Tentang Fenomena Sindir dan Nyinyir dalam Jagat Politik Indonesia

Kamis, 6 September 2018 | 21:48 WIB
0
1024
Tentang Fenomena Sindir dan Nyinyir dalam Jagat Politik Indonesia

Artikel PepNews ini berwarna-warni. Ada yang kritis terhadap pemerintah, ada yang mati-matian bela pemerintah, ada yang berada di tengah- tengah dengan gaya sentil sana sentil sini. Saya pikir, pikiran penulis menjadi terbuka. Ada banyak penulis dengan latar belakang profesi menuangkan pikiran lewat platform dengan prinsip “interpretative Journalism” ini.

Pada intinya PepNews mengusung tagline "Ga Penting Tetapi perlu” mungkin sebetulnya mirip-mirip Tempo dengan  motto Enak di baca dan perlu. Nah berdasarkan tagline itu saya ingin menulis tidak penting amat sih tetapi pembaca pasti selalu dengar tentang kata "Nyinyir". Sejak media sosial amat akrab di telinga dan selalu penuh komentar-komentar beragam kata nyinyir hampir selalu terucap.

Sebenarnya menurut kamus "Nyinyir" itu apa sih? Lalu bila di telaah bedanya apa dengan Menyindir, atau sindir atau lebih jelasnya sindirian. Bukannya dalam pergaulan menyindir itu hal biasa, bahkan terasa garing jika ngobrol hanya lurus-lurus saja.

Sesekali membully- sesekali menyindir khan akirnya muncul emosi, muncul reaksi. Bagi yang biasa tersindir mungkin ia sudah kenyang dan cuek dengan sindiran dari teman-temannya. Tetapi bagi yang tidak terbiasa disindir, ya pasti emosilah. Kalau perempuan biasanya ditumpahkan dengan menangis sesenggukan.

Akibat sindiran antar teman bisa menyebabkan kasus fatal yaitu saling bunuh. Tetapi amit-amitlah harus dihindari agar tidak terjadi kasus fatal seperti ini. Hati-hati menyindir orang dengan menyinggung masalah orang tua atau masalah suku, ras dan agama bisa fatal akibatnya. Gara-gara menyindir orang menjadi korban pengeroyokan, persekusi.

Sindiran itu bukan hanya lewat kata-kata tetapi bisa juga dengan bahasa gambar. Menurut Kamus KBBI kata sindir adalah: ejekan, celaan, mengata-ngatai (seseorang), tetapi perkataan itu ditujukan ke orang lain. Sedangkan menyindir bisa dikatakan mengritik (mencela, mengejek, mengata-ngatai) seseorang secara tidak langsung.

Lalu apa arti Nyinyir yang sering muncul kala media sosial sedang menyoroti perdebatan antara kampret dan Kecebong ( istilah poluler untuk menamai pendukung presiden petahana dan pendukung Prabowo Subianto). Kata- kata nyinyir itu selalu hadir. Konotasi nyinyir itu adalah mengulang- ngulang kata- tidak senonoh dengan berulang-ulang.

Kamus KBBI mengatakan bahwa nyinyir adalah mengulang-ngulang kata atau perintah: Kata kata seperti Oh dasar Kampret, Kaum bumi datar…" sedangkan kubu Kampret mengatakan "Yahh..  dasar  cebong, Kaum serbet pro aseng, asing."  Dari perkataan itu berkembang menjadi banyak kata sindiran. Dan karena berulang-ulang disebutkan maka muncullah istilah nyinyir.

Tidak terasa artikel-artikel di blog kalau ditelaah dalam-dalam banyak muncul kata-kata nyinyir.

Selain kritikan, Kenyinyiran juga terasa di artikel yang berisi opini pribadi. Menurut interpretasi masing- masing dan kecenderungan pemihakan seorang penulis. Dan sering muncul juga komentar nyinyir dari akun tidak jelas dengan mengulang-ngulang sampai bosan membacanya.

Bagi yang emosian, kata-kata nyinyir itu tentu mengganggu, menyebalkan dan bikin muak, tapi seorang penulis akhirnya tetap harus menahan diri supaya tidak muncul perang komentar yang ngeri-ngeri sedap.

Okelah kalau begitu rasanya itu saja yang ingin penulis bahas, tidak penting amat sih tetapi bolehlah anda para pembaca mengangguk-angguk bahwa media sosial memang menjadi sarana tepat untuk saling menyindir, saling nyinyir, terutama bila menyangkut ideologi, politik yang sensitif bila dibicarakan.

Baru baru ini ketika pujian  bertubi-tubi datang saat seremoni pembukaan ASIAN Games yang memukau, tetap ada suara nyinyir dari penduduk negeri ini lewat media sosial atau portal berita online yang menyindir tentang peran Presiden Jokowi saat mengendarai motor gede. Dari mulai mengapa harus pakai stuntman, ah pencitraan terus sampai peran gubernur dijadikan sindiran atau ungkapan nyinyir yang mengesalkan dari anak negeri sendiri.

Tagar-tagar di media sosial yang menggerakkan masyarakat untuk membenci presiden, membenci lawan politiknya menjadi aktifitas sehari-hari yang kalau dibaca dan ditanggapi bikin “Capek ati”, “Lelah jiwa”

Ya begitulah kelakuan manusia yang berdosa tetapi tetap merasa paling suci di antara makhluk lain, seperti sayapun yang kelihatannya santun tetapi bisa garang dan bisa membuat seseorang tersedu-sedu gara-gara tulisan saya (atau kenyinyiran saya). Maaf ya … Aku memerlukan kalian untuk menjadi sasaran sindiran.”

Jawaban orang Jogja seperti yang fasih dilafalkan Butet atau Djaduk. “Asuok”

Lalu sindir dan nyinyir apa bedanya… pikir sendiri ah masak diajari… Hehehe.

***