Rakyat Sudah Cerdas, tapi Elite Tetap Berusaha Membodohi Mereka

Sabtu, 29 September 2018 | 05:47 WIB
0
466
Rakyat Sudah Cerdas, tapi Elite Tetap Berusaha Membodohi Mereka

Kita sering mendengar di televisi, para elite ngomong, “Rakyat sudah cerdas.” Lha kalau benar demikian, kenapa kok tetap saja berniat membodohi rakyat? Dan berani-beraninya membuat pernyataan bodoh untuk membohongi rakyat, padahal “rakyat sudah cerdas”?

Cobalah perhatikan. Tak sedikit omongan para elite, yang mestinya baik, sopan, etis, mulia, kenyataannya nggak mutu. Bahkan para elite tak malu mengarang cerita yang nggak logis, yang dari sisi moral cerita saja, sudah nggak bener.

Misalnya gini deh, ada yang mengaku masih keturunan nganu. Terus terkena kasus hukum. Terus katanya umroh. Lhah masuk DPO. Terus di sana kini konon dicekal bepergian. Terus minta tolong dikembalikan ke negeri ini, pada capres yang didukungnya. Terus lapor ke DPR, pemerintah ikut serta dalam rekayasa cekal itu. Terus maunya apa?

Ketika ditanya wartawan, apa maksud ada yang menghalangi balik ke negeri ini? Jawabnya; “Rakyat sudah cerdas!” Lho, cerdase nengdi, Dul? Ndik ndhasmu, tah? Ada juga wakil Ketua DPR-RI sering ngomong gitu ketika ditanya; Benarkah Prabowo terlibat dalam penculikan pendemo 1998? “Rakyat sudah cerdas,” jawabnya.

Sampai-sampai kita tidak tahu, apa makna dari kata-kata ‘rakyat sudah cerdas’ itu, karena sering dipakai untuk kepentingan berbeda, oleh kubu yang berlawanan untuk kasus yang mungkin sama.

Nah, kalau rakyat sudah cerdas, kenapa elite politik kita jadi makin bodoh? Atau karena rakyat sudah cerdas, maka mereka makin terlihat bodoh? Tapi mereka bangga (atau keras kepala) mempertunjukkan kebodohannya?

Dalam ajakan menonton film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ (saya selalu tuliskan judul lengkapnya, untuk menjelaskan perspektif yang mau dibangun film itu), Partai Berkarya Tommy Soeharto, mamajang tagline; “Melawan Lupa”.

Lupa terhadap apa? “Rakyat sudah cerdas,” jawabnya. Sementara yang menolak ajakan nonton film, ndilalahnya juga suka memakai kata, “rakyat sudah cerdas”, tak bisa lagi dibohongi dengan propaganda murahan.

Di televisi, dalam acara talk-show atau debat nggak mutu, yang juga dihadiri para terdidik universitas luar negeri, kita juga sering mendengar pernyataan itu. Sementara kita tak mendapatkan data, kecerdasannya setingkat apa? Seberapa banyak, di bidang apa saja? Kenapa indeks prestasi kita, daya saing sdm kita, masih rendah bahkan di Asia Tenggara saja? Kenapa begini dan begitu? Apa kita jawab saja; “Rakyat sudah cerdas”, gitu?

Istilah itu kemudian lebih mengesankan sebagai elakan. Untuk tak mengatakan bahwa mereka sendiri asal njeplak. Asal bikin pernyataan. Yang ketika ditanya dasar logika atau maksudnya, mereka sendiri tak bisa merumuskan. Mereka sendiri nggak ngerti yang dikatakannya, maka buru-buru mengunci dengan jawaban; “Rakyat sudah cerdas.”

Wong yang bikin hoax juga sering mengatakan hal sama; “Rakyat sudah cerdas, makanya mereka percaya hoax bikinan saya!”

***