Cerita Warga Palu, Rumah Berjalan Tanah Terbelah!

Kamis, 4 Oktober 2018 | 17:38 WIB
0
1042
Cerita Warga Palu, Rumah Berjalan Tanah Terbelah!

Imran Fahrudin, seorang warga korban gempa dan tsunami di Kota Palu, Sulawesi Tengah, bercerita, dirinya sering merasakan gempa, tapi kali ini berbeda. Melalui akun FB-nya yang telah dikonfirmasi Pepnews.com, ia menceritakan dampak gempa itu.

Beberapa ruas tanah di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Palu, bergeser ratusan meter, beberapa rumah di daerah Perumnas tenggelam dalam tanah sekitar 5 meter, dan ada gundukan besar setinggi rumah terjadi begitu saja.

Banyak rumah BTN Petobo hancur, berpindah posisi dan tenggelam ke dalam tanah. “Mohon maaf saya menulis, bukan berkeluh kesah, tapi jiwa menulis saya memaksa untuk itu,” lanjut Imran Fahrudin.

Menurutnya, setidaknya jika terjadi gempa susulan dan waktunya telah tiba, “Biarlah ini jadi update terakhir dari saya. Saya sulit percaya, ilmu alam saya tak sampai di tingkat ini. Ini fenomena alam langka bagi saya,” tulis Imran Fahrudin.

Hujan yang sangat deras, Minggu malam (30/9/2018) saat gempa susulan, membuat tanah di Kelurahan Petobo terbelah, beberapa rumah tenggelam dan berjalan terguling seperti terseret banjir sejauh puluhan meter. Beberapa rumah berpindah posisi.

“Saya yakin setelah ini BPN kesulitan mematok tanah sesuai sertifikat,” lanjutnya. Ada gadis remaja sedang mengendarai sepeda motor di daerah Petobo, tiba-tiba tanah terbelah, ia pun teggelam dalam tanah tertimbun sampai bagian leher, beruntung warga segera menolong.

Tanah yang terbelah dan ambruk lumayan lebar, sekitar 10 meter dengan kedalaman sekitar 5 meter. Setelah gempa susulan, tertimbun lagi menjadi rata. “Rumah paman saya ada di sekitar Islamic Center Petobo hilang tak berbekas,” ungkap Imran Fahrudin.

“Paman saya masih melihat rumahnya berjalan sendiri. Yang mengherankan, tiba-tiba paman saya sudah berada di dekat Terminal Petobo yang jaraknya hampir 1 km. Padahal dia hanya tiarap,” lanjut Imran Fahrudin.

“Saya sering baca artikel tentang gempa, namun keanehan ini di luar batas pikiran saya. Kira-kira Anda tiarap berlindung di halaman rumah, rumah berjalan, tiba-tiba kita sudah berada di tempat lain. Tapi itulah adanya,” tuturnya.

Malam itu di RS Bhayangkara, lebih 700 mayat sudah dikumpulkan, masih ada ratusan lagi tertimbun reruntuhan dan lumpur. Kehilangan kerabat ternyata menyakitkan. “Banyak kawan saya meninggal dunia, lainnya masih belum ditemukan termasuk ponakan saya,” ujarnya.

Hujan pada malam itu cukup deras disertai angin kencang. “Jika ini adalah takdir akhir bagi kami, izinkan saya memohon maaf sebesar-besarnya, atas segala canda atau apa saja yang tidak berkenan di hati seluruh keluarga, sahabat, rekan bisnis dan teman-teman,” lanjutnya.

Mengutip CNNIndonesia.com, Selasa (2/9/2018), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan belum bisa mengetahui jumlah korban yang tertimbun di Petobo dan Balaroa akibat gempa di Palu tersebut.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, jumlah korban tertimbun tak bisa diketahui karena kondisi tanah ambles dan lumpur yang menimbun lokasi.

“Ada proses amblesan dan pengangkatan tanah yang tertimbun lumpur. Jadi masih lakukan pendataan seberapa banyak di sekitar kompleks perumahan yang kondisinya hilang, rata dengan tanah yang diperkirakan tertimbun,” kata Sutopo di BNPB, Selasa (2/10/2018).

Puluhan orang diduga tertimbun di sejumlah lokasi termasuk di Petobo, Kabupaten Sigi, dan Balaroa, Kota Palu, akibat gempa yang mengguncang wilayah itu pada Jumat lalu. Adapun jumlah korban yang dicatat BNPB per hari ini, pukul 13.00, sebanyak 1.234 orang tewas.

Ratusan orang terluka berat dan ribuan orang mengungsi. Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola telah menetapkan masa tanggap darurat tahap pertama selama 14 hari. Prioritas utama dalam masa ini adalah evakuasi.

Pemerintah pusat sudah mengerahkan 6.399 personel gabungan dari TNI, Polri, relawan, dan petugas lembaga terkait untuk melanjutkan proses evakuasi. Namun proses evakuasi masih terkendala masalah seperti keterbatasan listrik, BBM, peralatan berat, dan logistik.

Tanggap Darurat

Mengutip KOMPAS.com, Selasa (2/10/2018), Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengatakan, untuk sementara, penanganan bencana gempa di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala, berada di bawah koordinasi Satgas Bencana Provinsi Sulteng.

Saat ini, posko utama bencana berada di Makorem setelah sebelumnya sempat bermarkas di Rumah Jabatan Gubernur Sulteng. Gubernur Longki sendiri telah menetapkan masa tanggap darurat bencana selama 14 hari, yaitu mulai 28 September hingga 11 Oktober 2018.

Daerah terdampak meliputi Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Parigi Moutong. Sebelumnya Presiden Joko Widodo malah memberi target kegiatan di Palu akan kembali normal dalam tempo satu pekan.

Jaringan listrik, telekomunikasi, dan bandara pun akan dipulihkan secara bertahap. “Dalam seminggu akan diselesaikan, sehingga normal kembali, kehidupan sehari-hari masyarakat di sana,” ungkap Jokowi seperti dilansir CNNIndonesia.com.

“Memang problem-problem ini baru sehari dua hari sehingga semuanya kaget, syok, memang harus kita selesaikan,” lanjut Jokowi di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Senin (1/10/2018).

Presiden menyebut bahwa permasalahan pascabencana di Sulteng di antaranya adalah listrik dan komunikasi. Terkait persoalan listrik, ia menyebut pihaknya tengah mengirimkan gardu listrik mobile ke Palu.

Menurutnya, kelangkaan listrik terjadi akibat lima dari tujuh gardu listrik di sana mengalami kerusakan pascagempa. Soal jaringan komunikasi, Presiden mengaku membutuhkan waktu lebih lama untuk perbaikan. Pasalnya, 1000 menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) mengalami kerusakan.

“Sudah kita mulai proses perbaikan tapi akan memakan waktu,” katanya. Tentang jalur perhubungan udara, Jokowi mengatakan penerbangan di Bandara Sis Al-Jufri Palu akan diperbaiki agar bisa digunakan oleh masyarakat umum.

“Kemarin bandara sudah bisa dipakai, meskipun baru 2.000 meter, tapi ini segera dalam seminggu akan diselesaikan sehingga normal kembali kehidupan sehari-hari masyarakat di sana,” kata dia.

Menurutnya, keberadaan bandara sangat vital karena berbagai kebutuhan masyarakat dikirim melalui bandara. Seperti makanan, air minum, dan BBM. Mungkinkah dalam waktu sepekan kondisi di Palu bisa normal kembali seperti kata Presiden?

Rasanya koq tidak mungkin. Karena, sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2007, lama tanggap darurat itu 14 hari, dan bisa diperpanjang 14 hari lagi. Tanggap darurat selama 14 hari untuk tugas evakuasi, mencari orang yang hidup dan korban meninggal di reruntuhan.

Aneh jika sudah beberapa kali hadapi bencana, tapi tak tahu soal UU tentang Penanggulangan Bencana itu.

Belum juga tuntas penanganan tanggap darurat ini, terjadi erupsi Gunung Soputan, Sulawesi Utara pada 3 Oktober 2018 pukul 08:47 WITA dengan tinggi kolom abu teramati ± 4.000 m di atas puncak (± 5.809 m di atas permukaan laut).

Kolom abu teramati berwarna kelabu hingga coklat dengan intensitas tebal condong ke arah barat dan barat laut. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 39 mm dan durasi ± 6 menit.

***