Switzerland atau yang kerap disebut Swiss tak sekedar memiliki pemandangan alam nan menawan. Bagi mereka yang memiliki uang berlebih, Swiss adalah destinasi dunia yang wajib disinggahi. Konon, Swiss memiliki perekonomian yang teramat stabil dan masuk dalam kategori negara termakmur di dunia.
Hal ini pula yang menjadikan Swiss layaknya magnet bagi para pelaku kejahatan kerah putih baik mafia ataupun koruptor untuk mengamankan hasil jarahan mereka . Konon harta benda yang tak sedikit jumlahnya banyak disimpan di Bank yang berada di wilayah Swiss.
Bagi awam, cerita tentang keberadaan harta kekayaan pejabat korup hingga jejaring mafia di Bank Swiss ibarat sebuah dongeng atau legenda. Menarik untuk disimak dan membuat imajinasi melayang sedemikian rupa. Namun kebenarannya nyaris tak pernah dapat dilihat dengan mata kepala. Maklum ribuan mill jarak membentang sedari kawasan Asia Tenggara hingga pegunungan Alpen di Eropa bagian Barat sana.
Keistimewaan perangkat perbankan Swiss adalah memberikan jaminan kerahasiaan penuh. Inilah yang menyebabkan harta hasil korupsi, pencucian uang hingga transaksi mafia bisa sedemikian aman tersimpan.
Bertahun-tahun bahkan mungkin berpuluh-puluh tahun uang dari transaksi penggelapan dan penyimpangan itu bak harta karun yang tak satupun bisa menyentuh. Meski peta menunjuk dengan jelas bahwa harta itu ada di Swiss.
Lebih dari 50 tahun, sejak awal pemerintahan RI era Soekarno dan seterusnya, Bank Swiss yang konon menjadi brankas penyimpanan uang hasil korupsi dan transaksi jejaring mafia hanya sekedar rumors yang timbul tenggelam keberadaannya. Namun kini, saat Pemerintahan Jokowi, mitos, legenda ataupun dongeng uang para koruptor dan mafia yang selama ini disembunyikan di Bank Swiss mampu mewujud menjadi sebuah realita ekonomi global.
Ditengah upaya pemberantasan korupsi dalam negeri di segala lapisan, Jokowi melalui sinergi lintas Kementerian dalam hal ini Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Keuangan melakukan langkah tegas lagi berani. Penandatanganan Mutual Legal Assistance (MLA) antara Pemerintah RI dengan Swiss menjadi titik awal sekaligus payung hukum bilateral dalam rangka memberantas korupsi bahkan yang lari ke luar negeri sekalipun. Dalam hal ini Swiss yang selama ini menjadi negara tujuan para koruptor untuk mengamankan hasil korupsinya.
Melalui akun media sosialnya pada 11/12/2018 lalu , Presiden Jokowi mengabarkan MLA sebagai ikhtiar nyata, wujud konkret lagi berani pemerintahan sekarang ini untuk benar-berant melibas segala bentuk korupsi dan penyelewengan keuangan negara oleh para oknum. Ya, berdasarkan kesepakatan kedua belah negara inilah maka harta karun yang disimpan oleh koruptor dapat disita ataupun dibekukan untuk selanjutnya ditarik oleh negara yang bersangkutan.
Dilansir dari TheJakartaPost.com, sedikitnya ada 84 WNI memiliki rekening gendut di bank Swiss. Nilainya mencapai kurang lebih US$ 195 miliar atau sekitar Rp 2.535 triliun (kurs Rp 13.000 per US$). Jauh di atas belanja negara dalam APBN 2016 sebesar Rp 2.095,7 triliun. Sungguh terhenyak saya membaca angka yang tertera diatas. Bagi awam seperti saya, bilangan yang tersebut diatas pantas disebut sebagai harta karun. Tentu ini sebuah prestasi yang tak lagi utopis.
Mengembalikan uang negara yang selama ini dihilangkan dengan paksa akibat praktek Korupsi yang menggurita.Bukanlah prestasi biasa. Tanpa kecerdasan, keberanian dan tentunya niat bersungguh-sungguh untuk menjadikan Indonesia Zero-Korupsi meski butuh proses beberapa tahun lagi, ini tentu menjadi langkah yang patut diapresiasi dan didukung oleh semua pihak tanpa kecuali.
Sungguh, korupsi di Indonesia bukanlah sekedar vonis kanker stadium 4 layaknya seorang dokter. Bagi Jokowi, langkah pasti memerangi korupsi sudah pada tataran aksi nyata, bukan lagi wacana terlebih retorika.
Lagi-lagi, Jokowi sigap dengan keadaan. Sebelum penandatangan MLA dilakukan, melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI , lapis awal berakhirnya sistem kerahasiaan rekening WNI do Bank Swiss terlucuti melalui penandatangana joint declaration dengan Duta Besar Swiss Untuk Indonesia. Ini dalam rangka implementasi pertukaran data keuangan untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI).
Ya, Lapisan pertama untuk membuka pintu kerahasiaan simpanan uang di Bank Swiss itu dilakukan setahun lalu (2107). Meski baru terimplementasikan pada tahun 2018. Dimana Indonesia dan Swiss akan bertukar informasi rekening keuangan secara otomatis sesuai dengan Common Reporting Standar (CRS) mulai tahun 2018 yang pelaporannya akan disampaikan pada tahun 2019. Demikian diungkap oleh Menteri Keungan , Sri Mulyani saat menghadiri penandatanganan AEoI seperti yang dilansir oleh katadata.co.id.
Satu persatu pintu tempat koruptor menyembunyikan hasil jarahannya telah didobrak oleh Jokowi beserta jajaran Kabinet yang berkompeten di bidangnya. Tak satupun ruang persembunyian bagi pelaku Korupsi dan Praktek Mafia dibiarkan begitu saja. Swiss, negara pemberi jaminan kerahasiaan itu kini telah menjadi mitra sinergis bagi Republik Indonesia untuk mencerabut korupsi hingga ke liang terjauh sekalipun , dalam hal ini Swiss.
Maka bersiaplah para pelaku kejahatan kerah putih untuk kehilangan harta yang sekian lama ditimbunnya jauh-jauh. Indonesia bersiap untuk membuka pintu bagi kedatangtan harta sitaan Korupsi yang selama ini bertengger di Swiss. Dan masihkah ada yang meragukan prestasi Jokowi? Hanya orang-orang utopis kiranya menjadikan langkah nyata Jokowi memerangi korupsi sebagai sebuah ujaran layaknya vonis sebuah penyakit.
sumber gambar :
atas : sumber : Inspiratormedia.id---istimewa
bawah : Media Sosial Jokowi dalam Tribunnews.com
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews