Koalisi Keumatan Plus, Membaca Partai Demokrat Punya Gaya

Sabtu, 28 Juli 2018 | 22:04 WIB
0
453
Koalisi Keumatan Plus, Membaca Partai Demokrat Punya Gaya

Pengamat amatiran medsos aliran Cebiyah membaca pergerakan politik seperti layangan terbawa angin. Membaca Partai Demokrat bertemu dengan Partai Gerindra, dibaca sebagai Gerindra meninggalkan PKS. Membaca pertemuan PD dengan PAN dibaca sebagai PKS ditinggalkan sendirian, daya tawar PKS semakin menurun.

Bahkan ada yang yakin betul, koalisi oposisi akan mengusung Anies-AHY. Ada juga yang bilang, SBY mengambil alih kendali koalisi oposisi. Menurut kabar, PKS akan bertemu dengan PD. Apa kira-kira bacaannya? Bagaimana membaca ketidak hadiran PD dalam acara Ijtima Ulama kemarin?

Sebagai pengamat amatiran medsos aliran batmaniyah, saya juga punya bacaan sendiri. Bagaimana membaca ketidak hadiran Partai Demokrat dalam acara Ijtima Ulama kemarin? Kebet dulu lembaran Partai Demokrat.

Sewaktu para petinggi partai oposisi bertamu ke HRS, PD yang waktu itu masih menjalin hubungan mesra dengan Jokowi dan mulai agak sedikit renggang, tidak ingin dipandang sebagai 'bawahan' nya Habib Rizieq Shihab, Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahean, tegaskan partainya enggan bergabung dengan koalisi keumatan besut Imam Besar Front pembela Islam (FPI) itu.

"Kalau citranya menjadi subordinat di bawah komando Habib Rizieq, Partai Demokrat tidak tertarik," kata Ferdinand di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (7/6/2018)

"Kalau memang Prabowo bertahan di situ, di bawah komando Habib Rizieq, tentu Partai Demokrat urungkan niat bergabung," ucap Ferdinand.

Setelah patah hati dengan koalisi Jokowi, PD juga mengemukakan alasannya, “Kami tidak mau membebek, mengikuti Titah Megawati." Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Rachland Nashidik mengatakan, “Tidak bisa Jokowi dan Megawati memanggil kami masuk, menyuruh kami diam dan ikut saja pada kehendak mereka, dengan iming-iming kursi kabinet bagi Demokrat," katanya. "Kami harus diyakinkan bahwa pilihan yang diambil mereka benar."

Sikap tinggi hati Partai Demokrat ditanggapi berbeda oleh dua kubu koalisi. Koalisi kubu pemerintah malah menyerang balik PD yang dianggap nggak pede itu.

PDIP mendatangi Komnas HAM minta agar Komnas HAM membeberkan peran SBY pada peristiwa 27 Juli. PPP menganggap PD baper berat, dan sejumlah sindiran lain dari koalisi pro pemerintah.

Koalisi keumatan beda lagi. Mereka memahami sikap tinggi hati Parta Demokrat yang enggan bergabung dengan koalisi yang ada rasa umatnya gitu. Ijtima Ulama yang dihadiri seluruh petinggi partai oposisi tidak mempermasalahkan ketidak hadiran PD. Mereka nampaknya memahami sikap PD.

Tergambar juga dalam pidato politik HRS. “Karenanya saya menyerukan agar Ijtima mendorong menyatukan parpol yang selama ini berjuang bersama umat melawan tirani kedzaliman. Yaitu saudara kita dari Gerindra, PKS, PAN, dan PBB sebagai lokomotif perjuangan keadilan."

Untuk parpol lain, HRS mengatakan, “Kita wajib merangkul erat partai-partai baru seperti Partai Idaman yang bergabung PAN dan Partai Berkarya yang kreatif dan potensial. Serta kita pun harus selalu terbuka untuk partai-partai lain yang ingin bergabung untuk membela agama, bangsa dan negara. Apalagi partai besar seperti Partai Demokrat.”

Nampak sekali yang dimaksud HRS koalisi keumatan itu adalah Gerindra, PKS, PAN, dan PBB. Jika Partai Berkarya, Partai Idaman, atau partai besar Partai Demokrat ikut bergabung maka bisa saja namanya adalah Koalisi Kumatan Plus. Atau bisa saja nama lain.

Tapi yang jelas, koalisi keumatan nampak sekali menghormati sikap PD yang enggan disebut sebagai bagian dari parpol koalisi keumatan. Maknanya jelas. Partai Demokrat diterima bergabung dengan koalisi parpol penantang petahana tanpa harus memaksa PD masuk dalam apa yang disebut koalisi keumatan. Maka dampaknya jelas, PD tidak akan kehilangan muka apalagi harus menjilat ludah sendiri.

Ajakan HRS untuk merangkul Partai Demokrat juga punya arti penting bagi para pendukung (umat, warga) koalisi penantang pemerintah yang masih setengah hati menerima Partai Demokrat bergabung dengan koalisi oposisi.

Ini tentu saja berbeda dengan pendapat para pengamat medsos aliran Cebiyah yang mengatakan, Partai Demokrat mengambil alih kendali koalisi parpol oposisi.

Biasalah, provokasi. Padahal posisi PD sekarang kayanya serba salah. Mau gabung dengan koalisi pemerintah, kok kayanya sudah terlanjur buka masalah dengan Mama Ega. Mau gabung dengan koalisi keumatan kok rada malu karena sudah tegas mengatakan menolak istilah keumatan.

Tapi masih ada jalan keluar. Sebut saja, Koalisi Keumatan Plus. Atau apalah namanya.

***