Gebrakan Awal Menyentuh Desa

Anak-anak muda desa, sama sekali tak pernah bermimpi mendapatkan tetesan bantuan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19 yang konon berjumlah trilyunan.

Senin, 28 September 2020 | 06:53 WIB
0
264
Gebrakan Awal Menyentuh Desa
Salah satu karya pegiat desa (Foto: Dok. pribadi)

Ya, mungkin ini merupakan gebarakan awal kehadiran dua sarjana desain produk lulusan ITB, Eko Agung Syaputra dan Wildan Somantri. Kampung Ilmu di Desa Cisarua, Kecamatan Tegalwaru, Purwakarta, sebulan belakangan ini dipenuhi diskusi beragam tema. Apalagi, kini juga bergabung Bu Utami, seorang ahli kultur jaringan dan tanaman yang sudah malang melintang menekuni bidang pertanaman ini. Juga ada relawan bernama Gustian yang siap membantu dalam jaringan komunikasi.

Saya melihat, anak-anak muda desa nampak bersemangat bergabung dengan Eko dan Wildan mencoba berfikir kreatif, memetakan potensi desa untuk membuat produk yang dapat menghasilkan uang. Ya, upaya menambah penghasilan memang menjadi tujuan penting karena semasa krisis akibat Covid-19, banyak orang tua mereka kehilangan pekerjaan di kota.

Dari hasil pemetaan awal, ternyata banyak sekali potensi desa yang bisa dikembangkan. Usaha pertanian konvensional yang sekarang dilakukan orang tua mereka di desa telah mengalami kejenuhan. Banyak yang tak memberi nilai tambah dan bahkan tak dapat diharapkan untuk menopang kehidupan. Inilah yang menjadi penyebab mengapa banyak orang desa lari ke kota, sekedar mencari "tetesan rizki" dengan menjadi buruh bangunan atau pedagang kaki-lima.

Nah, kehadiran Eko, Wildan dan Bu Utami di desa itu membawa warna baru. Anak-anak muda desa berkumpul hampir setiap hari. Di sana antara lain ada Mela, Gina, Aisyah.

Ketiganya asal desa ini yang kebetulan tengah pulang kampung karena kampus Unisba, Bandung, tempat ia kuliah, tutup karena PSBB. Warga desa lain yang rajin hadir berdiskusi adalah Siti, Angel, Tedi, Rizal. Semua "ngeriung" hampir setiap malam.

Hasil diskusi sungguh tak terduga. Saya semula mengira mereka akan berupaya mencoba mengemas hasil pertanian seperti keripik pisang, olahan ikan, telur puyuh dan produk lain yang sudah dihasilkan. Ternyata tidak. Justru produk awal yang mereka kemas adalah bibit bunga hasil dari tanaman bunga yang tumbuh merebak di sekitar kebun.

Aha, rupanya biji-biji bunga mereka olah dan dikemas dengan apik. Mereka coba jual dan ternyata laku. Pesanan sudah mulai berdatangan. Siti yang selama ini menjaga kebun terlihat terperangah. "Selama ini, bagi saya, bunga cuma hanya memberi keindahan. Sama sekali tak terpikir dapat menghasilkan uang juga," katanya.

Saya menunggu kejutan-kejutan lain kreasi anak muda kreatif yang hadir di desa. Di kota, kita hanya bisa ikut senang melihat kreasi mereka. Atau bila ingin ikut membantu, bisa juga ikut pesan bibit bunga-bunga ini kepada mereka, sambil menunggu produk lain. Anjuran "stay at home" di masa Covid-19, harus diisi kegiatan menanam beragam bunga sehingga rumah kita menjadi tampak ceria.

Anak-anak muda desa, sama sekali tak pernah bermimpi mendapatkan tetesan bantuan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19 yang konon berjumlah trilyunan. Mereka hanya berharap kreatifitas mereka mampu masuk ke pasar dan mendapatkan tetesan rizki untuk bertahan hidup. Itu saja.

Bagi sahabat yang ingin mendukung mereka, agar semangat mereka tumbuh, bisa memesan produk awal mereka ini. Silahkan hubungi:

Wildan +6287718436222
Mela +6283870721294

#iPras2020