Online Single Submission atau OSS, Akankah Jadi Blunder?

Sabtu, 25 Agustus 2018 | 15:58 WIB
0
880
Online Single Submission atau OSS, Akankah Jadi Blunder?

“Panggil programmer, 2 minggu beres.” Jokowi, pada debat capres 2014.

Pemerintah meluncurkan Online Single Submission (OSS), sebuah sistem pelayanan perizinan usaha bisnis. Semua perizinan tidak lagi dilayani di BKPM maupun BKPMD, tapi melalui sistem ini, yang dikelola oleh Kemenko Perekonomian. Niatnya bagus, memangkas jalur birokrasi perizinan yang panjang, serta mengintegrasikannya dalam satu sistem. Potensi hambatannya, simplifikasi yang berlebihan.

Saya bayangkan ketika membuat sistem ini cara pandangnya adalah seperti ucapan Jokowi pada debat capres 2014 yang saya kutip di atas. Seakan semua bisa diselesaikan dengan program komputer.

No, Mr. President!

Komputer itu benda paling pintar, sekaligus paling tolol. Program hanyalah ekspresi logika manusia. Ketika dunia nyata yang hendak diekspresikan dengan algortima komputer ternyata tidak logis, komputer akan semaput. Ini sepertinya tidak dipahami Jokowi.

Sistem ini secara ambisius memperkenalkan NIB (Nomor Induk Berusaha) sebagai identitas tunggal (tapi kok ya masih ada NPWP) perusahaan. Dengan NIB ini, Nomor Induk Kepabeanan (NIK) akan ditiadakan.

Ringkasnya, sistem yang ada di BKPM akan diintegrasikan dengan sistem Kepabeanan di Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Mungkinkah?

Berdasar pengalaman saya, akan banyak tabrakan kalau kedua sistem disatukan. Apalagi kemudian ini dikelola oleh Kemenko Perekonomian yang selama ini tidak berpengalaman mengelola urusan teknis.

Tadi siang saya rapat dengan para manager GA. Saya mendengar berbagai masalah yang mereka hadapi. Misalnya, KLBI yang belum sinkron, membuat error pada saat aplikasi. Perusahaan trading sudah ada yang teriak karena NIB mereka ternyata tidak dikenali di sistem Bea Cukai. Pasalnya? Kemungkinan belum online antara OSS dengan DJBC.

Niat bagus, tapi hasilnya mungkin tidak akan bagus, karena ada simplifikasi, dan ada target kejar tayang. Semoga saya salah. Sebagai pekerja industri saya berharap sistem ini jalan.

***