Baru dilantik Presiden Joko Widodo sebagai menteri sosial menggantikan Khofifah Indar Parawansa pada 17 Januari 2018 lalu, Idrus Marham menjadi menteri pertama di kabinet duet Jokowi-Jusuf Kalla yang ditetapkan sebagai tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi.
Melihat perjalanan kariernya, sebagai politikus Idrus sebenarnya ketiban pulung menjadi menterinya Jokowi setelah Khofifah mengundurkan diri karena konsentrasi menghadapi pemilihan gubernur Jawa Timur. Khofifah sendiri berhasil meraih cita-citanya dengan mengandaskan Saifullah Yusuf.
Disebut ketiban pulung alias mendapat jabatan yang tidak disangka-sangka, karena sebagai politikus ia "hanya" dikenal sekadar sebagai "Spesialis Sekjen" saja, sebuah sindiran karena tidak pernah berhasil menjadi ketua umum partai.
Ditetapkan Idrus sebagai tersangka KPK sekaligus pemecah rekor, jelas bukan catatan yang membanggakan bagi pemerintahan Jokowi. Ibarat duri dalam daging, sebab korupsi adalah aib selain juga kejahatan yang termasuk berat kalau tidak mau disebut menjijikkan.
Perlu diuji apakah ditetapkannya Idrus Marham sebagai tersangka akan mengurangi reputasi kabinet Jokowi yang dikenal bersih atau sebaliknya meninggalkan kesan bahwa Jokowi tidak pernah pandang bulu untuk urusan kejahatan. Kalau dijadikan tersangka, ya jadikan saja. Jika vonisnya kelak bersalah dan harus dihukum, ya dihukum saja.
Sama halnya dengan Presiden RI sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono, di mana tercatat enam menterinya juga tersangkut perkara korupsi. SBY cenderung menyilakan KPK atau kejaksaan mengusut tuntas kejahatan korporasi yang dilakukan keenam menterinya tersebut tanpa intervensi dari dirinya.
Sekadar mengingatkan kembali, keenam menteri di kabinet SBY yang menjadi tersangka korupsi adalah Andi Alifian Mallarangeng, Dahlan Iskan, Jero Wacik, Suryadharma Ali, dan Siti Fadilah Supari, dan Patrialis Akbar.
Andi Alifian Mallarangeng menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga pada 22 Oktober 2009 sampai 7 Desember 2012. Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka korupsi proyek pusat olahraga Hambalang Bogor, Jawa Barat. Pengadilan memvonis Mallarangeng hukuman penjara selama empat tahun ditambah denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan pada 15 Oktober 2014.
Dahlan Iskan menjabat Menteri Badan Usaha Milik Negara pada 19 Oktober 2011 sampai 20 Oktober 2014. Sebelumnya ia menjabat Direktur Utama PLN sejak 23 Desember 2009. Ia menjadi terdakwa perkara pelanggaran pidana korupsi pada penjualan aset PT Panca Wira Usaha (PWU), Badan Usaha Milik Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Penjualan terjadi pada tahun 2003 semasa ia menjabat Direktur Utama PT PWU. Dahlan didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada Selasa, 29 November 2016.
Di kabinet SBY, Jero Wacik menjabat dua posisi menteri dalam waktu berbeda, selaku Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pada 21 Oktober 2004 sampai 1 Oktober 2011 dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 19 Oktober 2011 sampai 11 September 2014.
Pengadilan Tipikor Jakarta memvonisnya dengan hukuman pidana penjara empat tahun pada 9 Februari 2016 karena merugikan negara Rp5 miliar. Ia didakwa menggunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi ketika menjabat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (2004-2011) dan Menteri ESDM (2011-2014).
Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman untuk Jero menjadi delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan pada 27 Oktober 2016. Jero juga dijatuhi hukuman tambahan membayar kerugian negara sebesar Rp5,07 miliar.
Suryadharma Ali juga menjabat dua posisi menteri dalam waktu berbeda: Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada 21 Oktober 2004 sampai 1 Oktober 2009 dan Menteri Agama pada 22 Oktober 2009 sampai 28 Mei 2014. Pengadilan TipikorJakarta memvonisnya kurungan enam tahun dan denda Rp300 juta pada 11 Januari 2015.
Suryadharma dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi penyelengaraan haji di Kementerian Agama tahun 2010-2011. Ia mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, namun Pengadilan memperberat hukumannya menjadi sepuluh tahun.
Di kabinet SBY, Siti Fadilah Supari menjabat Menteri Kesehatan pada 21 Oktober 2004 sampai 20 Oktober 2009. Dia tersangkut kasus korupsi pengadaan alat kesehatan untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan dari Dana DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran). KPK menetapkannya sebagai tersangka korupsi alat kesehatan (alkes) buffer stock untuk kejadian luar biasa 2005 pada April 2014 dan ditahan pada 24 Oktober 2016.
Sedangkan Patrialis Akbar menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 22 Oktober 2009 sampai 19 Oktober 2011, kemudian terpilih sebagai hakim konstitusi pada 2013. Patrialis terjaring operasi tangkap tangan KPK di Jakarta pada Rabu, 25 Januari 2017.
Sementara Idrus Marham yang baru ditetapkan sebagai tersangka KPK menjabat kurang lebih 7 bulan menjadi pemecah rekor tersendiri di mana dialah menteri pertama di era Jokowi yang tersangkut korupsi.
"Untuk menjaga kehormatan Bapak Presiden yang selama ini kita kenal sebagai pemimpin yang memiliki reputasi komitmen yang tinggi dalam pemberantasan korupsi di indonesia," kata Idrus usai mengantarkan surat pengunduran diri kepada Jokowi di Jakarta, Jumat 24 Agustus 2018, sebagaimana diberitakan sejumlah media.
Idrus Marham mengakui dirinya menjadi tersangka di KPK untuk kasus dugaan korupsi PLTU Riau-1 yang saat ini tengah disidik KPK. Idrus mengaku menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) dari KPK pada Kamis petang atau sehari sebelum ia mengundurkan diri.
Idrus tercatat beberapa kali diperiksa KPK sebagai saksi terkait kasus kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau, di mana dalam kasus ini KPK telah menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka kasus suap. Eni ditangkap saat berada di rumah Idrus Marham.
Idrus yang juga telah mundur dari kepengurusan Golkar ini diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Fee tersebut diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus. Berita terakhir dari KPK bahkan menyebutkan, Idrus diduga menerima janji 1,5 juta dollar AS.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews