Jimly: Gerakan #2019GantiPresiden Sebar Kebencian pada Jokowi!

Rabu, 29 Agustus 2018 | 06:29 WIB
0
780
Jimly: Gerakan #2019GantiPresiden Sebar Kebencian pada Jokowi!

Maraknya penolakan deklarasi #2019Ganti Presiden di beberapa daerah di Indonesia, bisa dijadikan alasan bahwa deklarasi ini berpotensi memecah belah rakyat. Betapa tidak, polarisasi yang terjadi pasca Pilpres 2014, telah memecah rakyat dalam dua kubu yang saling berlawanan, yakni kubu Prabowo dan kubu Jokowi.

Fatalnya, polarisasi ini tidak dihilangkan dengan kesadaran bahwa Pilpres sudah usai, dan segala perbedaan pilihan harus dibuang jauh-jauh. Indonesia sudah memiliki Presiden baru yang secara demokratis dipilih rakyat. Saatnya seluruh komponen bangsa, secara bersama-sama mendukung Presiden terpilih dan kembali bekerja untuk kemajuan bangsa.

Namun, polarisasi yang ada justru terus diberi 'pupuk' untuk kepentingan politik sesaat. Mulai dari Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 hingga Pilkada Serentak 2018, aroma perpecahan seperti dibiarkan mengeluarkan baunya yang menyengat. Proyek politik ini berlanjut hingga muncullah tagar #2019GantiPresiden, sebagai amunisi untuk Pilpres 2019.

Menurut aturan yang ada di dalam pemilu, kampanye #2019GantiPresiden yang dilakukan sejumlah orang, memang dinilai tidak melanggar aturan. Namun, kampanye atau deklarasi tersebut sama saja dengan upaya menyebar kebencian terhadap presiden yang sedang menjabat, yakni Joko Widodo atau Jokowi.

Hal itu, seperti dikatakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie dalam akun Twitter @JimlyAs. Menurut Jimly,  yang dilansir di laman Kompas.com (26/08/2018) gerakan #2019GantiPresiden jelas menyebar kebencian kepada Presiden yang sedang menjabat, karena dilakukan sebelum masa kampanye pilpres yang resmi ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dan, kenyataannya, aktivitas #2019GantiPresiden ini bukan gerakan massa belaka yang tak memiliki kepentingan politik. Gerakan ini, jelas-jelas gerakan politik yang di-support oleh kekuatan partai politik di luar Pemerintahan yang berkuasa, yang juga memiliki agenda dalam kontestasi Pilpres 2019. Secara etika, kubu di luar pemerintahan ini sudah melakukan kampanye Pilpres sebelum waktunya.

Jika ada itikad baik, menurut Jimly, gerakan #2019GantiPresiden ini sebaiknya lebih mempromosikan hal-hal baik dari calon presiden yang diusungnya sebagai lawan Jokowi, bukan justru menjelek-jelekan calon lain yang tidak disukainya.

Kalau muaranya menjelek-jelekan, atau bahkan memfitnah, tentu saja hal itu akan menyakiti dan memprovokasi perasaaan orang-orang yang mendukungnya, sehingga menimbulkan perlawanan.

Pihak pengusung #2019GantiPresiden sepatutnya menggunakan cara yang lebih cerdas dan beretika, yang bisa diterima dua kubu yang berbeda. Bila ingin mengkritik, kritiklah secara benar dengan mengacu sumber data yang bisa dipertanggungjawabkan.

Masyarakat kita sudah lebih cerdas, dan juga dewasa dalam memahami perbedaan pendapat, karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Namun, bukan berarti perbedaan yang ada itu harus dibentur-benturkan, apalagi untuk kepentingan politik sesaat. Kalau ini yang terjadi, artinya demokrasi kita sudah mundur ke belakang.

Sejarah telah mencatat, perpecahan di antara kitalah yang membuat Belanda begitu lama menjajah Tanah Air kita. Namun, ketika benih-benih persatuan itu datang, kemerdekaan pun akhirnya mudah didapat. Kita harus menyadari, dalam keadaan bersatu saja, kita belum tentu bisa menjadikan Indonesia sebagai negara maju, apalagi jika kita terpecah belah.

Janganlah nafsu politik sesaat #2019GantiPresiden harus merusak ikatan kebangsaan yang sudah lama terjalin. Jauhi ego masing-masing, karena sesungguhnya kita semua bersaudara.

***