Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng mendesak Pemerintah Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah supaya melakukan langkah hukum, terkait Surat Keputusan (SK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dikeluarkan.
SK tertanggal 28 November 2018 dengan Nomor SK.517/MENLHK/SETJEN/PLA.2/11/2018, menurut WALHI Sulteng, sarat merugikan kepentingan rakyat.
Direktur WALHI Sulteng Abd Haris Lapabira dalam rilisnya yang saya terima menyebutkan, pelepasan lahan seluas 9.964 hektar itu untuk kepentingan PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP). Menurut Haris, diduga banyak melanggar hukum.
“Proses pelepasan saat itu sarat dengan pelanggaran. Karena Pemda Buol sendiri melakukan penolakan. Namun tiba-tiba kementerian mengeluarkan SK, “ kata Haris, Senin, 21 Januari 2019.
“Pihak terkait harus melakukan pemerikasan secara detil dan mendalam. Kami meyakini ada faktor yang tidak dipertimbangkan. Bahkan kecurigaan kami ada unsur kesengajaan yang dilakukan pihak KLHK sehingga itu dilepaskan dan jatuh di tangan PT Hardaya (PT HIP), ” tuturnya.
Haris meminta supaya Pemerintah Kabupaten Buol melakukan gugatan hukum. Karena berdasarkan temuan WALHI Sulteng, pelepasan lahan tersebut sarat dengan pelanggaran hukum. Bahkan, kata Haris, sarat dengan kepentingan logistik pencapresan 2019.
SK yang ditandatangani Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya itu, berisikan tentang pelepasan dan penetapan batas area pelepasan kawasan hutan produksi. Lahan itu dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit atas nama PT Hardaya Inti Plantations.
Dalam tataran diskusi antara Bupati Buol Amiruddin Rauf, WALHI Sulteng, dan LBH Sulteng di Kafe Kemang Palu, Minggu, 20 Januari 2019. Bupati Buol jelas menyampaikan penolakan pelepasan lahan tersebut.
Karena faktanya, kawasan yang dimohonkan hampir 10 ribu hektar itu, bukan kawasan perkebunan tapi cadangan air dan pangan daerah.
“Penolakan bukan hanya dilakukan pemerintah kabupaten saja. Tetapi suluruh masyarakat Buol, “ kata Rauf.
“Pemerintah kabupaten Buol dan masyarakat meminta agar SK tersebut dibatalkan karena menabrak sejumlah aturan,” lanjutnya.
Pelepasan lahan tersebut sangat bertentangan dengan Peraturan Menteri Agraria yang hanya membolehkan satu konsorsium menguasai 20 ribu hektar dalam satu provinsi. Namun kenyataanya, PT HIP telah menguasai 32 ribu hektar lahan perkebunan sawit di Provinsi Sulawesi Tengah.
“Apakah ini tidak melanggar peraturan?, “ sambung Haris degan nada bertanya.
Maka dari itu, kata Haris, WALHI Sulteng akan melakukan tuntutan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).
“Dalam waktu dekat ini, akan kami daftarkan, “ ungkapnya.
Banyak disebutkan pelanggaran pelepasan lahan yang menggunakan SK 517 tahun 2018 tersebut. Selain melanggar Peraturan Menteri Agraria, KLHK telah menggunakan izin prinsip yang sudah kadaluarsa.
Hal lain yang mendasari penolakan itu adalah, bahwa Menteri LH dan Kehutanan Siti Nurbaya, selama ini dikenal kerap menggaungkan deforestasi hutan sebagai musuh bersama. Namun kenyataannya, justru mendukung perusakan hutan utamanya di Sulawesi Tengah.
Padahal sebagaimana terjadi, pada 19 September 2018, pemerintah mengeluarkan moratorium sawit melalui Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2018. Intruksi Presiden yang berisi Penundaan Perizinan Kelapa Sawit serta Produktivitas Kelapa Sawit atau yang disebut dengan moratorium Sawit.
"Dalam moratorium, jelas disebutkan perintah bagi KLHK untuk menghentikan pelepasan hutan," tandas Haris.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews