Emak-emak naik motor, lampu sen ke kiri, beloknya ke kanan. Itu salah satu ilustrasi yang menggambarkan perilaku emak-emak. Ilustrasi lain, sinetron dengan cerita muter-muter, tidak masuk akal, yang ditayangkan dengan target pemirsa emak-emak.
Emak-emak digambarkan sebagai orang-orang yang rendah pengetahuan. Mereka hanya tahu soal-soal dapur dan rumah tangga. Mereka tidak tahu soal lain, dan sering kali dianggap tidak perlu tahu.
Kenapa sampai begitu? Laki-laki menjadikannya begitu. Berbagai urusan yang pelik, itu urusan laki-laki. Berbagai soal di masyarakat, serahkan pada laki-laki. Perempuan urus saja rumah, anak, dan berbagai keperluan suami.
Tidak sedikit perempuan yang tunduk pada aturan itu. Sebagian karena tidak kuasa melawannya. Tapi tidak sedikit yang menikmatinya. Terhindar dari hal-hal rumit adalah sebuah kenikmatan, karena yang rumit itu sulit.
Relakah kita, bapak-bapak maupun emak-emak, dengan citra itu? Saya tidak. Seandainya pun kita hendak tetapkan tugas-tugas mengurus rumah tangga kepada emak-emak, tentu tidak patut bila citra emak-emak seperti ilustrasi tadi. Masa iya, kita mau relakan urusan rumah tangga diserahkan kepada orang-orang yang rendah pengetahuan, juga tidak tertib dan seenaknya.
Rendah pengetahuan, tidak tertib, seenaknya, bukanlah ciri emak-emak. Itu adalah ciri orang bodoh. Orang bodoh tidak melulu terdiri dari emak-emak. Laki-laki juga banyak yang begitu. Bedanya, jarang laki-laki yang tersenyum pasrah atau bahkan riang bila diberi citra begitu. Adapun emak-emak, banyak yang pasrah, dan tidak sedikit yang riang dengan citra itu. “Namanya juga emak-emak,” kata mereka.
Ini adalah soal pendidikan dan kemauan belajar. Zaman dulu emak-emak memang relatif tertinggal dalam soal pendidikan, dibanding laki-laki. Itu diperparah lagi dengan kesibukan mereka memgurus rumah tangga, membuat mereka terkurung, tidak punya akses ke sumber pengetahuan.
Kini zaman sudah berubah. Taraf pendidikan emak-emak sudah tinggi. Sangat banyak yang mengenyam pendidikan tinggi. Sumber-sumber pengetahuan juga tersedia dalam berbagai bentuk, bisa dijangkau dengan mudah di rumah. Yang utama adalah TV dan internet.
Kalau ada emak-emak yang masih mencitrakan diri sebagai sosok yang minim pengetahuan, soalnya adalah karena malas saja. Mereka memilih untuk mengistirahatkan “otak belajar”, dan memakai otaknya untuk hal-hal lain. Tidak belajar adalah sebuah kenikmatan. Mereka larut dalam kenikmatan yang melalaikan, seperti menonton sinetron mutu rendah, sambil menikmati camilan yang membuat badan gembrot.
Banyak emak-emak yang enggan belajar agar bisa membimbing anak-anaknya belajar. Padahal anak-anak mereka baru sekolah di SD, pelajaran mereka masih mudah. “Mama sudah lupa, kamu ikut les saja, ya.” Lupa, dan tidak mau mengingatnya kembali. Mereka rela melepaskan sebuah kesempatan berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak. Mereka serahkan kesempatan itu kepada guru les.
Banyak hal positif bisa dipelajari dari rumah. Saya selalu menyarankan untuk membaca 1 artikel di internet setiap hari kepada setiap orang. One day one article. You have a smartphone. Make yourself smart with it. Jangan biarkan telepon Anda saja yang pintar, sementara Anda tetap bodoh. Saran itu juga berlaku untuk emak-emak.
Bahkan soal-soal seperti genetika, stem cell, dan kosmologi, sebenarnya bukan soal yang rumit benar, kalau orang mau membaca. Ada begitu banyak artikel populer tentang itu, di antaranya bisa dibaca melalui Wikipedia. Kalau rutin saja membaca Wikipedia setiap hari, emak-emak tidak akan lagi rendah pengetahuan.
Belajar memang memerlukan usaha. Perlu menyisihkan waktu, juga energi intelektual. Tapi begitu ia jadi kebiasaan, ia akan jadi sesuatu yang nikmat. Sebuah nikmat yang bisa ditukar dengan kenikmatan tidak belajar tadi.
Banyak emak-emak yang telah membuktikan bahwa mereka bukan makhluk yang rendah pengetahuan. Anda, emak-emak yang lain juga bisa. Itu berlaku sama dalam soal ketertiban. Emak-emak justru seharusnya menjadi pelopor ketertiban. Bagaimana Anda mendidik anak untuk tertib, kalau Anda sendiri tidak tertib?
Saya berharap menemukan perempuan-perempuan cerdas, baik yang memilih untuk meniti karir maupun yang memilih untuk tinggal di rumah. Saya terus terang sedih, melihat emak-emak pergi demo bawa panci, dan poster bertuliskan “Kami tidak makan infrastruktur.”
Jangan mau jadi orang bodoh seperti itu, apalagi memamerkannya di depan orang banyak. Cukuplah itu jadi takdir Rocky Gerung dan Mardani Ali Sera.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews