Bapak (Mertua) Saya, Kakak Kelas Jokowi di Kehutanan UGM

Selasa, 7 Agustus 2018 | 16:58 WIB
0
706
Bapak (Mertua) Saya, Kakak Kelas Jokowi di Kehutanan UGM

Pagi ini saya sarapan bareng Bapak Mertua. Tentu ditemani Ibu Mertua, istri saya, dan kedua anak saya. Ada rawon, tahu, tempe, telur dadar, roti bikinan Holland Bakery, sejenis buah mirip apel dari Osaka (Jepang), kurma, dan teh manis hangat di atas meja makan.

Bapak Mertua saya tidak suka kalau saya menyebut beliau sebagai Bapak Mertua saat mengenalkan kepada beberapa teman saya yang sedang main ke rumah. "Panggil Bapak, jangan Bapak Mertua. Karena kamu, kan, sudah menjadi anak saya," ungkapnya.

Bapak saat ini sudah berusia 86 tahun, tepatnya pada 1 Agustus pekan lalu. Tapi beliau masih sangat energik. Masih suka mengurusi tanaman, pergi ke pasar, dan ngobrol dengan anak-anak, cucu-cucu, cicit-cicit, dan mantu-mantunya.

Beliau suka dengan tanaman karena sepanjang hidupnya Bapak selalu berurusan dengan tumbuhan dan pepohonan di dalam hutan. Bapak adalah alumni Fakultas Kehutanan UGM angkatan pertama, satu angkatan dengan mantan Menteri Kehutanan Djamaloedin Soeryohadikoesoemo.

"Dulu Bapak kuliah pakai celana pendek dan berjalan kaki ke kampus. Pilih Fakultas Kehutanan karena dapat beasiswa dan tak mau merepotkan orangtua," katanya mengenang. Bapak tujuh bersaudara, dua laki-laki dan lima perempuan. Ayahnya dulu seorang penghulu. Saudara sepupunya banyak yang jadi tentara dan polisi.

Bapak menjadi ahli pemetaan hutan pertama dan satu-satunya saat itu. Belajarnya khusus di Belanda selama beberapa tahun. Selama kariernya Bapak mengabdi di Perhutani dan kerja berpindah-pindah keliling kepulauan Indonesia, paling lama bertugas di Pulau Kalimantan.

Dalam bekerja Bapak dikenal tegas, disiplin, dan taat menjalankan prosedur peraturan. "Dulu tiap satu pohon yang akan ditebang harus diberi nomor satu per satu. Karena pohon-pohon yang ditebang harus diganti sesuai jumlahnya. Tidak seperti sekarang yang serampangan asal tebang," paparnya.

Karena sikap dan pendiriannya itu ada orang-orang yang "mengisengi" Bapak. Suatu kali Bapak yang berperawakan kurus dan "six pack" tiba-tiba perutnya menjadi "buncit". Tiga dokter ahli angkat tangan. Perut "buncit" Bapak kembali "six pack" setelah "ditangani" seorang pamannya yang dikenal sebagai "orang pintar".

Setelah pensiun dari Perhutani, Bapak pernah menjadi konsultan ahli dan komisaris di beberapa perusahaan kehutanan swasta nasional milik beberapa konglomerat. Sampai akhir tahun 1999 kalau tidak salah.

Ternyata, Bapak bangga sekali dengan Presiden Jokowi. Bukan karena Jokowi itu adik kelasnya di Fakultas Kehutanan UGM. Tapi karena kerja dan kinerjanya. "Menurut saya Jokowi itu presiden hebat. Terutama karena dia membangun Papua," jelas Bapak sembari minum teh manis hangat kesukaannya.

***