Hari ini saya ikut kerja bakti di perumahan tempat saya tinggal. Selesai kerja bakti, cangkrukan minum teh, makan gorengan, dan ngobrol sama tetangga tentu menjadi hal wajib. Saat mengobrol itu, saya melihat sekeliling, dan menyadari hal yang bagi saya menarik.
Foto ini saya ambil ketika anak-anak kecil di perumahan sedang bermain. Tertangkap pula di sudut foto ini, sebagian ibu-ibu yang turut kerja bakti. Apa yang menarik?
Anak-anak kecil yang bermain ini, semuanya mengenakan jilbab. Jilbabnya panjang sedada, bahkan sampai perut juga. Hampir sama dengan ibu-ibunya, kebanyakan ibu-ibu mengenakan jilbab panjang yang menutup dada saat kerja bakti.
Ini menarik bagi saya, karena ketika saya seusia anak-anak kecil ini, di lingkungan yang sama, teman-teman perempuan saya tak ada yang mengenakan jilbab saat bermain. Hanya ketika mengikuti kelas mengaji saya melihat mereka berjilbab, itu juga jilbab setelan baju muslim yang dikenakan. Bukan jilbab panjang seperti yang dipakai anak-anak ini.
Saya juga baru beberapa tahun terakhir ini melihat jilbab panjang menjadi pakaian kerja bakti. Dulu, lebih banyak saya lihat ibu-ibu pakai baju rumahan biasa untuk ikut kerja bakti. Yang berjilbab pun, biasanya mengenakan jilbab yang pendek.
Ya, saat ini, bukan hal yang asing melihat jilbab panjang jadi pakaian sehari-hari. Kalau dulu, jarang kita lihat anak kecil main sama temen-temennya pakai jilbab, sekarang malah lebih banyak kita temui yang pakai jilbab. Ibu-ibu dulu me-reserve jilbab panjangnya buat pengajian, sekarang bahkan kerja bakti saja berjilbab. Pasti nggak cuma di tempat saya hal ini terjadi.
Ada yang langsung mengagung-agungkan ini sebagai "Alhamdulillah, sudah dapat hidayah, semoga istiqamah," dan sederet pujian-pujian lain disertai berbagai dalil, dan tak jarang pula jadi nyinyir, provokasi bagi muslimah yang tidak berkerudung.
Ada juga yang komentar "Nggak perlu, nanti nggak bisa kerja, mempersulit diri sendiri," dan lainnya, yang tak jarang juga jadi nyinyir ke jilbab itu sendiri.
Saya memilih melihat ini sebagai tren baru. Bahwa sekarang bahkan sejak anak-anak, sudah mulai pakai jilbab.
Mengikuti itu, muncul tren jilbab bisa jadi bagian dari pakaian sehari-hari. Dan pinternya orang Indonesia, mereka memodifikasi berbagai hal dalam pakaiannya untuk tetap bisa beraktivitas.
Saya lihat anak-anak itu ceria bermain, tanpa ada restriksi pada gerakannya. Ibu-ibu semangat menyapu dan melakukan kerja bakti, jilbabnya panjang namun somehow mereka bisa melakukan berbagai pekerjaan yang saya kira bakal sulit.
Berjilbab atau nggak, menjadi keputusan pribadi. Saya rasa nyinyirin orang berjilbab atau tidak, mendakwahi habis-habisan dengan dalil sampai bikin eneg, atau manas-manasi yang berjilbab sampai dia sumpek, atau mengagung-agungkan orang berjilbab sampai seolah-olah dia paling bener, bukan merupakan hal yang tepat. Sekarang, mari kita nikmati dan apresiasi hasil kreativitas emak-emak Indonesia yang bisa membuat jilbab jadi pakaian yang fleksibel.
Yang jelas, kalau pakaian bapak-bapaknya tetap saja sama dari dulu hingga sekarang. Kebanyakan pakai kaos oblong atau t-shirt dan celana pendek, beberapa ditambah topi. Cuma saya yang kerja bakti pakai kaos polo TurnBackHoax dan celana training panjang. Lah, masa' saya kerja bakti pakai setelan jas?
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews