Mahasiswa Mulai Bergerak dan Kritisi Presiden Jokowi

Minggu, 16 September 2018 | 17:10 WIB
0
709
Mahasiswa Mulai Bergerak dan Kritisi Presiden Jokowi

Moroketnya nilai tukar rupiah kisaran Rp 15 ribu per US$ disikapi massa Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) wilayah Jabodetabek dan Banten di depan Kantor Kemenkeu, Jl. Dr. Wahidin, Jakarta Pusat, Jum’at (14/9/2018).

Massa Aksi Bela Rupiah itu sempat ditemui Kasubag Hubungan Kelembagaan Masyarakat dalam Biro Komunikasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadi Siswanto. Hadi berjanji akan menyampaikan tuntutan mahasiswa kepada pimpinan di Kemenkeu .

Ketika Hadi menerima mahasiswa, ia menolak menandatangani kontrak tuntutan mahasiswa yang Aksi Bela Rupiah. “Kami mengapresiasi adanya aksi ini dan kami akan menampung seluruh aspirasi mahasiswa dan kami akan sampaikan kepada pimpinan,” ujarnya.

Mahasiswa pun meminta perwakilan Kemenkeu untuk menandatangani kontrak yang berisi 7 poin tuntutan mahasiswa. Namun, hal tersebut ditolak perwakilan Kemenkeu karena mereka bukan pimpinan Kemenkeu. Mahasiswa pun memilih untuk tetap bertahan.

Aksi BEM SI tersebut muncul setelah nilai tukar rupiah belakangan ini kisaran Rp 15 ribu per US$. Melansir CBCN Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan telah menyiapkan berbagai strategi untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah demi stabilitas perekonomian Indonesia.

Saat ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hampir menyentuh level psikologis baru di angka Rp 14.900/US$. Pada pukul 13:00 WIB, Rp 14.897/US$, melemah 0,59% dari penutupan perdagangan kemarin.

Sementara itu, pada tahun depan dalam asumsi nilai tukar yang ditetapkan dalam RAPBN 2018 sebesar Rp 14.400/US$. Bendahara negara pun memahami, tekanan terhadap nilai tukar masih akan berlanjut hingga tahun depan.

Mengambil pengalaman Pemerintah pada 2013, Sri Mulyani membeberkan strategi untuk mengatasi hal tersebut dalam “Laporan Jawaban Pemerintah atas Tanggapan Fraksi tentang RAPBN 2019 beserta Nota Keuangan”.

“Pengelolaan yang prudent dari pergerakan nilai tukar pernah dilakukan Pemerintah pada saat terjadinya kondisi “Taper Tantrum” pada pertengahan 2013,” ungkap Sri Mulyani di DPR Senayan.

Saat itu, rencana perubahan kebijakan moneter The Fed (tappering) membuat banyak negara berkembang sangat terpukul, termasuk Indonesia, khususnya dalam hal terjadinya arus modal keluar dan depresiasi nilai tukar.

Indonesia saat itu juga merupakan negara yang terpengaruh kondisi tersebut. Dalam kondisi tersebut, pemerintah Indonesia menyiapkan berbagai langkah kebijakan untuk mengatasi tekanan pada nilai tukar dan meredakan volatilitas di pasar keuangan.

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa upaya bersama kemudian dilakukan oleh pemerintah, BI, dan OJK untuk menstabilkan kondisi perekonomian. Beberapa kebijakan diambil pemerintah untuk mengurangi tekanan pada nilai tukar dan menstabilkan ekonomi.

Antara lain, penyesuaian harga BBM bersubsidi, pemberian potongan pajak kepada industri padat karya berorientasi ekspor, pengenaan pajak tambahan untuk produk-produk mewah, penurunan tarif impor barang yang digunakan untuk kegiatan ekspor, kebijakan penggunaan biodiesel untuk mengurangi impor bahan bakar.

Sebelumnya, usulan untuk menyesuaikan harga BBM, memang dikemukakan oleh mantan Menteri Keuangan Chatib Basri yang menekankan, kekhawatiran ekonomi saat ini memang ada di CAD (Current Account Deficit).

“Salah satu sumber defisit yang besar adalah migas, untuk menurunkan permintaan BBM yang sebagian juga mungkin muncul karena penyelundupan. Sebaiknya harga BBM dinaikkan,” kata Chatib.

Dengan mengeksekusi kenaikan harga BBM, Chatib memprediksi dampaknya akan terlihat ke CAD dalam 6 bulan ke depan. “Para investor pasar keuangan akan memiliki optimistis tersendiri dan bisa mengekspektasi bahwa CAD ke depan akan mengecil,” tegas Chatib.

Selain menyesuaikan harga BBM bersubsidi, Sri Mulyani juga bakal mengenakan pajak tambahan untuk produk mewah, dan menurunkan tarif impor untuk barang yang digunakan untuk kegiatan ekspor.

“Kebijakan-kebijakan tersebut kemudian bekerja cukup efektif dalam menstabilkan perekonomian dan menurunkan volatilitas nilai tukar,” tegas Sri Mulyani, seperti dikutip CBCN Indonesia, 4 September 2018.

Sejak pekan lalu, aksi mahasiswa di berbagai kota di Indonesia memang mulai marak lagi. Jum’at, 14 September 2018, aksi itu serentak berlangsung di Jakarta, Palembang, Makassar, dan beberapa kota lainnya.

Sebelumnya, aksi mahasiswa di sejumlah wilayah sempat berakhir anarkis dalam sepekan terakhir, seperti aksi Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) IAIN Palu, GMNI Jember, dan mahasiswa Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru.

Dalam tiga aksi unjuk rasa itu, mahasiswa melakukan aksi pembakaran berupa ban hingga pocong. Sayangnya, mulai menyebarnya gelombang protes mahasiswa yang mengkritisi pemerintahan Jokowi belakangan ditanggapi dengan ancaman aparat kepolisian.

Polisi bahkan mengancam akan menyeret mahasiswa yang bertindak anarkis saat melakukan aksi unjuk rasa. Mengutip Panjimas.com, ancaman pidana hukum ini disampaikan Kabiro Humas Polri saat menanggapi aksi demo mahasiswa di sejumlah wilayah yang anarkis.

“Ya bisa kami jerat pidana,” pungkas Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada para wartawan usai menghadiri sebuah acara diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (13/09/2018), melansir CNNIndonesia.com.

Menurut Prasetyo, pihaknya mengizinkan masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya di maka umum sebagaimana telah diatur dalam UU. Tapi, pihaknya menegaskan pelaksanaan penyampaian pendapat tersebut harus tetap mematuhi aturan.

Seperti, menghormati HAM, menghargai etika moral, menjaga persatuan dan kesatuan, serta tak mengganggu ketertiban umum. “Kami sudah menegaskan bahwa apabila menyampaikan pendapat di ruang publik harus memenuhi kriteria-kriteria itu,” tuturnya.

Aksi unjuk rasa sejumlah elemen mahasiswa yang berlangsung di sejumlah wilayah dalam merespon pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam sepekan terakhir melibatkan aksi dorong-dorongan dengan aparat.

Misalnya, aksi yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa UIR pada Senin (10/9) silam berakhir dengan aksi menduduki Ruang Sidang Paripurna DPRD, Riau. Saat hendak membubarkan diri, ribuan mahasiswa itu juga melakukan pembakaran pocong.

Sebelumya, pocong itu telah dibawa saat berunjuk rasa dan berorasi di dalam ruang sidang paripurna. Massa BEM UIR yang dikabarkan mencapai ribuan orang kemudian merangsek masuk ke kantor DPRD Riau dan menduduki ruang rapat paripurna.

Setelah menduduki ruang rapat paripurna, mahasiswa menyerahkan petisi berisi tuntutan mereka agar pemerintah menstabilkan perekenomian negara, tidak membatasi hak demokrasi masyarakat, dan menuntaskan kasus korupsi PLTU Riau I.

Menurut Muslim Arbi, Koordinator Gerakan Perubahan (Garpu), beberapa hari belakangan ini mahasiswa di berbagai kampus di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa melakukan aksi sebagai tanda protes terhadap rezim Jokowi.

“Aksi demontsrasi mahasiswa di berbagai kampus dan di Jakarta di depan Istana Negara itu adalah murni suara mahasiswa,” katanya kepada PepNews.com. Rakyat menyambut dengan gembira suara-suara yang disampaikan mahasiswa.

“Karena, belangan ini mahasiswa jarang tampil ke ruang publik untuk mengkritisi kebijakan dan arah pemerintah yang dirasakan sangat menghimpit kehidupan rakyat,” lanjut Muslim Arbi.

Sebelum mereka turun ke jalan, sejumlah ibu-ibu dari Emak-emak peduli terhadap kehidupan bangsa dan negara yang tergabung dalam Barisan Emak-emak atau BEM aksi di depan Istana tentang mahalnya harga-harga bahan pokok dan kenaikkan bbm, listrik, dan pajak.

Emak-emak dari berbagai daerah juga satroni KPU mendesak Jokowi mundur dari Presiden karena sudah menjadi capres. Lalu, aksi emak-emak ini membuat publik bertanya ke mana mahasiswa, koq bukan mahasiswa yang turun ke jalan, koq emak-emak justru yang demo?

Kini, pertanyaan dan desakan publik itu terjawab. “Mahasiswa sudah bergerak mengkritisi Jokowi bukan saja pada soal rupiah dan lemahnya ekonomi. Tapi Jokowi-JK dianggap gagal dan harus turun,” tegas Muslim Arbi.

***