Bahasa (Inggris) Menunjukkan Inteligensi?

Minggu, 30 September 2018 | 03:34 WIB
0
650
Bahasa (Inggris) Menunjukkan Inteligensi?

Apakah lancar berbahasa Inggris merupakan ukuran inteligensi? Tahan dulu keinginan menjawab pertanyaan itu.

Kamis, 27 September 2018 lalu, suasana Auditorium Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) di Bekasi, dipenuhi mahasiswa berjaket kuning. Itulah saat diselenggarakan Seminar Internasional Counter-Terrorism: Contemporary Strategies and Future Architecture.

Ukuran internasional pada International Seminar yang diselenggarakan Center for National Security Studies, Fakultas Hukum Ubhara Jaya itu merujuk pada narasumbernya, bukan audience.

Selain Kepala Kepolisian Negara Relublik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian yang menjadi keynote speaker, para pembicara adalah Irjen Hamidin (BNPT), Rohan Gunaratna (Singapura), Hermawan Sulistyo (LIPI), Jared Kimball (Amerika), Keara Shaw (Australia), Nestor Nabe (Filipina).

Praktis seminar berlangsung menggunakan bahasa Inggris. Mungkinkah untuk menghormati narasumber yang tak paham Bahasa Indonesia? Bisa jadi.

Jenderal Tito berbicara lebih dari dua jam, dalam bahasa Inggris yang fasih. Bukan membaca paparan tetapi menjelaskan, menyelipkan cerita, bahkan menggoda Prof Kikiek, panggilan untuk Hermawan Sulistyo.

Dua moderator, Usman Hamid dan Ahrie Sonta juga menunjukkan kelasnya. Bukan hanya bahasanya yang lancar, keduanya memahami topik. Piece of cake-lah ibarat kata.

Sempat terpikir kenapa ya tidak menggunkan bahasa Indonesia? Toh mayoritas peserta berbahasa itu. Untuk pembicara yang orang asing, cukup disediakan penterjemah.

Namun dalam dunia akademik, sesungguhnya dan sudah seharusnya bahasa Inggris bukan lagi kendala. Dan itu dibuktikan para mahasiswa Ubhara Jaya yang lancar bertanya menggunakan bahasa Inggris. Menguasai masalah dan bisa mengkomunikasikan dengan baik.

Seminar internasional itu tidak hanya membuktikan Ubhara Jaya mampu menghadirkan narasumber yang kompeten, tetapi juga menunjukkan, mahasiswanya tak kalah dari perguruan tinggi lainnya dalam berkomunikasi menggunakan bahasa asing.

Bahasa hanyalah alat untuk berkomunikasi, memahami karakter dan budaya penggunanya. Maka tak perlu kecil hati termasuk ketika penanya terakhir tak dipahami pronounciationnya. Ahrie Sonta mencoba memperjelas pertanyaan. Dari jauh sayup terdengar Sonta menjelaskan pertanyaan itu ke Prof Kikiek dalam bahasa Indonesia.

Heheheee ya gak apa-apa juga, penanya bertanya dalam bahasa Inggris yang gitu deh, kemudian moderator “menterjemahkan” maksudnya ke Prof. Kikiek dalam bahasa Indonesia. Dijawab menggunakan bahasa Inggris. Oke deh...

Tetap saja tak mengurangi bobot seminar yang sampai menit-menit terakhir tak ditinggalkan pesertanya. Soal isi seminar? Tunggu tulisan berikutnya yaaa...

***