Rocky Gerung bicara semalam di ILC. Dia bilang, pemerintah Jokowi mestinya mencontoh Venezuela yang menasionalisasi perusahaan minyak di sana.
Maksudnya merampas begitu saja perusahaan minyak lalu asetnya dikelola oleh perusahaan dalam negeri.
Di awal memang Venezuela bisa mendapatkan hasil limpahan dari perusahaan minyak yang dinasionalisasi. Dana hasil itu digunakan untuk mensubsidi semua kebutuhan publik. Rakyat dimanjakan.
Tapi dunia internasional marah. Mereka enggan menanamkan investasinya di Venezuela. Mereka khawatir ketika perusahaannya nanti membesar, pemerintah Venezuela dengan beringas mengambil begitu saja jerih payahnya. Persis seperti perusahaan tambang yang dinasionalisasi.
Akibat yang nyata, ekonomi di luar dunia pertambangan tidak tumbuh. Hampir 95% sumber penghasilan Venezuale berasal dari pertambangan sementara bidang-bidang lain menguncup. Ketidakpercayaan dunia internasional akibat retorika negara tentang nasionalisme yang tidak menghormati tata etika bisnis internasional menyebabkan sektor-sektor lain tidak bergerak.
Sebetulnya bukan soal nasionalisasinya yang bermasalah. Yang masalah adalah cara pemerintah Venezuela yang dianggap tidak menghormati proses perjanjian internasional.
Nasionalisme sebagai retorika politik Hugo Chavez kedengarannya memang gagah. Negara dengan kekuasaan di tanganya bisa mengambil harta perusahaan asing yang beroperasi di sana. Mereka merampas aset perusahaan minyak, tapi di sisi lain mereka menyebarkan informasi kepada dunia bahwa Venezuela sebagai negara yang tidak layak dipercaya untuk berbisnis.
Dengan kata lain iklim investasi di Venezuela mendapat nilai minus.
Di sisi yang lain, kebijakan Hugo Chavez yang beraliran kiri memberi begitu banyak subsidi buat rakyat. Harga bensin murah, subsidi pangan, energi dan segala macam bentuk ekonomi belas kasihan dari negara kepada rakyat.
Untuk jangka pendek memang menyenangkan, tetapi dalam jangka panjang model seperti ini sekaligus mematikan daya survival rakyat Venezuela sendiri.
Ekonomi rakyat tidak tumbuh karena semangat usaha dibiarkan merana. Selain itu investasi asing juga enggan masuk ke sana.
Apa yang terjadi pada Venezuela sekarang? Ketika harga minyak rontok, ekonomi Venezuela juga ikut amblas. Untuk membiayai kebutuhan dalam negeri, pemerintah mencetak uang berlebihan. Inflasi tembus tiga digit. Harga-harga melambung.
Seperti yang terjadi di manapun ketika ekonomi memburuk dan bahan pangan susah didapat, bangkit kerusuhan rakyat. Terjadi penjarahan besar-besaran. Konflik antarmasyarakat membesar. Negara akhirnya hadir menggunakan tangan besi. Semua oposisi diberangus. Demokrasi menuju titik nadir.
Suasana itu membuat dunia internasional semakin mengucilkan Venezuela. Iklim investasi jeblok. Ekonomi bertambah sulit dan rakyat ngap-ngapan. Venezuela kini berada diambang kebangkrutan.
Retorika nasionalisme sempit yang sok gagah-gagahan plus rakyat yang dimanjakan dengan subsidi berlebihan telah membuat Venezuela menghadapi bencana kehidupan.
Tampaknya retorika jenis ini yang mau disumpelkan ke pikiran rakyat Indonesia, bahwa pemerintah Indonesia dengan kekuasaannya bisa merampas Freeport Indonesia begitu saja. Toh, tanah di Papua berada di bawah kekuasaan RI.
Atau yang kedua, tunggu saja sampai 2021 ketika Kontrak Karya habis, lalu kita ambil gunung Gresberg yang punya cadangan emas terbesar di dunia itu. Padahal soal habisnya jangka waktu KK juga masih terjadi berdebatan. FI meyakini KK baru habis pada 2041. Perdebatan mengenai kapan jangka waktu habisnya KK pasti akan membawa konsekuensi.
Kalau mau main hukum, perkara ini akan berlanjut ke Mahkamah Internasional. Jika nanti disidangkan dan saling gugat, belum tentu Indonesia menang. Kalau kalah, apa kita harus gigit jari? Selain itu biaya berperkara juga tidak mudah karena harus menyewa pengcara dan sebagainya. Sementara selama proses persidangan yang bisa memakan waktu sangat lama kekayaan FI belum bisa nikmati. Karena ada dalam posisi status quo.
Kalau mau gagah-gagahan dengan merampas aset FI tentu akan membangkitkan kemarahan AS, sebab pemerintah Indonesia merampas begitu saja aset warga negaranya. Percaya deh, hal itu sama saja dengan mendorong Indonesia masuk jurang.
Jadi usulan agar pemerintah Indonesia untuk menunggu sampai 2021 sesungguh adalah saran agar pemerintah tidak berbuat apa-apa. Biarkan perusahaan AS mengeruk kekayaan di bumi Papua.
Usulan itu adalah jenis pembelaan kepada kepentingan Freeport Mc-Moran. Sama saja mereka sedang mengatakan, 'Sudahlah pemerintah RI, biarkan saja Freeport Mc-Moran berpesta di Papua selamanya.'
Yang kedua, usulan nasionalisasi gaya koboi dengan merampas FI begitu saja justru bisa membuat rakyat di Timika akan bernasib seperti rakyat Venezuela.
Kita tahu 90% putaran ekonomi disana bergerak karena kehadiran FI. Jika operasional FI terganggu, akan langsung berimbas kepada kehidupan rakyat di kabupaten tersebut. Plus iklim investasi Indonesia yang kini di psosisi sangat baik, akan runtuh seketika.
Jalan yang paling rasional, sangat menguntungkan, bermartabat dan luar biasa adalah dengan mengambil alih 51,2% saham FI. Persis seperti yang dilakukan pemerintah saat ini. Dunia internasional memuji langkah Jokowi sebagai smart, cerdik, menjaga etika bisnis dan sangat menguntungkan Indonesia.
Siapa yang paling gondok dengan kesepakatan ini? Ya Freeport McMoran-lah.
Harta karun di Papua tidak bisa lagi dinikmati sendiri.
Saat menyaksikan debat ILC semalam saya cuma melihat ada dua kubu bicara di sana: kubu pembela kepentingan Freeport dan kubu pembela kepentingan Indonesia. Singkatnya yang bicara semalam adalah petugas PR pemerintah Indonesia dan petugas PR Freeport McMoran.
"Ada satu kubu lagi, mas. Kubu pembawa acara," ujar Bambang Kusnadi.
"Maksudnya?"
"Pembawa acara kan, gak pernah mengorek divestasi 10% saham FI yang terkesan abal-abal dulu. Yang mendapat keuntungan dari sana, group usaha Bakrie, lho."
"Itulah enaknya punya stasiun TV, mbang," sambung Abu Kumkum. "Kalau bubur daganganmu mau laku keras, bikin dulu statsiun TV. Kamu bisa menayangkan lagu mars bubur setiap hari..."
"Kalau PKS punya TV, soal divestasi FI kira-kira temanya apa ya?"
"Doa paling mustajab sebelum menandatangani perjanjian divestasi saham Freeport..."
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews