Antisipatif (1): Hindari Berperkara di Jalanan!

Sabtu, 29 September 2018 | 06:56 WIB
0
651
Antisipatif (1): Hindari Berperkara di Jalanan!

Berkali-kali mobil yang saya kendarai harus merasakan baretan, goresan, kadang sedikit rusak bodi. Kadang-kadang karena saya melakukan 'rookie mistakes' yang malu-maluin itu (baru tahun lalu saya bisa menyetir), namun seringnya karena pemotor.

Saya beberapa kali bersenggolan dengan pemotor yang keluar dari gang kecil dengan cepat tanpa lihat kanan kiri, atau dengan mereka yang selap selip sembarangan, sein kiri belok kanan, bisa menggunakan sepeda motor namun tidak bisa mengendarainya.

Setiap kejadian seperti itu, saya biasanya melanjutkan perjalanan sambil mengumpat-ngumpat sepanjang perjalanan. Ya, karena co-driver saya Alfaris Virabwana tidak pernah membiarkan saya berinteraksi dengan orang semacam itu, meskipun sekadar meminta mereka minggir dan membicarakan perkara ini.

Sampai rumah, goresan ketahuan, engkoh saya Ivan Irawan Pujianto malah memarahi saya. Padahal saya sudah bilang, saya diserempet motor. Tetap dimarahi. Lha saya bingung, wong saya tidak salah, kok malah dimarahi?

Koh Ivan bilang bahwa saya kurang antisipatif. Prinsipnya, anggap semua pengemudi lain itu bodoh, sehingga kita berhati-hati agar kebodohan orang-orang itu tidak menyeret-nyeret kita. Sila jika mereka mau jatuh, kepeleset, tabrakan, namun jangan sampai itu melibatkan kita yang jauh lebih cerdas dari mereka. Mengapa? Rugi!

Berperkara dengan orang-orang seperti itu ruginya sangat banyak. Jarang di antara mereka, apalagi yang mengendarai sepeda motor, mau mengakui kesalahan dan membayar ganti rugi ke kita yang dirugikan. Kadang malah kita yang jadi bayar. Kalau mereka mau bayar ganti rugi, kita tetap rugi waktu untuk menyelesaikan perkara.

Belum juga rugi waktu lagi untuk memperbaiki kerusakan mobil di bengkel. Rugi emosi karena menghadapi mereka butuh kesabaran tingkat dewa. Tak jarang perkara ini juga merugikan orang-orang dekat kita, apalagi buat yang bawa mobil pinjaman seperti saya. Jadi, lebih baik kita antisipasi supaya jangan sampai berperkara dengan orang bodoh.

Mereka salah? Jelas. Namun, bukan tugas kita menghukum mereka. Rugi besar, seperti yang sudah saya sampaikan. Cepat atau lambat, mereka akan 'kena' juga. Namun, jangan sampai kita ikutan repot karena terlibat dengan hasil kebodohan orang-orang itu. Jaga jarak aman, jaga kecepatan mobil, gunakan lampu jauh dan klakson, selalu perhatikan jalanan, lihat spion. Banyak yang bisa kita lakukan untuk menghindari berperkara dengan mereka.

Akhir-akhir ini, medsos kita ramai dengan persekusi dan semacamnya. Akarnya adalah posting yang sebenarnya tidak ada yang salah, namun dianggap menyulut emosi satu kelompok. Ujung-ujungnya, mereka melakukan persekusi, meneror melalui telepon, mendatangi rumah, bahkan hal-hal yang lebih buruk. Tak jarang juga, kelompok ini sukses menempuh jalur hukum sehingga sang pembuat posting yang sebenarnya tidak bersalah, justru dipenjara.

Kesal dengan perilaku semacam ini? Jelas. Kelakuan mereka yang tidak mampu memahami teks ini memang menyebalkan. Kelakuan mereka ketika melakukan persekusi juga menjengkelkan. Namun, bukankah ada yang bisa kita lakukan supaya kita tidak perlu berperkara dengan mereka? Ada!

Sebagaimana mengemudi, saat ini pilihan paling aman dalam posting, apalagi posting hal sensitif seperti politik, agama, dan semacamnya, adalah dengan berasumsi orang lain itu bodoh.

Bukan berarti kita lantas sembarangan membodoh-bodohkan orang lain, menganggap opini mereka tak bermakna, sehingga malah menimbulkan masalah baru. Namun, dengan menganggap orang lain bodoh, kita paham bahwa mereka tidak mampu memahami gagasan kita, dan ketika mereka tidak paham, mereka bisa bertindak sesukanya. Sehingga, kita yang lebih cerdas, jadi lebih berhati-hati dalam posting, tidak perlu memancing perkara dengan mereka.

Kan mereka yang gampang kesulut? Ingat, orang bodoh gampang tersulut bahkan oleh hal-hal kecil. Begitu mereka tersulut, apa saja mereka jadikan bahan untuk menjatuhkan kita. Antisipasi kita supaya mereka tidak merugikan kita, ya kita minimalkan hal-hal dalam posting kita yang mungkin membuat mereka tersulut.

Rugi sekali kalau kita harus berperkara dengan mereka. Keluarga kita yang didatangi mereka, pasti sedih dan khawatir. Kita was-was dan cemas, ketakutan karena sewaktu-waktu orang-orang semacam itu bisa berbuat hal buruk ke kita. Teman-teman kita yang peduli, sibuk mencari kontak sana-sini, memastikan kita tetap aman dan juga mencoba menyelesaikan masalah kita.

Kita kehilangan waktu penting yang bisa dilakukan untuk berbagai hal produktif. Kita membuang-buang emosi kita untuk perkara yang sepele ini. Tak jarang kita keluar uang juga, apalagi kalau sudah masuk jalur hukum.

Anggap semua orang itu bodoh, namun, jangan membodoh-bodohkan mereka. Lakukan antisipasi, jangan sampai kita terlibat apalagi cari perkara dengan orang bodoh.

Rugi!

***

Semarang, 27 September 2018