Emak-emak, sekali lagi, tidak bisa dianggap remeh. Ia potensial pendulang suara pada Pilpres 2019 nanti. "Titah" emak-emak bisa bikin takluk suami, anak-anak, teteh, aa, dan seterusnya. Untuk itulah mengapa emak-emak menjadi rebutan.
Sandiaga Uno yang cawapres Prabowo buru-buru mendekati emak-emak dan bahkan mengklaim emak-emak menjadi bagian Prabowo-Sandiaga, meski di survey Denny JA tempo hari, emak-emak ternyata lebih mendukung pasangan Jokowi dan Ma'ruf Amin, 50 persen berbanding 30 persen dengan sisanya belum menentukan sikap.
Ida Fauziah, cawagub Jateng yang berpasangan dengan Sudirman Said, mendeklarasikan relawan emak-emak. Ida harus pisah sampan dengan Sudirman karena mendukung Jokowi, sedang Sudirman jadi tim kampanye Prabowo.
Perpolitikan negeri ini memang unik atau cenderung aneh. Jenis kelaminnya tidak jelas, cenderung menganut sex bebas. Maksudnya ideologi partai bukan suatu yang prinsip, partai-partai bebas bergaul dan menjalin hubungan untuk berkoalisi. Sekat-sekat ideologi begitu mencair karena ada kesamaan kepentingan, yaitu untuk berkuasa atau merebut jabatan.
Mereka yang awalnya terkesan bermusuhan atau ada perbedaan prinsip ideologi bisa menjalin hubungan atau koalisi untuk kekuasaan. Atau yang awalnya mesra bisa berubah menjadi lawan politik juga karena perbedaan kepentingan. Memang takdir politikus harus seperti itu, harus bisa seperti bunglon.
Seperti dalam pilkada serentak yang beberapa bulan lalu, mereka bisa berkoalisi untuk pilkada, tetapi dalam pilpres mereka berganti formasi atau pasangan. Dalam pilkada mereka bersatu dalam koalisi, tetapi dalam pilpres mereka berpisah dan menjadi lawan politik.
Inilah terjadi kawin campur dalam politik. Dalam pilkada mereka ijab qobul, tetapi dalam pilpres mereka menjatuhkan talak tilu (tiga).
Seperti yang terjadi dalam pilkada Jawa Tengah beberapa bulan lalu.
Pasangan Sudirman Said dan Ida Fauziah dalam Pilkada Jawa Tengah melakukan Ijab Qobul untuk maju dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Tetapi dalam pilpres mereka berpisah untuk mendukung capres dan cawapres masing-masing. Bahkan pasangan ini dalam pilkada memperoleh suara yang cukup banyak, yaitu 41% suara, yang sebelumnya diremehkan banyak lembaga survei. Tetapi dalam pilpres mereka talak tilu atau berpisah baik-baik.
Padahal patut diduga perolehan suara dalam pilkada Jawa Tengah untuk pasangan Sudirman Said dan Ida Fauziah adalah suara dari PKB atau sebagian warga Nahdliyin.
Nah, kalau dalam pilpres mereka berpisah, tentu banyak masyarakat yang kemarin memilih pasangan tersebut, maka pada pilpres nanti suaranya tidak utuh lagi dan akan terpecah. Apalagi Jawa Tengah terkenal dengan kandang Banteng yang cenderung akan memilih pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
Dan pada pilpres 2014, Joko Widodo hampir memperoleh 70% suara. Tentu pada pilpres 2019 suaranya harusnya meningkat atau tidak berkurang secara persentase dari pilpres 2014.
Dan kemarin Ida Fauziah mendeklarasikan relawan perempuan atau emak-emak untuk mendukung pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Tentu ini sebagai langkah awal konsoliadasi untuk wilayah di pulau Jawa yang suaranya sangat menentukan kemenangan salah satu kandidat capres dan cawapres.
Dalam pilpres 2019 suara kaum wanita atau emak-emak menjadi rebutan dari kedua pasangan capres dan cawapres. Tetapi benarkah kaum wanita atau emak-emak tertarik dengan kegantengan salah satu kandidat?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews