Soal Harley Davidson di Garuda

Sebagai barang bawaan, pajaknya murah dan legal . Harga jualnya di Indonesia selangit karena hanya bisa dibeli oleh orang yang duitnya tidak berseri tapi hobby mengkoleksi mainan mahal.

Jumat, 6 Desember 2019 | 09:18 WIB
0
722
Soal Harley Davidson di Garuda
Harley Davidson di Garuda (Foto: Kompas.com)

Komponen Harley Davidson bekas dan dua unit sepeda Brompton yang dibawa karyawan Garuda menarik perhatian . Ini terkait dengan jenis barang bawaan yang boleh kita bawa dari luar negeri.

Sejauh ini, barang bawaan yang kita bayangkan adalah tas, perhiasan, jam tangan atau perangkat elektronik mewah.

Nah ini, orderdil sepeda motor bekas dan sepeda mahal yang masuk dalam kategori antik. Semuanya adalah keadaan terurai atau dibongkar kemudian dikemas dalam kardus atau peti. Kejadian ini belum pernah temui atau ketahuan.

Garuda yang kini sedang dituding menjadi perantara penyelundupan oleh karyawannya sendiri, mengatakan bahwa semua barang bawaan awak pesawat adalah tanggung jawab perorangan. Bukan perusahaan. Dan Garuda sampai sekarang mengatakan bahwa orderdil dan sepeda mahal itu adalah barang bawaan personal.

Kita tahu bahwa setiap kali beli barang di luar negeri dan dibawa ke Indonesia, semua penumpang pesawat diwajibkan mengisi Declaration Form ( DF) yang merinci barang apa saja yang kita bawa.

Jika nilainya lebih dari 500 dollar Amerika maka kelebihan itu akan dikenakan pajak impor sesuai aturan berlaku tergantung dari HS Code barang yang kita bawa.

Garuda mengatakan karyawannya yang bawa orderdil itu mengisi DF. Bea Cukai akan memberi keputusan berapa PPH yang akan dikenakan terhadap personal belonging ini.

Karyawan Garuda yang bawa barang itu tentunya tidak bodoh. Dia tahu aturan itu. Dan sudah pasti dia tidak akan melanggar aturan. Kemungkinan besar juga dia bawa semua dokumen lengkap dengan harganya. Jadi bersih. Tidak ada yang disembunyikan.

Itu sebabnya, Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan sebagaimana dikutip media pekabaran menjelaskan,

"Begitu sampai di pesawat semua penumpang cek imigrasi, paspor, cap termasuk bagasi. Kalau kargo semua sudah declare termasuk juga bagasi. Bagasi penumpang secara umum sudah di-declare, ya self declare. Di situ ya Bea Cukai menyatakan bahwa akan diberlakukan barang yang masuk, seperti biasa, kalau memang dikenakan pajak PPh ya memang dikenakan pajak."

Persoalannya kini apakah orderdil dan sepeda mahal dalam keadaan terurai itu termasuk barang bawaan personal ? Apakah sesuai dengan aturan Kementerian Keuangan No. 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

Sebab jika kita baca, aturan itu tidak secara spesific mengatur jenis barang bawaan. Hanya batas nilainya barang dan uang yang kita bawa.

Jika Bea cukai menganggap itu bukan barang personal, kita ingin tahu aturan mana yang mereka pakai.

Jika tidak ada aturannya, maka ini peluang bagi bisnis jasa titipan untuk beli orderdil barang bekas mobil mewah yang langka atau spare part pesawat terbang bekas kemudian diangkut lewat pesawat.

Sebagai barang bawaan. Pajaknya murah dan legal . Harga jualnya di Indonesia juga selangit karena hanya bisa dibeli dan dipesan oleh orang yang duitnya tidak berseri tapi hobby mengkoleksi mainan mahal.

Jadi jangan heran jika kasus ini tidak berakhir pada kasus pemyelundupan.

Tapi berhenti pada azas kepatutan karyawan BUMN. Masak sih, waktu berenang kok buang air.

Pantes tidak.

Itu saja..