Sepertinya Tak Ada Diplomasi Nasi Goreng Jilid II

Sabtu, 28 Juli 2018 | 21:40 WIB
0
695
Sepertinya Tak Ada Diplomasi Nasi Goreng Jilid II

Sebagaimana makanan kebangsaan Rakyat Indonesia, nasi bukanlah hal yang asing untuk sebuah jamuan. Namun kalau hanya sebuah Nasi Putih, rasanya kurang pas, seperti mau mutih (tradisi) saja. Diplomasi Nasi Goreng mungkin bagi sebagian besar masyarakat sudah terlupakan, tapi kalau kita buka kembali jejak digital maka tepat setahun yang lalu ada sebuah pertemuan penting di Cikeas.

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) dan Ketua Umum Partai Gerindra bertemu di kediaman SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.

Tentu kita masih ingat bagaimana beberapa hari lalu ada sebuah pertemuan lagi antara SBY dan Prabowo. Di akhir pertemuan, seperti biasa SBY selalu menggelar jumpa pers dan membuka sesi tanya jawab. Diawali dengan narasi yang cukup panjang dari SBY, yang isinya tidak memutuskan sesuatu, seperti yang diharapkan rekan-rekan wartawan yang sudah menunggu cukup lama.

Namun ada sesuatu yang agak janggal kalau kita jeli melihat apa yang terjadi pada Prabowo. Raut muka Prabowo tidak menampakkan kegarangan seperti halnya selama ini kalau berbicara, lantang, berapi-api.

Ada kesan tertekan, terbaca sekali dari otot muka yang tegang, dan ada satu kali menghapus keringat dari mukanya dengan sapu tangan yang diberikan oleh ajudannya (lihat foto di atas!). Tegang sekali, dan untuk menghapus kerisauan, sampai terlepas ucapan, "Bapak Presiden" kepada SBY.

Kode pertemuan ini sendiri tidak terlihat jelas, tapi yang tersirat bahwa putra kesayangan SBY, Mas AHY di akhir acara memberikan salam komando kepada Prabowo. Apakah hanya membahas masalah negara dengan segala uneg-unegnya, kita simak poin pentingnya saja lewat SBY. Tidak seru memang, tidak keluar statement tegas dari keduanya, kalau dalam pertemuan itu terjadi "ijab kabul" koalisi Pilpres2019.

Tetapi kita semua paham kalau SBY sedang berupaya memainkan politik Dinasti di Partai berlambang Mercy ini, diawali dengan memasukkan AHY sebagai Satgas dan jabatan lainnya.

Tentu ini menjadi maklum adanya, tapi kita semua paham, usia AHY belumlah dianggap cocok untuk sebuah jabatan setinggi Presiden atau Wakil Presiden. Apalagi karir dan pangkat terakhirnya tidak sebanding, jika mau disejajarkan dengan Prabowo, jauh sekali.

Minimal melati 3 (kolonel) harusnya, dengan jabatan yang beragam, dengan rotasi di sebagian besar Indonesia, tidak hanya berputar di Jabodetabek. Proses AHY menjadi politisi karbitan sebagaimana buah mangga disekap supaya cepat matang tampak terlihat jelas.

Apakah ini akan menenggelamkan Partai Demokrat nanti kita tidak tahu, tapi segala macam cara bisa jadi muncul, apalagi sebagian kadernya itu itu lagi, ditambah banyak yang berpindah perahu.

Saya melihatnya ada yang kurang dalam pertemuan ini, nasi goreng harusnya disajikan dengan telor, supaya lebih berbobot santapannya.

Semoga Nasi Goreng tidak disalahkan karena tidak disajikan dalam pertemuan.

Mari ngopi dulu!

***