Awas, Jangan Ada Lagi Orang Parpol Menjadi Petugas KPU!

Minggu, 16 September 2018 | 23:53 WIB
0
690
Awas, Jangan Ada Lagi Orang Parpol Menjadi Petugas KPU!

Belum lama ini ada berita yang isinya sangat memprihatinkan. Sekaligus sangat mengherankan. Dikatakan, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) menemukan 471 petugas pemutakhir daftar pemilih (PPDP) untuk pilkada 2018, berasal dari berbagai partai politik atau simpatisan mereka. Ini bertentangan dengan peraturan yang mengharuskan semua petugas KPU tidak berafiliasi ke orpol mana pun.

Kejadian sensitif ini tidak boleh berulang untuk pileg dan pilpres 2019. KPU harus memastikan pekerja mereka betul-betul steril dari afiliasi politik. Tidak ada yang sulit untuk memastikan latar belakang seseorang. Di tingkat kabupaten-kota, KPU bisa menanyakan kepada pengurus parpol-parpol setempat.

Kemudian, para pengurus parpol-parpol kabupaten-kota itu disuruh melakukan verifikasi sampai ke pengurus tingkat kecamatan. Seterushya ke tingkat desa atau kelurahan. Pasti akan ketahuan rekam jejak seorang pelamar yang ingin bekerja di KPU.

Ada peraturan yang menyebutkan bahwa seorang petugas KPU harus telah bebas dari keanggotaan parpol selama lima tahun terakhir.

Supaya pengurus parpol tidak berbohong, buat ultimatum. Misalnya, kalau di kemudian hari ditemukan pengurus partai sengaja berbohong, maka semua aleg mereka yang terpilih di tingkat kabupaten-kota dinyatakan gugur; harus diganti dengan orang lain.

KPU nasional bisa melakukan langkah ketat untuk menjamin kemurnian para pegawai dan petugas musiman mereka. KPU harus benar-benar independen. Netralitas lembaga ini sangat menentukan kualitas demokrasi. Tidak hanya itu. Netralitas KPU bisa mencegah kekacauan atau kerusuhan.

Kalau KPU di semua tingkat di seluruh pelosok negara bisa menjaga kenetralan dalam penyelenggaraan pemilihan, dapat dipastikan reputasi mereka akan sangat dihormati. Apa pun keputusan mereka, insyaAllah tidak akan memancing reaksi kecurigaan dari pihak mana pun.

Bisakah ketidaknentralan dan kecurangan KPU dideteksi? Tentu sangat mungkin. Jangan lagi menduga publik bisa ditipu. Jangan mengira khalayak tidak sensitif dengan bahasa verbal dan bahasa tubuh orang-orang KPU.

Dengan mudah masyarakat bisa menangkap apakah orang-orang KPU sedang ikut berpolitik atau tidak. Jadi, sekali lagi, mohon dijaga KPU agar tidak dihuni oleh orang-orang yang “aktif” berpolitik.

Tidak ada susahnya merekrut orang-orang yang tidak berafiliasi ke partai politik. Rasanya, tak perulah orang seperti saya ini memberikan kuliah kepada Anda, Pak KPU.

***