Abang Gubernur Syam

Selasa, 4 September 2018 | 09:08 WIB
0
600
Abang Gubernur Syam

Usia kami terpaut 30 tahun. Beliau kelahiran 54. Saya kelahiran 84. Harusnya saya memanggilnya Pak Lung. Tapi dia tak hendak. "Panggil Abang sajalah, biar engkau tak tampak terlalu kecik, aku tak tampak terlalu tuo".

Suatu waktu di malam yang hampir larut, seorang sahabat baik memperkenalkan saya pada beliau. Teman seorang aktivis ini sebelumnya menceritakan sosok beliau yang birokrat karier, mantan buruh tambang batubara di Sawahlunto, sampai sukses menjadi Bupati Kabupaten Siak. Deskripsi sahabat saya itu berhasil meyakinkan saya untuk mau bertemu beliau. Rupanya ini dia Bupati yang sering dicontohkan Ustad Abdul Somad LC, MA, menginisiasi perda zakat.

Bertemulah kami, dia datang dengan mobil Nissan butut, jauh dari apa yang saya bayangkan tentang elit-elit Riau di Jakarta yang biasa saya temui: Land Cruiser atau minimal Fortuner!

Baju putih sederhana, dan jam tangannya saya tahu mereknya, paling banter Rp5 juta. Saya terkesima. Untuk ukuran bupati di Riau, dan tempat kabupaten di mana kebon sawit jutaan hectare, lapangan minyak blok Rokan berada, dia tidak tampil glamour. Dia memilih sederhana. Dia memilih bersahaja. Untuk ukuran jam, bukan Rolex minimal yang Ia pakai.

Tiba tiba saja hati saya tergerak untuk mau membantu beliau. Saya pun bergerilya pada jaringan pribadi saya untuk meyakinkan petinggi partai politik untuk mendukung Ia menjadi Gubernur Riau. Saya lobi 3 partai, lewat jalur yang saya punya, 2 partai berhasil saya insepsi pemikirannya, 1 partai gagal. Padahal saat itu ketua umumnya sudah sepakat, namun gagal dieksekusi di tingkat bawah.

Sementara yang satu lagi ajaib, surat rekomendasi sudah keluar untuk kandidat lain, tapi Tuhan berkata lain, ketua umumnya berhasil kami yakinkan, pilihan itu keliru dan Syamsuar lah yang lebih baik dari itu. Dan ajaib, surat rekomendasi yang sudah dikeluarkan kepada nama lain dibatalkan, rekomendasi diberikan kepada beliau.

Maka lengkaplah parpol pendukung Bang Syam, maka Iapun mendaftar. Dari rantau sesekali saya pulang memberi pelatihan kepada anak muda yang semangat menjadi team Syamsuar. Kemudian Ia resmi mendaftar ke KPU Provinsi Riau dengan moto Untuk Riau Lebih Baik.

Kemudian Ia menang secara spektakuler di hampir seluruh kabupaten kota. Bahkan di Ibu Kota Pekanbaru, Bang Syam mengalahkan Walikota yang juga bertarung ke kursi Gubernur. Pak Syam berhasil mencuri hati masyarakat Riau. Setelah itu kami akrab saja. Semacam teman lama yang sudah lama akrab.

Sampailah suatu hari saya pamit. "Bang Aku nak terjun politik. Maju DPR Riau Dapil 1 Pesisir,Gerindra".

"Baguslah"

"Cocok awak ni Di DPR"

"Awak banyak cakap, becakaplah tentang Riau"

"Awak tak bisa diam, bergeraklah terus untuk Riau"

"Engkau tak pernah berhenti bepikir, pikirkanlah Riau"

"Cocok awakni DPR dari Riau. Kita bangunlah Riau ni, aku di Gubernur, miko di DPR, kerja kita yang benar untuk Riau, bisa kusuruh suruh awakni di Senayan tu nanti," katanya.

Kaget saya beliau bicara begitu. Saya minta didoakan saja, Pak. Sama dibimbing di Riau ini. Sudah lama merantau, banyak yang saya tak tahu.

"Itu mudah, banyak banyak saja turun ke bawah mendengar sebanyak banyaknya masyarakat"

"Nanti akan bisa sendiri,selama kampanye banyak mendengar, selama kerja di DPR banyaklah bicara".

Minggu kemaren saya diundang datang ke resepsi putera beliau. Beliau tampak tergesa gesa.

"Aku nak ke Siak, Pak Cik Aku meninggal"

"Kakak tinggal di sini!"

Di hari yang berbahagia Bang Syam sekaligus berduka. Beliau tak bisa menemani dua mempelai sampai habis kenduri. Harus ke Siak. Takziah. Senyumnya tetap sempurna dengan aura orang baik yang tak bisa disembunyikan.

Selamat punya menantu cantek Pak Syam. Eh bang. Semoga cepat momong cucu. Rumah tangga puteranya sakinah mawaddah warahmah. Untuk (alm) pak ciknya Bang Syam. Semoga bahagia di alam sana. Husnul khatimah.

Merdeka

Allahuakbar.

***