Hati-hati Kebaikan Kita Bisa Menjadi Bumerang

Kebaikan perlu tetap dijalankan, jangan kemudian orang menjadi takut berbuat baik karena menjadi incaran penjahat

Senin, 27 Desember 2021 | 12:22 WIB
0
601
Hati-hati Kebaikan Kita Bisa Menjadi Bumerang
Transaksi bank (Foto: tirto.id)

Orang berbuat baik itu bisa juga menjadi masalah. Tentu bukan kemudian menjadikan kita enggan berbuat baik. Tetapi yang menjadi poin penting adalah kita menyadari bahwa kebaikan kita itu belum tentu akan mendatangkan kebaikan, karena begitu banyak predator di luar sana yang hendak memanfaatkan.

Sering kita mendengar orang terkena penipuan atau menjadi korban tindak pidana karena membantu orang di bandara, di mesin ATM, atau kotak-kotak amal yang berazas kebaikan, namun berujung pada dana terorisme.  Maksudnya itu baik, bagaimana orang membantu orang lain. Namun, bahwa apa yang kita niatkan baik itu belum tentu mendapatkan respon yang sama dari pihak lain.

Kesempatan dalam kesempitan sering menjadi biang kerok di negeri ini. Mengorbankan orang lain itu seolah hal yang lumrah. Memilukan. Majikan-buruh, atasan bawahan, dosen/guru-mahasiswa/siswa, dan relasi kuasa yang sering menjadi penyebab masalah. kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan sepihak dengan menjadi pihak lain sebagai obyek penderita.

Seolah baik-baik saja, dengan perilaku di depan media, di muka umum alim, baik, halus, dan seolah berbudi luhur.  Tidak menutup kemungkinan juga dengan perilaku perusahaan, mau plat merah atau plat kuning sama saja.

Relasi kuasa yang tidak sepadan sangat mungkin menjadikan keadaan lebih buruk. Hanya sebuah slogan maaf sarkas, ketika bicara pelanggan, pembeli adalah raja. Lihat saja perilaku di mana-mana, di negeri ini, posisi yang seharusnya setara, kalau tidak mau lebih malah terbalik.

Konsumen sering diperlakukan bak pengemis, ketika ada kesalahan. Tetapi kalau yang salah pihak perusahaan, hanya minta maaf, kadang malah tidak ada sama sekali. Pendekatan kekuasaan.  Model relasi feodalisme. Pihak satu pasti benar dan kudu menang.  Sisi lain pasti salah dan harus tunduk.

Pelayanan dan penyedia jasa era modern tidak selayaknya demikian. Pelanggan, konsumen, pembeli adalah raja. Artinya, pelayanan terbaik, prima, dan tepercaya untuk nasabah, bukan malah sebaliknya. Sekecil apapun tabungan, simpanan nasabah itu harus dihormati, diperhatikan sama dengan nasabah yang beruang sangat gede.

Apakah hal ini sudah terjadi? Saya kira belum sama sekali. Lihat saja perlakuan pada nasabah kakap, kadang juga ngemplangnya jumbo juga padahal.  Sikap pada nasabah receh sangat jauh berbeda. Padahal apa bedanya coba, menabung sedikit tapi tidak ngemplang atau banyak tapi juga potensi macet dan lari juga gede?

Kisah Indah Harini, kala menerima transferan jumbo, sudah kisaran dua tahun mencari kejelasan, malah tiba-tiba menjadi tersangka. Etikat baik dua tahun mencari tahu, ada selip kata, ketika ia mengatakan jangan-jangan uang lotere. Ini menjadi titik balik, atas kejujurannya yang menjadi bumerang.

Pihak bank sangat mungkin selama dua tahunan itu bingung mau menjawab alasan apa dengan keberadaan uang itu. Karena ada  pernyataan pernah membeli lotere, menjadi alasan sahih dan bagus untuk mengiyakan, itu kemenangan lotere.

Alasan yang tidak masuk akal, ketika malah menjadi pesakitan. Jelas saja orang tidak akan merekam apa yang menjadi pembicaraan biasa itu. Eh ternyata menjadi luar biasa. Terlihat “kemarahan” ketika ada penasihat hukum. Lha wajar dong orang awam meminta pendampingan ahli hukum, lha menghadapi raksasa lagi.

Ada dua hal yang layak dicermati, bagaimana perilaku mereka, memanfaatkan orang lemah, jujur, dan apa adanya itu demi mendapatkan keuntungan. Siapapun itu, mau oknum, mau institusi, ataupun mafia. Bagaimana perilaku raja tega seperti ini menjadi sebuah kebiasaan di negeri ini.

Mereka tidak segan-segan mengorbankan orang demi keuntungan sendiri. Falsafat kepiting, mencapit  pihak lain demi bisa membebaskan diri. Yang lemah akan menjadi pijakan yang kuat. Ini era modern, bukan zaman perbudakan.

Dua, jangan takut berbuat baik, kejahatan pasti kalah oleh kebaikan. Jangan pula takut menjadi apa adanya karena dijawab dengan kejahatan oleh pihak lain. Ini bukan pelajaran sekolah Minggu atau pengajian anak-anak di sore hari. Ini adalah kebaikan universal yang tetap harus dijalankan oleh semua pihak.

Benar, bahwa banyak predator dan serigala, toh domba tetap hidup nyaman dengan dirinya tanpa merasa kalah dan takut dengan adanya pemangsa di sekitarnya. Kebenaran kudu dijalankan.

Pembelajaran bagi Erick Thohir

Suka atau tidak, masalah di BUMN itu sangat akut. Pat gulipat demi keuntungan pribadi mau uang negara atau uang nasabah itu hal yang sudah dipahami dengan baik oleh masyarakat. Bank, sebagai salah satu layanan plat merah adalah sapi perah atau ATM bagi segelintir elit negeri ini. Pun usaha-usaha di bawah bendera usaha negara.

Bagaimana perlu tindakan radikal untuk membuat BUMN sangat sehat dan waras, sehingga perilaku tamak dan maling bisa diminimalisasi. Mengorbankan pihak lain demi keuntungan diri, kelompok, atau partai makin minim.

Keadaan bobrok puluhan tahun harus dibenahi dan diselesaikan dengan segera dan serius. Rayap, tikus, dan rampok jangan diberi tempat enak apalagi mengorbankan pihak lain yang lurus.

Suka atau tidak, masyarakat  tahu kog kondisi usaha-usaha plat merah itu seperti apa. Harapannya, bahwa kisah Indah Harini tidak makin menjadi-jadi. Kisah identik sih sebenarnya sangat banyak. Hanya saja sering nasabah takut dan mengalah dengan perilaku ugal-ugalan korporasi.

Kisah ini semoga berakhir dengan baik. Siapa jahat menerima hukuman dan yang tidak melakukan kejahatan memperoleh jalan terbaik untuk memulihkan nama baiknya. Saling tuntut di pengadilan ini menjadi bagus, sehingga bisa terlihat siapa yang salah dan siapa yang benar.

Kebaikan perlu tetap dijalankan, jangan kemudian orang menjadi takut berbuat baik karena menjadi incaran penjahat. Tidak lagi ada tempat di negeri ini kejahatan menindas orang-orang baik. Meskipun memang masih begitu digdayanya penjahat-penjahat itu merajalela dan menyingkirkan orang baik.

Terima kasih.

***