Anak-anak muda desa, sama sekali tak pernah bermimpi mendapatkan tetesan bantuan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19 yang konon berjumlah trilyunan.
Ya, mungkin ini merupakan gebarakan awal kehadiran dua sarjana desain produk lulusan ITB, Eko Agung Syaputra dan Wildan Somantri. Kampung Ilmu di Desa Cisarua, Kecamatan Tegalwaru, Purwakarta, sebulan belakangan ini dipenuhi diskusi beragam tema. Apalagi, kini juga bergabung Bu Utami, seorang ahli kultur jaringan dan tanaman yang sudah malang melintang menekuni bidang pertanaman ini. Juga ada relawan bernama Gustian yang siap membantu dalam jaringan komunikasi.
Saya melihat, anak-anak muda desa nampak bersemangat bergabung dengan Eko dan Wildan mencoba berfikir kreatif, memetakan potensi desa untuk membuat produk yang dapat menghasilkan uang. Ya, upaya menambah penghasilan memang menjadi tujuan penting karena semasa krisis akibat Covid-19, banyak orang tua mereka kehilangan pekerjaan di kota.
Dari hasil pemetaan awal, ternyata banyak sekali potensi desa yang bisa dikembangkan. Usaha pertanian konvensional yang sekarang dilakukan orang tua mereka di desa telah mengalami kejenuhan. Banyak yang tak memberi nilai tambah dan bahkan tak dapat diharapkan untuk menopang kehidupan. Inilah yang menjadi penyebab mengapa banyak orang desa lari ke kota, sekedar mencari "tetesan rizki" dengan menjadi buruh bangunan atau pedagang kaki-lima.
Nah, kehadiran Eko, Wildan dan Bu Utami di desa itu membawa warna baru. Anak-anak muda desa berkumpul hampir setiap hari. Di sana antara lain ada Mela, Gina, Aisyah.
Ketiganya asal desa ini yang kebetulan tengah pulang kampung karena kampus Unisba, Bandung, tempat ia kuliah, tutup karena PSBB. Warga desa lain yang rajin hadir berdiskusi adalah Siti, Angel, Tedi, Rizal. Semua "ngeriung" hampir setiap malam.
Hasil diskusi sungguh tak terduga. Saya semula mengira mereka akan berupaya mencoba mengemas hasil pertanian seperti keripik pisang, olahan ikan, telur puyuh dan produk lain yang sudah dihasilkan. Ternyata tidak. Justru produk awal yang mereka kemas adalah bibit bunga hasil dari tanaman bunga yang tumbuh merebak di sekitar kebun.
Aha, rupanya biji-biji bunga mereka olah dan dikemas dengan apik. Mereka coba jual dan ternyata laku. Pesanan sudah mulai berdatangan. Siti yang selama ini menjaga kebun terlihat terperangah. "Selama ini, bagi saya, bunga cuma hanya memberi keindahan. Sama sekali tak terpikir dapat menghasilkan uang juga," katanya.
Saya menunggu kejutan-kejutan lain kreasi anak muda kreatif yang hadir di desa. Di kota, kita hanya bisa ikut senang melihat kreasi mereka. Atau bila ingin ikut membantu, bisa juga ikut pesan bibit bunga-bunga ini kepada mereka, sambil menunggu produk lain. Anjuran "stay at home" di masa Covid-19, harus diisi kegiatan menanam beragam bunga sehingga rumah kita menjadi tampak ceria.
Anak-anak muda desa, sama sekali tak pernah bermimpi mendapatkan tetesan bantuan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19 yang konon berjumlah trilyunan. Mereka hanya berharap kreatifitas mereka mampu masuk ke pasar dan mendapatkan tetesan rizki untuk bertahan hidup. Itu saja.
Bagi sahabat yang ingin mendukung mereka, agar semangat mereka tumbuh, bisa memesan produk awal mereka ini. Silahkan hubungi:
Wildan +6287718436222
Mela +6283870721294
#iPras2020
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews