Sejak semula kemunculan ide ini di akun Twitter pribadi Mardani Ali Sera pada 29 Maret 2018, Tagar 2019 Ganti Presiden memang tidak menampilkan sosok presiden. Pokoknya 2019 ganti presiden, habis perkara. Siapa bakal presidennya? Ga Tau...
Gagasan Mardani Ali Sera Presiden Partai Keadilan Sejahtera itu kemudian menggelinding menjadi gerakan politik yang digulirkan artis Neno Warisman dan musisi Ahmad Dhani dari panggung ke panggung yang mereka sebut, Deklarasi #2019GantiPresiden. Awalnya gerakan ini seolah menjadi gerakan dari PKS dan Partai Gerindra.
Pidatonya? Dari soal isu LGBT – yang ditujukan Neno pada Menteri Agama RI namun malah bergulir di medsos menjadi gunjingan parah anak lelaki capres Gerindra Prabowo di Amerika yang diberitakan gay – sampai isu emak-emak. Dari harga telor sampai berbagai “borok” pemerintahan Jokowi, soal pinjaman pemerintah, kriminalisasi ulama, sampai...... doa yang dibacakan seseorang pada para jemaah saat menjalankan ibadah haji di Tanah Suci.
Peran mantan artis remaja, Neno Warisman, serta musisi Ahmad Dhani eks grup pujaan remaja 90-an Dewa 98 tentu saja besar dalam menggulirkan gerakan bola liar yang setiap saat menggerus kredibilitas Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya.
Neno seolah kini mendapat panggung, setelah dulu semasa remaja sering manggung untuk publik Gelanggang Remaja di Jakarta dengan bacaan deklamasinya. Sementara, Ahmad Dhani, sejak dulu dikenal serba bisa di dunia musik – baik mencipta lagu, menggarap musisi, sampai menyanyikan sendiri ciptaannya. Dhani sudah sejak dulu lebih populer di kalangan kaum muda ketimbang pemimpin partai politik yang memanfaatkannya.
Padahal Mardani pada awalnya ketika membuat tagar, mengaku hanya meniru kesuksesan pemain Liverpool, Mohammed Salah. Dan Mardani juga menyebut bahwa tagar ini merupakan antitesis dari kampanye pendukung Joko Widodo, yang membeberkan cerita-cerita sukses Presiden RI yang ke-7 ini di medsos.
Lalu siapa saja figur di balik Tagar 2019 Ganti Presiden yang kini seolah jadi bola liar terhadap pemerintahan Jokowi? Semua jelas terlihat dalam videoklip lagu #2019GantiPresiden yang diolah di studio oleh Ahmad Dhani. Dalam video klip itu ada vokalis Neno Warisman, Ahmad Dhani dan juga suara yang tak perlu merdu dari tokoh-tokoh politik Amien Rais, Mardani Ali Sera, atau teriakan nyanyi Fadli Zon.
Yang penting, kata mereka dalam lagu: “2019 Ganti Presiden... Dulu kami hidup tak susah, mencari kerja sangat mudah. Kini pengangguran, semakin banyak nggak karuan. Sepuluh juta lapangan kerja, tetapi bukan untuk kita.”
Atau, “Di sana-sini orang menjerit, harga selangit hidup yang sulit. Sembako naik, listrik naik. Di malam buta, BBM ikut naik. Pajak mencekik, usaha sulit. Tapi korupsi subur, penguasanya makmur...,”
(Lagu #2019GantiPresiden ini di beberapa bagian melodinya, terutama pada refrein, mirip dengan lagu pop terkenal Robbie Williams “A Better Man”. Intro gitar pun boleh dikata mirip).
Nah, khusus tentang lirik “korupsi yang subur” dalam lagu #2019 GantiPresiden ini bisa kontra produktif jika dikaitkan dengan kenyataan bahwa ternyata PKS sendiri didera berbagai kasus korupsi. Tidak hanya menimpa kadernya, akan tetapi juga mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq yang divonis 16 tahun penjara oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta 9 Desember 2013. Lutfi kini menjalani hukumannya di LP Sukamiskin Bandung untuk kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
Belum lama ini, eks Presiden PKS yang juga mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi juga ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus korupsi pelebaran jalan di Gang Nangka Cimanggis, Depok senilai Rp 10 milyar lebih. Dicokoknya Nurmahmudi ini melengkapi sejumlah kasus korupsi yang menimpa elite PKS.
“Saya mencatat sudah 6-7 orang tokoh senior PKS masuk penjara enggak ada yang membela. Harusnya itu dibela atau diberi bantuan hukum,” komentar Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, yang menyayangkan PKS tidak melakukan pembelaan terhadap mantan presiden partainya ini. Fahri sendiri dipecat dari PKS oleh Presiden partainya, Sohibul Iman. (Liputan6.com, 30 Agustus 2018).
Apakah gelindingan bola liar Tagar Ganti Presiden ini efektif? Bisa efektif, bisa juga tidak. Lantaran, setelah menggelinding dan sudah ditetapkan siapa Capres dan Cawapres untuk Pilpres 2019, tagar ini seperti kehilangan tokoh.
Apalagi setelah Prabowo menetapkan Cawapres nya tidak sesuai keinginan PKS. Padahal PKS disebut sebagai mitra abadi Prabowo, pada suatu komentarnya di televisi. Prabowo lebih memilih sesama Gerindra, Sandiaga Uno yang mantan Wagub DKI sebagai cawapres untuk Pilpres 2019.
Padahal, tadinya “harga mati” PKS menyodorkan sembilan nama untuk dipilih salah satunya harus dipilih jadi cawapres Prabowo. (Ada Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, eks Presiden PKS Anis Matta, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Presiden PKS saat ini Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri, eks Menkominfo Tifatul Sembiring, Muzammil Yusuf dan Mardani Ali Sera). Blong, tak dipilih satupun...
Semakin jadi bola liar, setelah anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Habiburokhman mengatakan bahwa gerakan #2019GantiPresiden tidak bisa masuk dalam koalisi. “Namun penggagas dan orang-orang dalam gerakan sosial ini jika ingin mendukung capres dan cawapres yang diusung oleh koalisi, tentu kami senang sekali. Kami kan mencari konstituen,” kata Habiburokhman. (Tempo, Jumat 31 Agustus 2018).
Ketika awal bergulir, respon tagar Ganti Presiden ini mampu menggerakkan secara luas minat orang untuk menggunakan tagar dalam berbagai kesempatan. Maklum, segala hal yang jadi trending topic akan laku dijual. Ada yang mencetaknya dalam kaos (dijual online, dan bahkan diproduksi cukup banyak dalam berbagai kesempatan orasi tagar Ganti Presiden).
Ada yang malah melekatkan sebagai label, pada rombongan jemaah ibadah haji. Kaus pun dikibarkan dalam perjalanan berhaji. Dan respon cukup banyak, dalam artian pidato Neno berhasil mengerahkan massa untuk deklarasi tagar Ganti Presidennya.
Meski demikian, penolakan pun tak kurang banyak terjadi. Seperti terjadi di Batam (29 Juni 2018), pada lewat tengah malam massa pun menolak kedatangan Neno Warisman dan rombongan di Bandara Hang Nadim. Sempat tertahan enam jam, walau kemudian Neno berhasil mendeklarasikan Tagar Ganti Presiden di Masjid Raya Batam. Ahmad Dhani juga pernah mengalami penolakan di kampungnya sendiri, di Surabaya.
Terakhir penolakan di Pekanbaru, Kepulauan Riau Sabtu (25/8) silam. Neno kembali dihadang masa setiba di bandara Sultan Syarif Kasim II Pekan Baru, malam itu. Neno bahkan dikembalikan aparat keamanan ke Jakarta, dan kemudian terjadi insiden “Neno curhat soal penghadangannya di mikrofon Public Address di pesawat Lion Air” yang menyebabkan pilot, ko-pilot dan lima awak pesawat di-grounded. Tak boleh terbang lagi, dan bahkan pilot serta ko-pilot terancam kehilangan lisensi terbangnya...
Dari fakta bahwa Gerindra ternyata tak memilih satupun dari sembilan nama yang diusulkan sebagai bakal Cawapres pada Pilpres 2019 nanti untuk mendampingi Prabowo. Dan juga bahwa sebagai gerakan politik, #2019GantiPresiden tak bisa jadi koalisi Capres Prabowo-Cawapres Sandiaga Uno, maka guliran gerakan politik #2019GantiPresiden pun menjadi guliran bola liar yang siap menjebol gawang yang dijaga Jokowi. Siapapun bisa memanfaatkan bola liar ini, untuk menjatuhkan reputasi Jokowi dan menggerus kredibilitas pemerintahannya.
Siapa sebenarnya Capres dari #2019GantiPresiden ini? Tidak ada. Kalau toh diadakan, yang pasti bukan Jokowi dan Cawapresnya Ma’ruf Amien. Yang diuntungkan oleh gerakan ini tentunya Prabowo dan Sandiaga Uno. Walaupun, jika Prabowo-Sandiaga Uno sudah menang Pilpres pun – belum tentu gerakan ini akan terus mendukungnya.
Gerakan ini memiliki agenda mereka sendiri, yang belum jelas-jelas diungkapkan. Akan tetapi sudah mulai terlihat, dari konten pidato yang diungkapkan Neno Warisman dalam setiap orasi #2019GantiPresiden di berbagai kesempatan.
Tujuan gerakan politik ini jelas – Jokowi harus jatuh...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews