Gara-gara Blackout, Korupsi Anggaran PLN Terkuak?

Semakin aneh ketika pasokan dari Pembangkit cadangan tidak dioperasikan. Padahal, banyak PLTD yang siap beroperasi untuk pasok listrik pengganti.

Jumat, 9 Agustus 2019 | 15:32 WIB
0
601
Gara-gara Blackout, Korupsi Anggaran PLN Terkuak?
Ilustrasi jaringan listrik (Foto: Ragamlampung.com)

Indikasi adanya dugaan “sabotase” menyusul blackout total yang terjadi pada Minggu-Senin, 4-5 Agustus 2019 tampaknya sulit dibantah. Meski Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Polisi Dedi Prasetyo menyebut pohon sengon penyebabnya.

Apalagi, Polri sudah membentuk tim yang dipimpin oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Polisi Fadil Imran. Tim anggotanya kurang lebih ada 30 orang terdiri dari Dirtipidter, kemudian Direktorat Siber (Ditsiber).

Menurut Dedi, penyidik Ditsiber dilibatkan lantaran punya cukup wawasan dan pengalaman dalam kasus mati listrik di Eropa. Kala itu, blackout di sana terjadi karena adanya serangan siber (cyber attack).

“Sehingga nanti pada tahapan akhir, tim bekerja bisa menemukan apa yang menjadi faktor penyebab utama terjadinya blackout,” tutur Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, seperti dilansir Liputan6.com, Rabu (7/8/2019).

Menurut Brigjen Dedi Prasetyo, Polri juga akan menggandeng para ahli dari berbagai pihak. Seperti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian ESDM, dan ahli dari luar negeri.

Tim nantinya bekerja secara komperhensif  bersama. Mulai dari investigasi permasalahan di hulu sampai dengan hilir, hingga ada atau tidaknya pelanggaran hukum pidana atau pun administrasi.

“Tim akan menyampaikan, kalau misal ada hal dari penyelidikan bisa ditingkatkan ke level penyidikan, maka dinaikkan,” tegas Dedi. Tim ini bekerja berdasarkan surat perintah (sprin) Kabareskrim Komjen Polisi Idham Azis.

Tidak ada batas waktu untuk dalam melakukan investigasi kasus mati listrik massal tersebut. Keseriusan Polri mengusut blackout total ini jelas mengindikasikan bahwa pemadaman total aliran listrik itu bukan semata karena pohon sengon.

Redaksional pemberitahuan adanya pemadaman aliran listrik akibat gangguan pada sejumlah pembangkit Gas Turbin 1-6 Suralaya di Jawa yang dirilis Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN I Made Suprateka, patut disimak!

Sementara Gas Turbin 7 saat ini dalam posisi mati (off). Selain itu Pembangkit Listrik Tenaga Gas Turbin Cilegon juga mengalami gangguan atau trip. Gangguan ini mengakibatkan aliran listrik di Jabodetabek mengalami pemadaman.

Di Jabar, gangguan pada Transmisi SUTET 500 kV mengakibatkan padamnya sejumlah area seperti Bandung, Bekasi, Cianjur, Cimahi, Cirebon, Garut, Karawang, Purwakarta, Majalaya, Sumedang, Tasikmalaya, Depok, Gunung Putri, Sukabumi, dan Bogor.

Pemadaman terjadi karena ada gangguan sirkuit pada pukul 11.48 WIB di Ungaran, dua line terjadi gangguan. Diduga, matinya listrik secara serentak dan massif di berbagai kota adalah dengan tujuan sabotase, mengingat waktunya yang nyaris bersamaan.

Apalagi, pihak PLN menyebut terjadi kerusakan sekaligus pada 3 infrastruktur listrik yang 3 lokasinya berbeda: PLTU Suralaya (Banten 1), Transmisi/Jaringan Sutet, dan PLTU Paiton Pacitan. Sehingga mengakibatkan terjadi penurunan suplai listrik.

Baca Juga: Usai "Blackout", Pemerintah Agresif Atasi Permasalahan Listrik

Namun, anehnya, sarana Objek Vital (OBVITAL) juga terkena dampak pemadaman itu. Plt Direktur Utama PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani di depan Presiden Joko Widodo menjelaskan, pertama terjadi gangguan pada pukul 11.48 WIB di Ungaran.

Dalam waktu yang bersamaan, terjadi pula pemadaman pada sirkuit yang lainnya. Ini yang menyebabkan mulai muncul jawaban dari pertanyaan: Listrik PLN mendadak padam sampai kawasan Ring 1 dan Obvital yang tidak pernah/tidak boleh kena pemadaman listrik.

Telekomunikasi dan transportasi berbasis listrik seperti MRT dan KRL jadi lumpuh. Ada apa gerangan? PLTU Paiton, PLTU Suralaya, dan GSW (transmisi) tiba-tiba rusak serentak pada waktu yang sama. Catat, ini pemadaman, bukan padam karena gangguan teknis!

Sabotase Politik?

Meski sebelumnya dibantah pihak PLN, namun dugaan adanya “sabotase” bermuatan politik sulit dihindari. Mulai muncul desakan kepada Presiden Jokowi supaya segera menunjuk dan menetapkan Dirut PLN definitif.

Adalah Alex Janangkih Sinaga, mantan Dirut PT Telkom, yang sebelumnya sempat disebut-sebut sebagai calon kuat Dirut PLN pengganti Sofyan Ba’asyir yang menjadi tersangka KPK. Konon, Alex ini “orangnya” Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.

Info liar beredar. Blackout total ini terkait dengan tekanan terhadap Presiden Jokowi supaya segera menetapkan Alex sebagai Dirut PLN definitif untuk menggantikan Sripeni dari jabatan Pelaksana Tugas Dirut PLN.

Jadi, rasanya tidak berlebihan kalau ada kecurigaan bahwa blackout total itu adalah sabotase bermotif politik. Jika tak ada unsur sabotase tentunya PLN tidak perlu mengundang Profesor dari 7 PTN di Jawa dan Bali untuk membantu investigasi.

Adalah langkah tepat, PLN telah membentuk Tim Independen Investigasi PLN khusus untuk menemukan fakta di balik kerusakan serentak PLTU Paiton Pacitan, PLTU Suralaya, dan GWS. Para pakar dari 7 PTN itulah yang diharapkan bisa menjawabnya.

Setidaknya, paling lama seminggu dapat dipastikan ketemu penyebab sesungguhnya. Terus, paling lama sebulan ketemu oknum pelaku dan dalang sabotasenya. Tim Investigasi PLN ini bisa bertanya: Mengapa bisa terjadi kerusakan serentak di 3 titik berbeda?

Mengapa bisa sampai blackout total? Mengapa tidak ada back up suplai untuk Obvital? Siapa PIC yang bertugas pada ketiga titip dan suplai Obvital itu? Mengapa sampai telekomunikasi ikut lumpuh. Mengapa pula pohon sengon jadi “tertuduh”?

Siapa tahu dari “kriminalisasi” sengon itu bisa membuka tabir korupsi tiang (tower) SUTET yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apakah tinggi tower 40 m seperti yang di SUTET Ungaran itu sudah benar.

Faktanya, tinggi tiang SUTET itu 40 m. Tapi bentangannya menggelayut dengan tinggi 18 m. Tinggi sengon itu sekitar 15 m. Jelas, ini sudah mencapai medan magnet SUTET. Mengapa tidak dipangkas hingga mencapai “jarak aman”?

Itulah. Mengapa tidak boleh adanya pohon dekat SUTET (Saluran Utama Tegangan Ekstra Tinggi). Jangankan sampai nyenggol. Memasuki medan magnetnya pun sudah mengganggu. Bisa korsleting. Yang mengakibatkan arus listrik terhenti.

Sudah tidak adakah anggaran pemeliharaan jaringan SUTET lagi? Siapa yang bertanggung-jawab jika terjadi blackout seperti ini? Di sinilah mengapa perlu dibentuk Tim Independen Investigasi PLN yang melibatkan pakar dari 7 PTN tersebut.

Dahlan Iskan, mantan Meneg BUMN dan Dirut PLN, bertanya, mengapa sengon dibiarkan tumbuh tinggi di situ? Mengapa tidak ada yang tahu?Apakah tidak ada lagi anggaran untuk patroli pohon?

Mengapa ada kebijakan anggaran ini – bahwa biaya operasi dan pemeliharaan harus di bawah anggaran SDM? Mengapa SUTET itu begitu rapuh? Hanya kesenggol satu pohon saja sudah pingsan?” tulis Dahlan Iskan di Pepnews.com.

Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN I Made Suprateka sempat memastikan pohon sengon yang menjadi penyebab mati listrik berjam-jam itu. Meski pada akhirnya, penyebab ini dibantah sendiri oleh pihak PLN.

“Faktanya adalah terjadi di Ungaran (Jawa Tengah), itu SUTET 500 kilovolt (kV) itu ada berdekatan dengan pohon. Pohon ini mencapai ketinggian 9 meter. Nah, ini menyebabkan adanya hubungan singkat,” ungkap Made Suprateka.

“Ada kebakaran di sana, tidak besar, kecil, namun membuat jaringan rusak fatal,” ungkapnya saat ditemui di Kantor PLN Pusat, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2019). Ironis,  lumpuhnya jaringan telekomunikasi mengikuti blackout adalah tidak logis.

Karena, setiap BTS itu wajib punya Genset sebagai sumber listrik cadangan. Kelumpuhan jaringam Telkom kemarin bagian dari penciptaan tekanan terhadap Presiden Jokowi terkait Dirut PLN. Inilah yang dimaksud “sabotase bermotif politik” tadi.

Perlu dicatat, di setiap PLTU biasanya tertulis PLTU Blablabla kapasitas 2 x 100 MW, dan seterusnya, selalu pakai “2 x ... MW”. Hal itu maksudnya, setiap pembangkit punya 2 turbin penghasil listrik yang beroperasi secara bergantian.

Ini untuk menghindari terputusnya suplai listrik. Terputusnya/berkurangnya pasokan listrik karena kerusakan PLTU artinya kedua turbin mengalami kerusakan serentak. Hal ini jarang terjadi karena turbin yang sedang tidak beroperasi selalu dalam perawatan.

Lebih aneh lagi jika kedua PLTU rusak serentak berarti sama dengan 4 turbin janjian rusak, seperti blackout total kemarin itu. Apalagi, semakin aneh jika GSW Sutet disebut-sebut juga ikut mengalami kerusakan.

Semakin aneh ketika pasokan dari Pembangkit cadangan tidak dioperasikan. Padahal, banyak PLTD yang siap beroperasi untuk pasok listrik pengganti.

Mengapa PLTD tak dioperasikan? Inilah mengapa kecurigaan adanya “sabotase” mencuat!

***