Saham Gorengan

Berhati-hatilah sebelum memutuskan dalam ber-investasi, segala sesuatunya ada resikonya. Jangan sampai pengin untung gede tapi tidak mau mengambil resiko.

Jumat, 17 Januari 2020 | 17:02 WIB
0
358
Saham Gorengan
Ilustrasi saham (Foto: beritasatu.com)

Asuransi BUMN yaitu Jiwasraya dan Asabri terjerumus dalam investasi yang sangat berisiko yaitu Saham (gorengan) dan Medium Term Note (MTN) atau semacam surat utang.

High Risk, High Return atau mempunyai resiko tinggi tapi juga bisa mendapatkan imbal hasil atau keuntungan yang tinggi pula. Artinya sebanding. Tidak ada-resiko rendah tapi ingin hasil yang tinggi.

Didorong ingin mendapatkan imbal hasil yang tinggi dan berlipat-lipat dan lupa dengan prinsip prudent atau kehati-hatian, Direksi Jiwasraya dan Asabri menempatkan dananya untuk membeli saham gorengan. Sayangnya bukan saham bluechip atau saham yang kapitalisasinya besar dan kinerjanya juga baik. Tapi justru membeli saham gorengan atau saham abal-abal.

Apa pengertian saham gorengan?

Tidak ada tafsir atau pengertian yang jelas atau baku terkait arti saham gorengan, sama rumitnya mendefinisikan arti cinta. Akan tetapi bisa diketahui lewat pergerakan harga saham-naik dengan cepat. Bahkan dalam dua bulan bisa naik mencapai 50% sampai 70%. Kenaikan ini bukan karena sentimen positif, seperti perolehan laba perusahaan yang meningkat atau kinerja perusahaan positif dan setiap tahun membagikan deviden.

Dan biasanya  saham gorengan itu harganya relatif kecil atau murah yaitu Rp500 ke bawah atau Rp200. Dengan harga yang murah atau kecil-saham mudah digoreng oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal ini yaitu bandar atau pemodal besar.

Ada juga saham gorengan yang harganya Rp500-1.000 tapi jumlah lot dalam Bid (yang ingin membeli) dan Offer (yang ingin menjual) sangat kecil. Misalnya; Bid-Offer jumlahnya cuma 500 lot.

Dalam menggoreng saham pihak-pihak bandar dan pengikutnya pasti mempunyai banyak atau beberapa account atau rekening di beberapa sekuritas. Tidak mungkin hanya satu sekuritas. Tujuanya supaya bisa jual dan beli saham. Sebenarnya yang beli dan jual juga mereka orang-orang yang sama.

Nah, dalam kasus Jiwasraya sepertinya pembelian sahamnya tidak lewat pasar reguler tetapi lewat pasar negosiasi. Karena jumlah nilai nominal dan jumlahnya sahamnya cukup besar. Misal; sekali membeli saham nilainya Rp50 miliar atau Rp100 miliar. Dan jumlahnya lotnya bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan lot.

Ketika harga saham naik tinggi-Jiwasraya pun tidak bisa merealisasikan keuntungan dengan menjual sahamnya. Mengapa? Karena jumlah permintaan atau yang mau membeli dan penawaran atau pihak yang mau menjual jumlah lotnya kecil, sedangkan Jiwasraya mempunyai saham jumlahnya mencapai jutaan lot.

Artinya tidak terserap oleh pembeli. Jadi hanya keuntungan semu dan tidak bisa dijual. Harus dijual lewat pasar negosiasi. Yang jadi masalah-siapa yang mau membeli? Bandarnya tidak mau membeli dan akhirnya harga sahamnya jatuh berguguran. Dijual rugi pun tidak laku, karena tidak ada yang mau membeli.

Apalagi ada harga saham yang masuk rumah keong alias harga sahamnya tinggal Rp50. Artinya saham ini tidur tidak tahu kapan bangunnya. Kecuali ada yang membangunkannya. Siapa yang bisa membangunkan saham tidur panjang? Yaa bandar saham atau pemodal besar. Karena untuk menggoreng saham dibutuhkan dana yang tidak kecil.

Dalam dunia pasar modal atau saham, ketika ada pihak yang untung atau diuntungkan dalam menjual saham, sebenarnya ada pihak lain yang rugi atau dirugikan. Begitulah hukum pasar modal atau saham.

Dalam kasus Jiwasraya pihak yang diuntungkan ya bandarnya yang sekarang ditahan Kejaksaan. Sedangkan Jiwasraya rugi atau dirugikan.

Namun, saham gorengan juga banyak diminati oleh investor yang bermental judi atau berani ambil resiko. Kalau nasib lagi berpihak-bisa untung gede. Tapi kalau nasib lagi apes-uang puluhan juta hingga milyaran bisa tidak akan kembali.

Berhati-hatilah sebelum memutuskan dalam ber-investasi, segala sesuatunya ada resikonya. Jangan sampai pengin untung gede tapi tidak mau mengambil resiko.

Kalau takut hanyut di sungai yang alirannya deras, jangan mendekat atau mandi di dalamnya.

***