Masih banyak orang yang tidak paham soal Demo Neno dan ngeyel dengan menyatakan bahwa tidak ada hukum yang dilanggar dengan berlindung pada kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh UUD'45. Memang rodok angel bicara pada orang yang begini tapi saya gembira bahwa justru Sandiaga Uno yang cerdas melihat betapa destruktifnya demonya Neno ini. Sandiaga Uno merasa prihatin dengan kasus gesekan di masyarakat dan berharap agar ini TIDAK TERULANG LAGI.
"Kami surprised. Pemilu seharusnya mempersatukan, bukan memecah belah," katanya.
Sandi berharap agar gerakan ini LEBIH BERFOKUS PADA PROGRAM KERJA yang diusung Prabowo-Sandi.
Sandi juga meminta agar gerakan ganti presiden ini TIDAK MEMAKSAKAN DEKLARASI di lapangan karena itu berpotensi mendatangkan gesekan di masyarakat. Sandi tidak berlindung pada aturan hukum tentang kebebasan mengeluarkan pendapat meski pun ia bisa jika mau. Sandi melihat sesuatu yang lebih penting ketimbang kampanye.
Rasanya kita memang perlu menarik diri sebentar dari suasana kompetitif pilpres ini dan tidak terlalu larut di dalamnya. Walaupun pilpres masih tahun depan tapi hawa panas PERSETERUAN dan PERMUSUHANNYA memang sudah berlangsung sejak lama dan telah mengoyak rasa persaudaraan kita selama ini. Kita terlalu ngotot untuk memenangkan capres pilihan kita dan sudah tidak peduli lagi pada toleransi, tepo sliro, empati, dan kesantunan.
Mari saya beri ilustrasi.
Bayangkan jika ada sekelompok umat beragama yang begitu ngototnya mencintai dan mempromosikan agamanya sehingga terbersit untuk membuat kampanye dengan membuat kaos atau spanduk :
- "Agamaku satu-satunya yang diterima, agama yang lain neraka bagiannya"
- "Tidak beriman seseorang kecuali mengikuti agamaku"
- "Gak ikut agamaku ya kafirlah yaow..."
Apakah ada hukum yang dilanggar oleh kaos atau spanduk ini? Saya rasa tidak ada. Sampek njengking ya gak bakalan ketemu pasalnya.
[caption id="attachment_21365" align="alignleft" width="534"] Sandiaga dan Jokowi (Foto: Liputan6.com)[/caption]
Tapi tulisan ini sungguh menyinggung perasaan orang beragama lain. Kampanye semacam ini sungguh norak, tidak punya toleransi, tidak punya empati, dan juga tidak santun. Kampanye semacam ini jelas merupakan provokasi terbuka yang akan mendatangkan permusuhan dan kebencian dari umat beragama yang lain.
Jangankan begitu. Seandainya ada orang yang saking jengkelnya pada kepolisian atau TNI lalu bikin tagar #2019GantiKapolri dan #2019GantiPanglimaABRI maka tentu tagar ini provokatif dan akan mendatangkan kemarahan dari para polisi dan anggota ABRI. Tidak ada peraturan yang dilanggar dari tagar tersebut dan lagipula Kapolri dan Panglima ABRI memang bisa diganti oleh presiden yang berkuasa di tahun 2019. Tapi tagar ini jelas-jelas provokatif, tidak etis, golek pekoro, dan njaluk diproses.
Bayangkan seandainya Anda berada di tahun 1998 dan Anda berkeliaran memakai kaos dengan tulisan #1998GantiPresiden. Anda tidak akan menjumpai presiden yang ndeso dan sabar pada saat itu. Anda akan berurusan dengan Kopkamtib.
Cekak aos…
Jika Anda memang mencintai Sandiaga Uno maka dengarkanlah pendapatnya. Daripada memprovokasi dan mencari permusuhan mbok ya fokus saja pada kampanye program kerja yang diusung oleh Prabowo-Sandi. Anda ini 'kan jualan.
Jadi, promosikanlah daganganmu dengan menonjolkan kebaikan dan kehebatannya. Tidak perlu menjelek-jelekkan dagangan orang lain. Jangan memprovokasi pihak lain untuk marah karena itu sungguh memecah belah dan membahayakan ketahanan bangsa dan negara.
Mari kita fastabikhul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan.
***
Surabaya, 28 Agustus 2018
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews