Terus terang, saya tidak ahli sekali soal survai-menyurvai. Tetapi, menurut hemat saya, membuat gambaran tentang berbagai kecenderungan di Indonesia melalui jawaban spontan 1,200 orang yang disurvai LSI Denny JA, tidak layak disebut representatif. Tak masuk akal.
Mengapa tak masuk akal? Karena kemampuan warga dalam berekspresi bisa berbeda sangat kontras dari generasi ke generasi. Dari daerah ke daerah. Dari tingkat pendidikan ke tingkat pendidikan. Dan bahkan dari jurusan ilmu ke jurusan ilmu.
Kita ini Indonesia. Sangat luas. Terpencar-pencar di ribuan pulau. Konektivitas dalam hal teknologi informasi, masih belum merata. Resapan pengetahuan umum, tidak bisa dianggap sama. Sementara kegiatan survai masih belum lagi menjadi tradisi nasional. Tidak seperti di negara-negara maju.
Nah, bukankah ini semua seharusnya menjadi faktor yang diperhitungkan? Tentunya, sangat perlu. Sebab itu, saya enggan mengakui hasil survai dengan jumlah sampel yang “tak seberapa”.
Mari kita tengok kalkulasinya. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2018 ada 265 juta. Penduduk di atas usia 15 tahun, ada 195 juta. Anggap saja yang 195 juta ini yang disurvai oleh LSI Denny JA.
Survei terbaru LSI dilakukan antara 14-22 September 2018. Menunjukkan hasil tentang dukungan untuk Prabowo dan Jokowi setelah ijtimak ulama kedua. Intinya, dari sekian kategori, dukungan untuk Jokowi tetap lebih besar dibandingkan untuk Prabowo.
Yang menjadi masalah bagi saya adalah jumlah responden 1,200 orang itu dianggap mewakili oponi rakyat yang masih diwarnai perbedaan kontras dari banyak sisi, seperti saya uraikan di atas. Katakanlah 1,200 itu mewakili 195 juta orang yang dianggap dewasa dari jumlah penduduk 265 juta.
Apa yang kita dapat? Yaitu, 1 (satu) orang responden mewakili 162,500 orang dewasa. Jumlah ini harus diangkut 400 pesawat jumbo jet Boeing-747. Bayangkan, 1 (satu) responden LSI mewakili 400 pesawat B-747 yang penuh dengan penumpang!
Di Indonesia ada 514 kabupaten dan kota. Berarti satu kabupaten/kota diwakili oleh hanya 2.3 (dua koma tiga) orang responden. Nah, bisakah diterima hasil survai di Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, dan kota/kabupaten lainnya yang diwakili hanya 2.3 orang per kota/kabupaten?
Wallahu a’lam. Bagi saya pribadi, tak masuk akal. Barangkali saja bagi komunitas penyelenggara survai, fakta ini dianggap sah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews