Dua atau tiga hari lalu seorang teman di Solo mengunggah foto yang katanya suasana sekitar jam 6-7 pagi di depan sebuah hotel Solo. Tampak ada beberapa orang dengan seragam biru muda. Semuanya bermata sipit.
Entah dia sedang menyelidiki atau hanya numpang lewat hotel itu. Yang jelas kawan ini saya tengarai memang gemar mencari-cari kesalahan pemerintah saat ini melalui hal-hal kecil seperti gambar yang diunggah itu. Intinya dengan foto itu dia lagi menggoreng isu TKA China.
Isu ini salah satu yang digoreng kelompok anti pemerintah, kadang jadi satu sama isu komunisme dan PKI atau berdiri sendiri. Isu ini terus digoreng di samping isu lain seperti harga “berbagai” kebutuhan pokok yang katanya terus naik tak terjangkau, isu utang pemerintah dan isu penjualan aset negara. Narasi diulang-ulang dengan berbagai versi.
Singkat kata, mengalirlah gelombang komen di bawah foto yang diunggahnya. Komen-komen penuh kebencian terhadap pemerintah yang membiarkan ada orang China bekerja di Indonesia. Mereka menggunjingkan hal yang belum tentu kebenarannya berapi-api. Mungkin saat menulis komentar di lapak kawan saya itu keluar asap dari telinga dan hidung mereka saking terprovokasi.
Apakah benar ada TKA China di Indonesia dan Solo?
Ya, memang ada. Sejak dulu juga sudah ada. Mereka bekerja di sejumlah proyek yang pemborongnya memang kontraktor China. Kontraktor China ada yang menggunakan tenaga Indonesia, ada yang menggunakan tenaga yang dibawa dari China.
Mengapa pengusaha memilih kontraktor China yang mempekerjakan tenaga China?
Saya pernah tanyakan ini kepada kawan saya, seorang kontraktor lokal. Jawabannya karena tenaga asing itu bekerja jauh lebih cepat.
Misalnya proyek dengan pekerja dari Indonesia akan selesai 2 tahun, kalau mereka bawa sendiri pekerjanya dari China akan selesai 6 bulan. Ini disebabkan mereka sudah biasa bekerja dalam team tersebut, sehingga tidak perlu adaptasi lagi. Teamwork yang bagus akan menghasilkan output yang bagus juga. Mereka juga datang ke Indonesia tanpa menyalahi regulasi.
Apa Anda kira pekerja asing itu begitu banyak jumlahnya di Indonesia? Tidak. Jumlah mereka hanya nol koma nol sekian persen dari seluruh pekerja Indonesia sendiri. Jumlah pekerja itu jauh lebih sedikit dibanding jumlah pekerja kita yang mencari gaji tinggi di negara lain seperti Arab Saudi, Malaysia, Hongkong, bahkan China sendiri.
Jumlah pekerja asing di negara kita juga jauh lebih sedikit dibanding jumlah keseluruhan pekerja asing di negara-negara lain. Lihatlah Dubai, pekerjanya lebih dari 50% adalah orang asing. Apakah orang-orang Dubai, atau Hongkong juga kasak-kusuk dan terus menggoreng isu TKA Indonesia yang kerja di sana? Tidak.
Tentu saja fakta yang saya sampaikan tidak pernah disampaikan olah kawan saya kepada followernya. Dia nggak peduli. Yang penting baginya sudah berhasil menggosok sentimen dan bikin gelisah teman-temannya terkait preferensi politik. Itu saja, tidak lebih.
Teman saya dan banyak orang yang selalu fokus pada syahwat politik, tidak peduli kalau sentimen semacam itu terus digosok, akan terjadi chaos di sana-sini dan hancurlah negara ini.
Belum lagi kalau warga asli Malaysia, Arab Saudi, Hongkong, Dubai melakukan pembalasan gantian menggemakan sentimen anti pekerja Indonesia. Berapa juta anggota keluarga akan kelaparan karena tulang punggung keluarga tidak diterima lagi bekerja di luar negeri?
Mikir...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews