Mendadak Saya Menyukai Rocky Gerung

Minggu, 26 Agustus 2018 | 18:49 WIB
0
1102
Mendadak Saya Menyukai Rocky Gerung

Ternyata saya masih jadi korban dari perilaku sendiri yang suka menonton sesuatu setengah-setengah. Sejak mengenal nama Rocky Gerung sebagai orang yang suka mengkritik pemerintahan Joko Widodo, saya selalu anti mendengar argumen dosen yang katanya mengajar di Universitas Indonesia ini. Setiap kali tampil di acara  Indonesia Lawyer Club (ILC) saya selalu bertanya-tanya kenapa seorang Karni  Ilyas masih saja mengundang bapak yang satu ini.

Sumpah dah! Belum pernah saya mendengar secara utuh argumen pria yang namanya mulai mashur sejak rutin tampil di ILC ini. Bayangkan, bagaimana mungkin saya bisa membenci seseorang tanpa mengenalnya secara utuh, atau minimal mengenali jalan pikirannya lebih dulu sebelum alergi dan sibuk menghakiminya.

Sudahlah, siapa sih yang gak kenal dengan Rocky Gerung, bahkan dalam salah satu pembukaan acara ILC, Karni  Ilyas pernah menyatakann "No Rocky No Party."

Komentarnya terhadap pemerintah memang selalu pedas, terutama pada presiden Joko Widodo. Bahkan dia dikenal sebagai sosok yang paling bisa membuat "kaum cebong" (julukan untuk pendukung Joko Widodo) kepanasan. Hahaha.

Yang terbaru adalah soal statusnya di Twitter yang hanya berjumlah dua kata, namun mampu membuat pihak oposisi bersorak, sementara para pendukung pemerintah mendidih ubun-ubunnya. Status itu berbunyi,"boneka terbang."

Saya yakin, dan semua orangpun tahu bahwa dua kalimat tersebut diarahkan pada Presiden Joko Widodo yang dalam pembukaan Asean Games 2018 tampil memukau dengan aksi sepeda motornya. Bagaimana tidak, Jokowi terbang dengan motor gede alias moge yang dikendarainya (walaupun memakai tenaga stuntman).

Belakangan saya mulai menyukai Rocky Gerung, bukan karena saya kecewa pada Jokowi yang batal memilih Mahfud MD sebagai wakil presiden pada pilpres 2019, sekali lagi bukan karena itu. Saya mulai menyukainya justru saat saya mulai belajar mendengarkan semua isi argumennya dengan lengkap.

Aduh jangan-jangan selama ini saya terlalu mudah untuk tidak menyukai seseorang. Tepatlah apa yang dikatakan Abraham Lincoln,"Aku Tidak Suka Orang Itu, maka Aku Harus Mengenalnya Dengan Lebih Baik."

Saya ingat banget, pernah saya membuat sebuah status di facebook yang menentang pernyataan Rocky Gerung di ILC yang menyebut bahwa kitab suci adalah fiksi. Jujur saya waktu itu tidak menonton ILC, saya hanya lihat berita dan status teman-teman yang heboh dengan pernyataan Rocky Gerung tersebut.

Namun setelah saya tonton secara utuh pernyataannya di Youtube ternyata saya keliru. Makna pernyataan Rocky Gerung bukanlah mensejajarkan agama dengan novel atau dongeng, dia tak menyebut agama itu fiktif, melainkan agama mempunyai unsur fiksi. Di mana fiksi sendiri memiliki fungsi membangkitkan imajinasi, dan dalam agama hal tersebut bisa disebut dengan iman atau keyakinan.

Maka layaklah saya meminta ampun pada yang kuasa karena sudah menghakimi orang lain dengan ketidaktahuan saya. Maka sayapun mulai menonton semua argumen Rocky Gerung saat tampil di ILC. Saya penasaran bagaimana awalnya orang ini bisa sering diundang oleh Karni Ilyas di acaranya.

Oleh karena itu sayapun mencari video perdana saat Rocky Gerung tampil di ILC. Saat itu temanya adalah "Hoax vs Kebebasan Berpendapat". Dan tidak mengecewakan, ternyata penampilan perdananya di ILC sangat apik, dia menjadi bintang malam itu dengan argumennya yang tak terlalu panjang. Karni Ilyas sendiri mengundang Rocky Gerung karena membaca tulisannya dan Rocky diperkenalkan sebagai  pengamat politik dan peneliti di Perhimpunan Pendidikan Demokrasi.

Kalimatnya yang selalu saya ingat dari penampilan pertamanya di ILC ini adalah "Pembuat hoax terbaik adalah penguasa karena mereka memiliki seluruh peralatan untuk berbohong. Intelejen dia punya, media dia punya, statistik dia punya. Hanya pemerintah yang mampu berbohong secara sempurna." Saya terhenyak dengan pernyataannya yang telat saya tonton ini.

Karena kalaupun pemerintah sekarang tak melakukan hal itu, dua buah novel berjudul 1984 dan Animal Farm yang ditulis oleh George Orwell menggambarkan bahwa hal tersebut sangat berpotensi dilakukan oleh penguasa. Dan itu memang mengerikan sekali, saya bisa mengimajinasikan pernyataan Rocky Gerung, terlebih karena saya sudah membaca dua buah novel yang saya sebutkan sebelumnya.

Sekarang saya jadi paham, kenapa Karni Ilyas selalu mengundang sosok yang memiliki latar belakang filsafat ini. Berikut beberapa hal yang membuat saya mendadak menyukai Rocky Gerung dan saya pikir ini juga yang menjadi alasan Presiden ILC Karni Ilyas sering mengundangnya ke TVOne.

Rocky Gerung menurut saya adalah orang yang berani berpendapat. Dia tidak peduli kalau pernyataannya akan ditentang orang banyak. Lalu apakah saya juga akan berniat menyukai  Fadli Zon dan Fahri Hamzah? Bukankah mereka berdua juga sering melontarkan pernyataan keras pada pemerintah? Jawabannya gak ada niat sama sekali bos haha.

Saya menyukai Rocky Gerung bukan sebagai sosok, tapi sebagai sebuah argumen. Saya punya alasan untuk jadi haters-nya karena saya pendukung Jokowi, tapi Rocky Gerung punya argumen yang menghibur, mencerahkan, dan kritis dibalik kritiknya terhadap pemerintahan Jokowi.

Argumennya yang kuat menjadi pemakluman yang kalau dipikir-pikir tak sepenuhnya salah. Soal kritik terhadapnya karena seorang akademisi namun tidak seimbang dalam menilai kinerja pemerintah, saya pikir jawabannya ada dalam pertanyaannya pada pengkritiknya ketika tampil di ILC, "Apakah penilaian yang seimbang itu harus pro pada pemerintah Jokowi?"

Argumen yang terkadang masuk akal untuk dicerna itulah yang belum saya dapatkan dari dua pimpinan DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Atau mungkin saya telah kembali pada kesalahan saya di atas, saya tak menyukai Fadli Zon dan Fahri Hamzah karena saya memang belum pernah mendengar argumen mereka secara utuh, saya belum mengenali jalan pikiran mereka. Nantilah kalau saya niat dan punya waktu, saya akan buka Youtube dan mendengar cuap-cuap mereka.

Rocky Gerung menurut saya unik dan memiliki pikiran yang orisinil dalam mengkritik. Dia peka terhadap kata, dan saat lawan melontarkan kalimatnya, dia akan mencari sepatah dua patah kata yang bisa dieksplore untuk menyerang balik lawannya itu.

Misalnya saat Jokowi menyatakan bahwa buku Jokowi Undercover tidak ilmiah. Rocky Gerung langsung mendebat apakah Jokowi dan jajarannya dosen atau rektor? Bukankah yang berhak menyatakan sesuatu itu ilmiah atau bukan adalah kampus?

Disinilah Rocky Gerung gemar bermain-main, dia lihai memainkan kata dengan logis. Sampai di sini saja pujian saya untuk Rocky Gerung. Saya membatasi diri karena saya tak mau disebut penggemarnya.

Ini menjadi pelajaran buat saya agar tak mudah melakukan penilaian pada sesuatu yang tak saya dengar secara utuh. Karena saat menilai sesuatu saya harus memaknainya, padahal makna lahir dari sebuah konten dan konteks, lalu bagaimana mungkin saya dapat melakukan penilaian secara benar jika tak mendengarkan sesuatu itu secara lengkap.

Saya harap ini juga bisa menjadi pelajaran untuk teman-teman yang membaca tulisan ini.

Tapi ngomong-ngomong Rocky Gerung adalah sosok yang menarik argumennya untuk didengarkan di meja diskusi.

***

Bandung, 25 Agustus 2018