Jilbab

Senin, 6 Agustus 2018 | 08:11 WIB
0
711
Jilbab

Hari ini saya ikut kerja bakti di perumahan tempat saya tinggal. Selesai kerja bakti, cangkrukan minum teh, makan gorengan, dan ngobrol sama tetangga tentu menjadi hal wajib. Saat mengobrol itu, saya melihat sekeliling, dan menyadari hal yang bagi saya menarik.

Foto ini saya ambil ketika anak-anak kecil di perumahan sedang bermain. Tertangkap pula di sudut foto ini, sebagian ibu-ibu yang turut kerja bakti. Apa yang menarik?

Anak-anak kecil yang bermain ini, semuanya mengenakan jilbab. Jilbabnya panjang sedada, bahkan sampai perut juga. Hampir sama dengan ibu-ibunya, kebanyakan ibu-ibu mengenakan jilbab panjang yang menutup dada saat kerja bakti.

Ini menarik bagi saya, karena ketika saya seusia anak-anak kecil ini, di lingkungan yang sama, teman-teman perempuan saya tak ada yang mengenakan jilbab saat bermain. Hanya ketika mengikuti kelas mengaji saya melihat mereka berjilbab, itu juga jilbab setelan baju muslim yang dikenakan. Bukan jilbab panjang seperti yang dipakai anak-anak ini.

Saya juga baru beberapa tahun terakhir ini melihat jilbab panjang menjadi pakaian kerja bakti. Dulu, lebih banyak saya lihat ibu-ibu pakai baju rumahan biasa untuk ikut kerja bakti. Yang berjilbab pun, biasanya mengenakan jilbab yang pendek.

Ya, saat ini, bukan hal yang asing melihat jilbab panjang jadi pakaian sehari-hari. Kalau dulu, jarang kita lihat anak kecil main sama temen-temennya pakai jilbab, sekarang malah lebih banyak kita temui yang pakai jilbab. Ibu-ibu dulu me-reserve jilbab panjangnya buat pengajian, sekarang bahkan kerja bakti saja berjilbab. Pasti nggak cuma di tempat saya hal ini terjadi.

Ada yang langsung mengagung-agungkan ini sebagai "Alhamdulillah, sudah dapat hidayah, semoga istiqamah," dan sederet pujian-pujian lain disertai berbagai dalil, dan tak jarang pula jadi nyinyir, provokasi bagi muslimah yang tidak berkerudung.

Ada juga yang komentar "Nggak perlu, nanti nggak bisa kerja, mempersulit diri sendiri," dan lainnya, yang tak jarang juga jadi nyinyir ke jilbab itu sendiri.

Saya memilih melihat ini sebagai tren baru. Bahwa sekarang bahkan sejak anak-anak, sudah mulai pakai jilbab.

Mengikuti itu, muncul tren jilbab bisa jadi bagian dari pakaian sehari-hari. Dan pinternya orang Indonesia, mereka memodifikasi berbagai hal dalam pakaiannya untuk tetap bisa beraktivitas.

Saya lihat anak-anak itu ceria bermain, tanpa ada restriksi pada gerakannya. Ibu-ibu semangat menyapu dan melakukan kerja bakti, jilbabnya panjang namun somehow mereka bisa melakukan berbagai pekerjaan yang saya kira bakal sulit.

Berjilbab atau nggak, menjadi keputusan pribadi. Saya rasa nyinyirin orang berjilbab atau tidak, mendakwahi habis-habisan dengan dalil sampai bikin eneg, atau manas-manasi yang berjilbab sampai dia sumpek, atau mengagung-agungkan orang berjilbab sampai seolah-olah dia paling bener, bukan merupakan hal yang tepat. Sekarang, mari kita nikmati dan apresiasi hasil kreativitas emak-emak Indonesia yang bisa membuat jilbab jadi pakaian yang fleksibel.

Yang jelas, kalau pakaian bapak-bapaknya tetap saja sama dari dulu hingga sekarang. Kebanyakan pakai kaos oblong atau t-shirt dan celana pendek, beberapa ditambah topi. Cuma saya yang kerja bakti pakai kaos polo TurnBackHoax dan celana training panjang. Lah, masa' saya kerja bakti pakai setelan jas?