Para atlet kita telah kembali ke daerah dan keluarganya masing-masing. Mereka membawa prestasi, kebanggaan dan kenangan, sembari melanjutkan hidup, kembali berlatih dan bekerja. Tapi di sisi lain, ada “kontingen dalam negeri” yang tak akan pernah pulang. Mereka tetap di arena untuk terus bertanding. Siapa mereka? Kontingen politik!
Indonesia sukses menyelenggarakan Asian Games 2018. Itu fakta di depan mata. Tak hanya sebagai tuan rumah, tapi juga dalam hal prestasi atlet. Kalau ada sejumlah kekurangan kecil sebagai tuan rumah, tapi tak menyurutkan arti kesuksesan secara keseluruhan.
Dunia internasional melihat dan merasakan hasil kerja Indonesia. Mereka kagum dan memberikan pujian. Kepercayaan dunia internasional pun meningkat terhadap negara kita. Nikmat apa lagi yang tidak kita syukuri sebagai anak bangsa?
Saat mulai bekerja, pemerintahan Jokowi tidak bisa menolak penyelengaraan Asian Games 2018 di negara kita karena sebelumnya sudah ditetapkan saat penghujung pemerintahan SBY. Dalam hal ini peran penting pemerintahan SBY tentu tak bisa ditiadakan.
Disisi lain, kita harus berpikir positif bahwa pergantian pemerintahan merupakan keniscayaan dalam bernegara, dan satu hal tak boleh berubah yakni tekat bersama seluruh komponen bangsa untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik!
Mengambil tantangan menjadi tuan rumah Asian 2018 merupakan sebuah pemikiran hebat dan butuh nyali besar demi eksistensi negara ini di tengah pergaulan Internasional. Ada keberanian untuk keluar dari keterkungkungan bayang-bayang suram berbagai paradoksal dan stigma negatif terhadap negara kita yang mungkin beredar di dunia Internasional terkait berbagai dinamika di negara kita.
Dengan bekerja keras menjadikan Asian Games 2018 sukses merupakan salah satu pembuktian diri sekaligus keluar dari bayang-bayang suram tersebut.
Pemerintahan Jokowi dan Keberhasilan Asian Games
Asian Games 2018 tentu tak lepas dari kerja keras pemerintahan Jokowi. Karena pemerintahan Jokowi secara undang-undang sebagai penyelenggara negara dan atas nama seluruh bangsa Indonesia yang bertanggung jawab atas terselenggaranya Asian Games 2018. Jadi, tak ada pilihan selain melakukan kerja keras dan kerja untuk dua hal yang tak terpisahkan, yakni menjadikan negara dan bangsa Indonesia lebih baik, bangga akan dirinya sekaligus disegani dunia Internasional.
Untuk mencapai semua itu maka dilakukanlah langkah-langkah kerja nyata. Hal-hal mendasar dibenahi, seperti regulasi pembiayaan, sarana dan prasara olahraga, pembinaan atlet dan masa depannya, dan lain-lain. Presiden Jokowi kemudian mengeluarkan Perpres no 95 tahun 2017 tentang “Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional” untuk membuat prestasi Asian Games kita berprestasi. Dan itu terbukti!
Dengan Perpres tersebut tata kelola olahraga yang ada sebelumnya kemudian dirombak. Birokrasi anggaran disederhanakan, penyaluran danan lebih efektif sehingga dana kebutuhan setiap cabang olahraga tidak terlambat turun dan program persiapan para atlet menjadi lancar. Tanggung jawab pembinaan atlet menjadi lebih jelas dengan pembiayaan yang lebih baik dari sebelumnya.
Selanjutnya dibuat kebijakan peningkatan nilai bonus atlet bagi peraih medali emas dari 400 juta menjadi 1,5 milyar, atlet diberi kesempatan menjadi PNS, TNI dan Polri tanpa tes, perbaikan venue olahraga Asian Games, secara keseluruhan ada 76 venue alias fasilitas olahraga dan 14 nonvenue yang disiapkan. Sarana ini akan digunakan untuk kompetisi dan latihan.
Adapun fasilitas nonvenue yang dibangun adalah wisma atlet dan Light Rail Transit (LRT) di Jakarta dan Palembang. Total anggaran untuk membangun infrastruktur Asian Games mencapai Rp30 triliun. Inilah bentuk keseriusan pemerintah untuk menjadikan Indonesia lebih baik. Menjadikan Indonesia sebagai Energy of Asia.
Dengan sejumlah gebrakan kebijakan Jokowi itu, atlet kita bisa berprestasi dan sejahtera. Dunia olahraga Indonesia jadi bergairah dan bisa menatap lebih optimis Olympiade Tokyo 2020. Anak muda pun kini tidak ragu menjadi atlet untuk mengharumkan nama Indonesia di masa depan. Sedangkan rakyat mendapatkan infrastruktur olahraga yang bagus untuk terus bersemangat membangun olahraga berprestasi di negara kita.
Asian Games 2018 Mempertaruhkan Nama Negara
Kalau Asian Games 2018 tidak sukses, maka taruhannya adalah nama negara dan bangsa Indonesia di mata Internasional. Negara dan bangsa ini jadi malu, mengaku negara besar tapi tak mampu menyelenggarakan multi even olahraga level Asia. Disisi lain, secara internal politik dalam negeri, ujung-ujungnya akan berpengaruh pada nama baik pemerintahan Jokowi itu sendiri.
Konsekuensi logis kesuksesan Indonesia sebagai tuan rumah adalah dunia internasional memberikan pujian atas kemampuan dan prestasi bangsa Indonesia. Kepercayaan dunia internasional meningkat terhadap negara kita. Kita semua bangga sebagai anak bangsa. Keperayaan diri rakyat meningkat untuk terus menjadikan Indonesia lebih baik. Kalau kemudian pemerintahan Jokowi mendapatkan berkah turunan berupa nama baik dan bertambahnya kepercayaan rakyat, itu adalah konsekuensi logis lain dari kaca mata politik dalam negeri.
Bandingkan konsekuensi sebaliknya kalau pemerintahan Jokowi gagal menyelenggarakan Asian Games, selain negara dan bangsa ini mendapatkan malu dari dunia internasional, pemerintahan Jokowi juga akan dapat kecamanan rakyat. Spirit masyarakat dalam pembangunan pun bisa surut ditengah persaingan kemajuan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Melakukan yang terbaik bagi bangsa dan negara ini bukanlah pencitraan, melainkan panggilan hati dan kewajiban sebagai anak bangsa. Percuma mengaku cinta tanah air dan bangsa, pembela rakyat, tapi dalam tindakan politis lebih banyak memprovokasi rakyat dengan berbagai keburukan dan plintiran data atas kesuksesan sesama anak bangsa hanya karena rasa iri dan haus kekuasaan.
Padahal, alam demokrasi negeri ini menyediakan ruang yang sama kepada semua elemen bangsa untuk menjadikan Indonesia lebih baik. Kalau bukan kita siapa lagi? Kalau tidak sekarang kapan lagi? Kalau Indonesia menjadi lebih baik, rakyat juga yang menikmati, bukan? Aku sih rapopo....
Liarnya Naluri Perpolitikan Dalam Negeri
Suka atau tidak suka, di mata para pemilik naluri politik, Asian Games 2018 dilihat sebagai bagian ajang perpolitikan dalam negeri. Bagi pemerintahan Jokowi, Asian Games jadi pembuktian kerja kepada rakyat Indonesia dan dunia internasional. Sementara bagi sejumlah elemen pihak oposisi, pelaksanaan Asian Games menjadi ajang pencitraan. Ajang pamer. Ajang penarik simpati rakyat terhadap pemerintahan Jokowi saat ini.
Lucunya, mereka tidak punya konsep dan program nyata untuk rakyat diluar struktur pemerintahan yang bisa menjadi pencitraan positif diri mereka. Padahal kesempatan, ruang dan waktu mereka milik selama 4 tahun beroposisi. Ibarat menuduh pihak lain melakukan pencitraan, sementara diri sendiri tak mengerjakan apapun untuk membangun citra diri yang positif.
Hal yang paling miris—dan ini perlu diantisipasi--bila kelompok-kelompok politik itu kemudian melakukan gerakan politik “nyinyir” secara masif dengan cara mencari-cari kekurangan dari Asian Games untuk dibesar-besarkan secara negatif kemudian disebarkan ke rakyat yang sedang bersuka cita dan bangga akan kesuksesan Asian Games. Gerakan ini tentu saja merusak spirit rakyat yang sedang membangun Indonesia lebih baik.
Kelompok politik ini tak rela Jokowi mendapatkan poin politis yang inheren dari kesuksesan Asian Games 2018. Ketika Asian Games pertama kali dibuka dengan Open Ceremony hebat yang mampu membuat decak kagum dunia internasional, tapi para penganut politik nyinyir justru Jokowi dikatain pencitraan, nggaya pakai motor bergaya milenial, lupa dengan penderitaan rakyat di Lombok yang terkena bencana alam.
Lalu, ketika Closing Ceremony Jokowi tidak berada di stadion, melainkan di tengah-tengah masyarakat Lombok yang terkena bencan itu dikatai pencitraan. Lalu maunya apa? Itulah salah satu wabah penyinyiran yang sangat gamblang.
Politik nyinyir itu sudah muncul dengan berbagai varian. Tak cuma oleh para kaum netizen kelas rakyat jelata, namun juga oleh para petinggi partai oposisi. Tujuan mereka tentu ingin merusak nilai positif pemerintahan Jokowi. Mereka tidak mampu melakukan hal terbaik bagi rakyat selain membuat statement yang merusak gairah dan eforia rakyat yakni sebuah gairah kolektif yang diharapkan menjadikan Indonesia lebih baik pasca perhelatan Asian Games.
Perhelatan Asian Games2018 telah usai. Namun spiritnya tetap hidup di tengah masyarakat tanah air dan Asia. Semua mata publik telah melihat kesuksesan itu. Kiranya, dengan bukti nyata itu, publik tak perlu terpancing berbagai virus politik nyinyir. Kalau termakan virus itu bisa merusak akal sehat. Bisa-bisa anda pasang celana di kepala, lho...
Heu heu heu!
Tetap bangga Indonesia!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews