24 Jam Bersama Tuan Guru Abdul Somad (Bagian 1)

Selasa, 18 September 2018 | 21:28 WIB
0
589
24 Jam Bersama Tuan Guru Abdul Somad (Bagian 1)

Hari itu saya merasa terhormat. Diberi jalan oleh langit bertemu sosok yang menjadi buah bibir masyarakat Indonesia satu tahun terakhir: Abdul Somad LC MA. Jika tahun 2015/2016 milik Bukalapak, Gojek, Traveloka maka tahun 2017/2018 milik Tuan Guru kita ini. Abdul Somad Sahaja.

Dalam 24 jam saya bisa bercengkarama dengan beliau dalam nuansa yang sangat privat. Sambil camping di pedalaman hutan Sumatera, mengikuti kegiatan dakwah beliau dari jarak privat. Dan bisa berkesempatan berdiskusi, bertanya, dan bertukar fikiran secara mendalam, dalam waktu yang sangat panjang.

Menjadi makmum beliau dalam qiamul lail di dalam rimba Sumatera. Subuh dengan beliau di dalam tenda komando yang hanya berisi 12 orang, mengikuti kultum yang jadi kuliah satu setengah jam di dalam tenda yang hanya sejumlah di atas, upacara bendera hut 73 RI dengan inspektur upacara beliau, mandi di sungai dengan beliau, hingga Jumat di masjid kampung, dengan khatib dari beliau, hingga ditutup dengan makan berjamba satu nampan bersama beliau.

Saya akan ceritakan nanti, apa saja yang saya tangkap dari pengalaman 24 jam bersama UAS, hal yang mungkin luput dari orang banyak lihat tentang beliau.

Pada mulanya seorang staf di kantor memperkenalkan nama ini kepada saya. "Ada satu, Bang, Abdul Somad di Youtube, coba lihat deh menarik".

Erin Nuzulia Istiqomah namanya yang memperkenalkan saya dengan nama ini. Erin becerita UAS ini NU, tapi FPI, kocak tapi berisi, unik, sepertinya Abang akan suka". Erin sekarang sudah tidak lagi di Indonesai. Dia sudah di Korea.

Saya ketikkan namanya di papan keyboard komputer, keluarlah link link ceramahnya di Youtube. Saya terkesima. Kocak, namun berisi. Saya coba buka file file lain, untuk melihat variasi isi ceramahnya, biasanya, kalau kita lihat seorang public figures di Youtube, sesekali dua, kita suka, namun jika sudah berbilang 4 dan lima kita mulai bosan.

Nuansa pengulangan pengulangan dan repetisi sering terjadi. Kemudian kita akan mulai mengklasifikasikan tokoh tersebut menjadi biasa biasa saja kembali. Namun tidak dengan tokoh kita yang satu ini, dalam percobaan file ke 4, 5, 6 dan 7, saya masih belum bosan. Ada aja yang baru. Ada aja hal hal baru. Apalagi jika sudah bagian dia menjawab pertanyaan jamaah. Pertanyaan yang sangat random bisa dia jawab sangat cepat.

Dari logat, joke, dan cara bertuturnya saya tidak merasa asing. Selidik punya selidik, ternyata Ustad Abdul Somad memiliki kesamaan dengan saya, berasal dari Riau dan tumbuh di sana. Saya besar di Dumai, sejak kecil hingga tamat SMP. Beliau lahir di Asahan, Sumatera Utara, wilayah Melayu Deli, SD dan Tsanawiah di Medan dan Aliah di Indragiri Hilir, Riau.

Jadilah bagi saya logat, joke, contoh, istilah istilah, yang beliau pakai dalam ceramahnya terasa begitu dekat. Ujar ujar keseharian kami budak budak yang besar di Tanah Melayu

Pelan tapi pasti, saya menjadi pendengar rutin ceramahnya di Kanal Youtube. Dari kualitas video yang biasa, dengan audio yang berantakan, sampai sekarang dengan kualitas yang semakin baik dan HD. Saya menjadi penikmat Ustad Somad. Di jalan pulang di mobil, di Youtube, saya mulai suka setel, mau tidur di rumah, saya setel.

Dua hal jadi satu, tanpa saya sadari didapatkan dari mendengar ceramah Ustad Somad di Youtube, hal yang kemudian saya sadari san saya sampaikan ke teman teman, dan teman teman mengamininya. Mendapatkan ilmu agama, inspirasi, dan hiburan sekaligus.

Biasanya kita kalau mendengar ceramah, suka merasa digurui oleh Si Dai. Ini tidak, Somad membawa kita merenung dengan hikmah, mendalami ilmu dengan nalar, sekaligus menertawakan diri sendiri dari joke joke yang Ia sampaikan.

Di sana istimewanya Ustad Somad. Ilmu sangat luas, penguasaan materinya dalam, namun penyampaiannya sangat merakyat.

Pernah suatu masa awal awal saya menikmati dai kita yang satu ini, saya iseng memberhentikan siaran Youtube nya, menekan tombol mute, mencatat referensi yang beliau sampaikan. Kitabnya apa, bukunya mana, saya cari halaman yang ia sebutkan. Eureka! Presisi!

Di sana saya merasa heran. Ini orang benar benar jenius. Saya mulai didecak kagum.

***

(Bersambung)