka memamerkan kemewahan di media sosial adalah orang kaya baru. Mereka (warganet) menuduh selebritis itu tak punya empati-lah atau gaya hidup yang hedonis-lah atau sok borjuis. Dan tidak layak menjadi panutan bagi masyarakat. Bisa jadi begitulah ragam komentar yang kontra, sinis dan yang tidak suka.
Tetapi ada juga pendapat lainnya yaitu tidak terlalu merespon secara reaktif dalam memberikan tanggapan. Mereka lebih santai dan bisa memahami anak-anak muda yang sukses secara materi diusia yang relatif muda daripada umumnya anak-anak muda seusianya.
Toh, mereka mendapatkan kekayaannya dengan cara bekerja keras, tidak melakukan perbuatan melawan hukum seperti para pejabat, pegawai swasta atau PNS yang melakukan korupsi. Mereka menikmati hasil jerih payahnya sendiri.
Seperti pada umumnya masyarakat kita yang ketika menikmati hasil kerja keras juga sering diunggah di media sosial. Bahasa Surinamenya "woro-woro" atau pemberitahuan.
Mungkin kita akan mendebat lagi dengan pernyataan atau komertar iya tapi tidak harus memamerkan kekayaannya atau gaya hidup mewah lewat media sosial.
Sebenarnya kita hanya berbeda cara dan pilihan dalam memamerkan kekakayaan atau sesuatu yang kita anggap berharga yang kita punya untuk kita pamerkan supaya khalayak ramai tahu lewat media sosial. Seperti facebook, twitter dan kanal youtube.
Tentu yang dipamerkan berbeda dengan yang dipamerkan oleh para selebritis atau artis. Itu semua tergantung kemampuan ekonomi dan status sosial masing-masing.
Ada yang mengunggah liburannya di suatu tempat, apakah di dalam negeri atau luar negeri. Ada yang memposting anaknya diterima di perguruan tinggi negeri. Ada yang mengunggah makan di sebuah restoran mahal, Ada yang memposting beli mobil baru atau rumah baru.
Ada juga yang mengunggah punya suami/istri baru. Sampai ada lagu judulnya "pamer bojo". Ada yang mengunggah status dengan niat pamer "matanya ngantuk karena semalam habis Tahajud." Ada yang mengunggah waktu haji atau umroh.
Semua itu bisa jadi bentuk woro-woro atau pengumuman di media sosial supaya warganet yang lain mengetahuinya.
Bukankah kita sering menuliskan "status" di media sosial yang sifatnya ingin mengumumkan atau memberikan sesuatu informasi kepada orang lain yang sifatnya pamer yang kita punya?
Kalau begitu kita tidak berbeda jauh dengan apa yang kita kritik/cela kepada pihak lain atau terhadap orang lain. Kita terlalu sibuk mengurusi atau menghitung kekayaan orang lain. Sampai kita sendiri lupa terkadang kita juga suka memamerkan sesuatu di media sosial. Hanya berbeda cara dan pilihan saja apa yang kita pamerkan itu.
Dulu kalau mau memamerkan sesuatu paling hanya kepada tetangga atau sahabat terdekat. Sekarang lewat media sosial yang jangkauannya lebih jauh dan luas. Mereka orang-orang yang belum pernah bertemu secara langsung atau fisik. Namun terasa dekat dan akrab.
Tetangga yang dekat terasa jauh, sahabat medsos yang jauhnya puluhan, ratusan bahkan ribuan kilometer terasa lebih dekat dibanding tetangga yang jaraknya mungkin hanya satu atau dua meter dari rumah kita.
Begitulah warganet zaman sekarang kurang bercermin kepada sendiri dan lebih sering menjadi hakim di media sosial layaknya hakim pengadilan yang menjatuhkan vonis kepada seorang terdakwa.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews