Mungkin Anda sering mendengar ataupun membaca pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang menyebutkan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia hingga saat ini masih dinikmati oleh segelintir orang.
Bahkan, di setiap pidatonya, Prabowo juga sering menyinggung bunyi Pasal 33 UUD 1945, bahwa semua sumber daya bumi, air, dan semua kekayaan yang terkandung di dalamnya, harus dikuasai Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Apa yang dikatakan mantan Danjen Kopassus itu tidak sepenuhnya salah. Kekayaan alam kita, memang hingga saat ini masih ada yang dikuasai asing, sehingga hasil keuntungannya pun dibawa keluar dari negeri ini.
Namun, pernyataan Prabowo mengenai kekayaan alam yang dikuasai asing itu, seakan-akan itu terjadi di masa Pemerintahan saat ini. Apa yang dikatakan Prabowo itu sudah terjadi selama berpuluh-puluh tahun lalu, bahkan sudah terjadi sejak Pemerintahan ini dipegang Presiden Suharto, mantan mertuanya sendiri.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berupaya sekuat tenaga mengembalikan kekayaan alam Indonesia itu ke pemiliknya yang sah, yaitu rakyat dan bangsa Indonesia.
Dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR, 16 Agustus 2018 lalu, Presiden Jokowi memerintahkan jajaran kabinetnya agar bisa lebih tegas dalam mengambil keputusan demi kepentingan rakyat. Salah satunya ketegasan dalam menjaga kekayaan alam agar kita berdaulat atas sumber daya alam Indonesia.
"Dalam melakukan berbagai lompatan kemajuan, kita membutuhkan keberanian. Kita harus memiliki ketegasan untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi kepentingan rakyat Indonesia," kata Jokowi di Jakarta, Kamis (16/8).
Apa yang selalu dikatakan Prabowo dalam setiap pidato politiknya, sebenarnya telah dilakukan Jokowi, yang tentu saja itu sepertinya diabaikan di masa lalu.
Bayangkan, setelah beberapa dekade berada di tangan pihak lain, Pemerintahan Jokowi-JK telah berhasil mengembalikan Blok Migas Mahakam, Blok Migas Sanga-Sanga, Blok Migas Rokan, dan mayoritas saham Freeport ke pangkuan Ibu Pertiwi. Tentu saja, semuanya untuk sebesar-besarnya digunakan bagi kemakmuran rakyat.
RI Kuasai 51% Saham
Satu lagi capaian Jokowi yang tak bisa dilakukan pendahuluanya, yaitu menguasai 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), Presiden Jokowi memastikan Indonesia segera menjadi pemegang saham mayoritas PT Freeport Indonesia (PTFI) pada akhir 2018. Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, Jokowi menyatakan optimistis Indonesia akan memiliki 51,23 persen saham PTFI.
Kembalinya Freeport ke Ibu Pertiwi merupakan sejarah bagi Indonesia. Inilah bagian dari kerja keras Presiden Jokowi selama ini untuk mengembalikan kekayaan alam Indonesia agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Rasa bahagia ini, juga ditunjukkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui akun Facebooknya.
"Setelah 50 tahun dimiliki oleh pihak asing, pemerintah melalui kepemimpinan Presiden Jokowi, berhasil menguasai 51 persen saham Freeport sehingga menjadi milik Republik Indonesia. Suatu hasil perundingan yang luar biasa. Selama ini, saham pemerintah Indonesia hanya 9,36 persen," tutur Sri Mulyani seperti dilansir dari akun Facebook-nya, Rabu (30/8/2017).
Satu per satu yang dahulu dikuasai asing kini kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Sesuatu yang mungkin belum bisa dilakukan Pemimpin lain di Indonesia ini. Dialah Presiden Jokowi.
Dengan perawakan "kerempeng" yang biasa dikatakan Presiden ke-5 Megawati Sukarnoputri, ternyata Jokowi mampu melakukan sesuatu yang tidak dilakukan pendahulunya. Inilah capaian Jokowi di periode pertamanya.
Di periode keduanya, mungkin bisa lebih dari yang saat ini telah dibuktikan.Jadi, untuk mereka yang selama ini berkata tentang kekayaan alam Indonesia yang dikuasai Asing, Jokowi sudah merebutnya satu persatu. Bagaimana dengan Anda?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews