Buku Kuliner Indonesia Terbaik

Sabtu, 28 Juli 2018 | 10:54 WIB
0
960
Buku Kuliner Indonesia Terbaik

Saya selalu bilang (jelas dengan rasa iri yang sangat) bahwa buku-buku terbaik yang dihasilkan di Indonesia adalah buku-buku bertema kuliner. Dan kali ini saya akan tunjukkan salah satu (mungkin) yang terbaik menurut saya. Buku ini sebenarnya sudah terbit 2015 lalu, dan dipublish (tentu) oleh penerbit terbaik Indonesia: Gramedia.

Dijual dengan harga yang lumayan mahal untuk ukuran kantung orang Indonesia: Rp. 450.000,- tapi dengan 450 halaman, bisalah kita anggap murah untuk ukuran buku hard cover. Tapi untuk ukuran orang asing sebagai segmen pasarnya, buku ini dapat dianggap wajar, biasa saja. Apalagi kalau kita lihat isinya yang saya pikir sungguh aduhai.

Bagi saya inilah buku kuliner dengan taste fotografis terbaik. Tidak berlebihan, dalam arti dibuat-buat. Karena selama ini, banyak buku kuliner yang fotografer-nya justru lebay. Yang dalam istilah saya terlalu glossy, yang justru ingin menunjukkan bahwa makanan tersebut sangat higienis.

Di buku ini, justru banyak scene yang ditampilkan secara natural. Tempe yang ditunjukkan betapa sebelumnya, tempat produksinya "sangat lethek dan kemproh". Jujur saya agak kesulitan mencari padanan kata yang tempat untuk lethek (arti harfiahnya kotor, tapi bukan itu), pun kemproh (sejenis jorok tapi juga tidak tepat benar). Karenanya di Jogja ada kuliner bernama Mie Lethek,, tapi penggemarnya cukup bejibun karena memang sama sekali tidak kotor, sebaliknya lezatnya gak ketulungan.

Oh ya, buku ini bernama Wina Bisset's Simply Indonesia: 100% Freshly Homemade With Love. Buku ini jelas sekali bergaya Barat, karena yang dijual adalah taste dari pengarangnya. Ia berkompetitor dengan Sisca Soewitomo, nama ini jumlah bukunya yang paling banyak, nyaris tidak ada jenis kuliner yang belum ditulisnya. Namun bila diperbandingkan antara keduanya, Sisca tampak terlalu "pasaran, hangabehi, sangat emak-emak dan sekedar kejar setoran".

Wina ini lebih personal, dan mewakili generasi kosmopolitan hari ini. Ia tentu saja lulusan luar negeri, dan tentu sangat fasih menggunakan bahasa asing.

Sehingga, walau ia berupaya mengekspos kuliner asli Indonesia, nama-nama terjemahannya tampak pas dan enak dibaca. Misalnya nasi uduk jadi coconut rice, Tongseng Domba jadi Lamb Curry, walau tetap saja terlihat tergopoh-gopoh ketika menterjemahkan Gado-gado yang jadi Boiled Vegetables and Egg with Peanut Sauce (kepanjangan mak!).

Kembali ke desain grafis, buku ini tampak sangat "barat, bergaya klasik tapi tetap kekinian". Pilihan font-nya tidak menye-menye dan sok nggrafis, hurufnya tegas dan jelas. Ia juga tidak pelit halaman dan ukuran foto, artinya teks nya tidak harus berdesak-desakan. Ukuran fotonya pun, tahu betul format buku. Yang mana perlu full ekspose 2 halaman, 1 halaman, maupun1/4 halaman. Buku ini sangat "bercerita", artinya ia santai saja ketika menunjukkan step by step proses memasak si masakan. Bandingkan dengan buku2 pasar yang hanya single ekspose satu resep, satu foto itu.

Siapakah Wina Bisset's itu? Nama aslinya adalah Untung Wina Sukowati, berlatar belakang pendidkan tinggi di London (UK) dan Melbourne (Australia).

Namun latar belakang pendidikannya, itu justru membawanya mencintai segala hal yang berbau lokal dan tradisional, kuliner kampung (tentu saja); fashion, kecintaannya pada batik sangat terasa dalam buku ini, seolah kita dapat tambahan bonus katalog motif batik tradisional), dan tentu saja furniture-nya. Dalam hal terakhir, walau trend saat ini bergaya minimalis, tapi tampak produk furniture Jawa-Madura lawasan tetap paling eye-chacthing bila dipakai sebagai latar foto kuliner tradisional.

Dan Wina sudah menunjukkan sejak cover depan, dan bejibun lainnya di dalamnya. Kita juga seolah diajak traveling, jalan-jalan hang out ke tempat-tempat di mana habitat asli kuliner itu berada. Ia tidak segan menunjukkan bagaimana sebuah jenis kuliner itu harusnya disantap: artinya kalau harusnya pakai tangan ya jangan pakai sendok, kalau harus pakai sumpit ya jangan pakai garpu. Ia tanpa sungkan, ingin menunjukkan bahwa inilah Indonesia yang sesungguhnya.

Buku ini memang sebuah buku coffe table, buku eksklusif yang target pasar-nya adalah pembaca asing. Mereka yang pernah tinggal di Indonesia atau sekedar berkunjung, lalu "nekad" mencicipi masakan lokal. Jangan lupa banyak turis yang "sok alergi" dengan kuliner kita. Buku ini sama sekali tidak jaim dan sok pinter, walau dicetak dengan high taste, tapi semangat cinta Indonesia gak main-main. Buku ini saya pikir adalah salah satu duta terbaik Indonesia di pergaulan internasional. Artinya memiliki buku ini seolah "dapet bonusnya banyak banget!"

Sayangnya bagi saya cuma satu: perempuan luar biasa seperti dia ini. Ayu, luwes, kenes, dan trengginas. Cah Sala sisan, dudu Yukjo. Kok selalu kecantolnya sama bule, eskpatriat, kaya dan tua. Hingga saya membatin jangan-jangan harus seperti itu dulu untuk bisa bikin buku sebagus ini.

Aku ra payu ya, yu?

***