Sang Visioner dan Reformasi Perpajakan

Kita bisa belajar dari Steve Jobs bagaimana mengelola passion menjadi visi untuk menggapai sebuah kesempurnaan.

Jumat, 29 November 2019 | 10:50 WIB
0
707
Sang Visioner dan Reformasi Perpajakan
Steve Jobs (sumber: google)

Sebagian orang memilih jalan hidup mereka. Sebagian lagi memiliki dorongan untuk menjalaninya. Sementara ada yang menemukan panggilan mereka hampir secara kebetulan, tanpa pernah mencarinya.

Steven Paul Jobs atau yang dikenal sebagai Steve Jobs tidak pernah bermaksud menjadi raja produk. Sebagai pendiri Apple namanya melegenda bersama produk-produk yang dihasilkannya. Apple telah menjadi gaya hidup, lambang status. Banyak orang kini rela merogoh koceknya lebih dalam sekedar dapat memiliki Mac maupun iPhone. Namun tak banyak yang tahu cerita dibalik lahirnya Macintosh (Mac) yang menjadi era revolusioner komputer personal itu.

Adalah pada suatu sore yang cerah Steve mengajak Jay Elliot sebagai Senior Vice President of Apple computer Inc yang baru berkendara menuju suatu tempat yang dirahasiakan Steve. Bahkan hingga Jay dipenuhi rasa ingin tahu yang sangat,  Steve tetap bergeming. Hingga akhirnya mereka berhenti di sebuah pelataran parkir PARC, Xerox Palo Alto Centre. Mereka diantar masuk ke sebuah ruangan perlengkapan komputer yang mencengangkan Jay. Rupanya Steve bersama para insinyur Apple telah berada di sana sebulan sebelumnya.

Mereka diperlihatkan versi sederhananya produk yang akhirnya kita kenal sebagai tetikus, sebuah printer komputer, dan sebuah layar yang tidak hanya terbatas pada teks dan angka namun dapat menunjukkan menu dan grafik, serta bagian menu yang dapat dipilih menggunakan tetikus. Namun ada sesuatu luar biasa lainnya disaksikan Jay sore itu. Dia melihat sisi lain seorang Steve: seorang visioner dengan semangat membara. Jay menyaksikan bagaimana demonstrasi yang dilakukan para insinyur Xerox itu telah menginspirasi Steve untuk mengubah dunia. Ia yakin telah melihat masa depan komputerisasi.

PARC menciptakan mesin untuk perusahaan, sebuah komputer kerangka utama untuk bersaing dengan IBM. Namun Steve telah melihat sesuatu yang lain: sebuah komputer untuk semua orang. Namun ia tak hanya melihat teknologi komputer, namun menemukan sebuah agama baru di dunia komputer yang dikenal sebagai user friendly. Prinsip yang ramah pengguna ini menjadi ciri khas produk Apple selanjutnya.

Hal lain juga mengagumkan Jay adalah bagaimana terbukanya Steve terhadap kemungkinan. Bagaimana antusiasnya ia ketika mendapatkan ide-ide baru, melihat mereka dan memeluk mereka. Dan antusiasmenya menular. Steve penuh dengan antusiasme dengan jumlah tak terbatas. Ini merupakan hasrat dalam bentuknya yang paling dasar, hasrat terhadap ide. Bagi steve, itu mengkristal menjadi hasratnya terhadap produk tertentu.

Kita selama ini meyakini sebuah fenomena tak tertulis bahwa seorang pekerja teknologi terkemuka biasanya terlebih dahulu harus menghabiskan waktunya tahunan secara intensif di ruang kelas. Namun aturan itu tak berlaku untuk Steve Jobs. Ia adalah anak muda drop out setelah kuliah hanya satu semester saja. Kemudian ia berkelana ke India dan menjalani kehidupan sebagai biksu pengemis keliling.

Ia memutuskan untuk tinggal di salah satu kuil dan pernah berkeinginan menjadi seorang pendeta Budha. Namun sebuah peristiwa mengubah jalan hidupnya. Sebuah proyek kecil yang dia lakukan bersama tetangga masa kecilnya, Steve Wozniak akhirnya mengubah jalan hidupnya menjadi seorang jenius teknologi.

Suatu ketika salah seorang insinyur Mac, Trip Hawkins bercerita tentang Steve Jobs. Dia menggambarkan Steve sebagai orang yang memiliki “kekuatan visi yang hampir menakutkan”. Ketika Steve meyakini sesuatu, kekuatan visi tersebut secara harfiah dapat menyisihkan segala keberatan, permasalahan, atau apapun. Mereka akan hilang.

Dan sebuah slogan yang selalu digaungkan Steve adalah: produk yang hebat hanya datang dari orang-orang yang memiliki passion. Produk hebat hanya datang dari tim yang memiliki passion.

Nah, bagaimana halnya upaya Ditjen Pajak memacu passion 42.000 pegawainya untuk menuju institusi pajak kelas dunia? Sejak modernisasi perpajakan dimulai tahun 2002 lalu, maka Reformasi Perpajakan terus dilakukan secara berkesinambungan. Bahkan dukungan langsung kini diberikan presiden sebagai  komando tertinggi pemerintahan dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 40 tahun 2018 Tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan.

Dalam Perpres nomor 40 tahun 2018 tersebut ada lima pilar yang diberikan legitimasi pada Ditjen Pajak untuk dibenahi yaitu: Organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM), Peraturan Perundang-Undangan, Proses Bisnis, dan Teknologi Informasi dan Basis Data.

Reformasi di bidang SDM telah dilakukan mulai dari proses seleksi pegawai hingga peningkatan mutu pegawai melalui  pelatihan, lokakarya, seminar, diklat, sosialisasi, dan sejenisnya. Juga dengan membenahi pola mutasi dan promosi yang lebih transparan. Untuk promosi pegawai, Ditjen Pajak telah mulai menggunakan pola baru yang dikenal sebagai Manajemen Talenta.

Dalam Manajemen Talenta, organisasi berusaha mengakomodir prestasi pegawainya melalui perhitungan Indikator Kinerja Utama (IKU). Komponen dalam IKU tak hanya mempertimbangkan prestasi kerja semata,  juga talenta pegawainya. Muara yang ingin dituju adalah passion pegawai meningkat.

Sementara dalam segi teknologi Ditjen Pajak berusaha mengejar ketertinggalan dari otoritas perpajakan negara lain yang telah maju. Nantinya teknologi informasi di Ditjen Pajak akan menyamai kenyamanan pelayanan di sebuah bank. Bayangkan ketika Anda telah memiliki sebuah rekening di bank maka Anda dapat melakukan sejumlah aktvitas berikut tanpa banyak membuang waktu: belanja secara online, membayar tagihan listrik dan telepon, memesan tiket perjalanan dan hotel, dan aktivitas keseharian lainnya. Begitu pula dengan adanya Tax Payer Account ini.

Tax Payer Account ini pengoperasiannya akan lebih user friendly mirip dengan aplikasi mobile banking milik bank-bank ternama. Maka Ditjen Pajak telah mengakomodir salah satu ciri khas Apple. Tak hanya itu, dalam Tax Payer Account semua data Wajib Pajak akan terintegrasi. Ini akan memudahkan Wajib Pajak dan pegawai pajak.

Wajib Pajak dapat langsung mengetahui hak dan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan, juga dapat melakukan kewajiban perpajakannya secara daring. Sementara bagi pegawai pajak sendiri akan lebih mudah mengetahui proses bisnis utama yang dilakukan Wajib Pajak. Tentunya akan lebih mudah melakukan pengawasan dan imbasnya adalah kepatuhan Wajib Pajak akan meningkat.

Kita bisa belajar dari Steve Jobs bagaimana mengelola passion menjadi visi untuk menggapai sebuah kesempurnaan. Kesempurnaan adalah salah satu nilai dari Kemenkeu yang bukan hanya sekedar wacana, namun dapat diimplementasikan.

***

Keterangan: Artikel telah dimuat di majalah internal Kanwil DJP Jakarta Barat "Jawara" edisi II/Oktober 2019