Klaim terhadap Zohri dan Partai "Agung" Bernama PKS

Minggu, 15 Juli 2018 | 09:48 WIB
0
653
Klaim terhadap Zohri dan Partai "Agung" Bernama PKS

Saya kehilangan kata-kata buruk dan busuk, jika sudah menyebut perilaku partai-partai di Indonesia. Tanpa kecuali! Seolah bangun pagi, buka pintu, lalu yang terlihat hanya onggokan sampah berwarna-warni.

Saya tidak bisa lain, harus bilang bahwa sistem kepartaian zaman Orde Baru, jauh lebih "baik". Memudahkan kita memilih salah satu dari ketiganya, atau kalau tidak yang dengan senang hati golput. Tanpa takut tiba-tiba jadi stateless.

Saat ini, ketika sistem kepartaian dengan loyalitas pendukung sangat mengambang, lengah sedikit, jadi golput sebentar saja, maka kita tiba-tiba merasa berada di negara asing. Ganti ideologi-lah, ganti sistem demokrasi, terasing dengan budaya sendiri, dan akan menemukan peraturan yang absurd yang membawa kita kembali ke abad pertengahan.

Kita bahkan terkucil dengan agama kita sendiri, yang suka atau tidak "hanya" diwariskan secara genetik sejak kita lahir. Apa-apa jadi serba salah atas nama cara berpikir baru, seolah memberi pencerahan tetapi sebenarnya tak lebih menggiring kita jadi anak kambing atau bebek dalam suatu kelompok.

Dan, dari semua partai itu PKS adalah fenomena absurd yang menjadi penanda zaman paling nyata. Ia bukan satu-satunya partai yang mendaku sebagai "Islam", tetapi ialah yang membawa Islam ke dalam titik paling rendah dalam pergaulan politik Indonesia muthakir.

Gerak geriknya antara hal normatif dan aplikatif, benar-benar bumi langit yang membuat orang-orang di luar mereka harus terus menerus geleng-geleng kepala. Dan ini menuju puncaknya, justru ketika demokrasi Indonesia sedang mati-matian menemukan keseimbangan baru di zaman mileneal ini.

Tak usah terlalu jauh mundur ke belakang, saat rezim SBY berkuasa, di mana mereka suntuk memainkan permainan "kekuasaan dalam kekuasaan". Sejenis sepakbola gajah, dengan penonton yang riang gembira, hanya karena melihat gajah kok bisa main bola. Gajah-gajah berbagi bola, menendang tak tentu arah dan hasilnya tumpukan utang yang menggunung, ratusan proyek mangkrak, dan KPK yang kedodoran karena kebanjiran kasus korupsi.

Sebut satu kementrian saja yang dipegang orang PKS yang tak terindikasi korupsi kelas berat. Dan berbeda dengan kementrian lainnya yang sekedar terindikasi, mereka berani bikin target untuk merampok APBN di banyak kementrian dengan jumlah-jumlah yang gak masuk akal.

Kasus impor sapi hanya seolah gunung es, melihat bagaimana mereka bergerak secara masif baik pusat maupun daerah. Kasus Presiden partainya, yang menikahi gadis di bawah umur, jajan sembarangan pakai uang traktiran, pakai istilah-istilah Arab hanya untuk menunjuk perek atau selingkuhan sungguh aduhai.

Para penyamun harga diri dan harkat wanita. Hebatnya mereka punya juru bicara di Parlemen, yang seolah kebal hukum: hukum partai, hukum tata negara, maupun hukum pidana.

Ia tampak seperti etalase masalah, tapi nyaris tak tersentuh. Supporter fanatik-nya sungguh membuat kita kehilangan akal sehat. Bahkan ia masih juga menjadi duri, saat partai memecatnya dan tetap bisa menjadi wakil lembaga rakyat paling tertinggi. Mungkin hanya di Indonesia, hal ini bisa terjadi!

Dan, hanya dari partai sejenis PKS hal ini tampak wajar-wajar saja!

Dan selama sebulan terakhir ini kita diharu biru oleh partai yang, saya gak ngerti, walau sudah berganti pimpinan yang lebih akademis tapi kok watak dasar tak berubah. Menguatkan pameo orang Jawa: "watuk isa ditambani, watak digawa nganti mati". Batuk bisa disembuhkan, watak dibawa sampai mati.

Coba kita runut satu persatu:

Pertama, saat Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa perkawinan di bawah umur sah secara agama. Di luar dia belagak bego, ini bukan negara yang seideologi dengan agama dia. Juga ia lupa hidup di zaman milineal, di mana tanpa ada yang ngajari saja: anak-anak kita sudah belajar main kelamin sejak dini.

Fisik tubuh anak, sama sekali tidak berkorelasi dengan mental, yang saat ini biasanya jauh lebih unyu. Lebih ringkih dan rapuh dibanding dengan anak seumuran sama di masa lalu.

Kedua, yang jauh lebih hingar bingar sebagai pemrakrasa #2019GantiPresiden, ia tak lebih pedagang kambing yang memaksa rekan koalisinya menerima daftar cawapres yang disodorkannya. Ia tidak sekedar bikin gaduh secara politik, tetapi bikin risi mitra koalisnya yang sebenarnya juga sadar bahwa trik-trik yang dilakukannya tetap saja yang terkotor dibanding yang lainnya.

Agak sedikit beruntung, Jawa Barat yang menjadi basis terbesarnya kena "goyangannya" tetap selamat. Fakta ini menunjukkan bahwa walau mereka merasa "tetap bikin terkejut" dengan eskalasi peningkatan hasil akhir suara, tapi yang lebih terkejut justru diri mereka sendiri bahwa mereka tetap saja kalah.

Dan ketiga, setelah itu mereka disinyalir mengalami perpecahan internal. Akibat adanya blangko kosong pengunduran diri secara sukarela bila tidak mau ikut garis partai. Dalam hal ini, pencilan mereka, FH, kali ini benar demokrasi ala PKS adalah tidak ada demokrasi.

Dan yang menyedihkan adalah klaim sepihak ketika Lalu Mohammad Zohri, yang bukan apa-apa mereka. Saat ia memenangkan Medali Emas Kejuaraan Dunia U-20 untuk Lari 100 m tiba-tiba seolah itu adalah anak-anak didiknya. Bahkan si atlet sendiri merasa tersinggung dengan fait accompli tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa PKS adalah sejenis partai yang bertanam saja tidak, tapi maunya panen terus. Ikut memperjuangkan kemerdekaan jauh, ikut gerakan reformasi gak tampak, ikut membangun peradaban bangsa tidak. Tapi maunya langsung berkuasa, lalu bikin aturan seenaknya udelnya dan bagi-bagi rejeki sesuai selera hedonis mereka sendiri.

Sungguh partai yang "agung", agung yang harus dibaca sebagai adigang, adigung, adiguna. Sifat paling tercela dalam kultur tradisi kita; sombong, merasa paling benar, tak tahu diri, dan merasa berhak merendahkan pihak lain!

Partai yang bahkan kehidupannya saat ini, eksistensinya hari ini disesali oleh para pendirinya sendiri. Bikin malu dan meradang, hingga ia mendesak PKS untuk membubarkan diri.

Saya setuju: PKS memang bukan PKI, tapi melihat cara kerja, bagaimana ia dikelola, juru bicaranya bersuara sangat mirip sekali.

Mungkin sedikit lebih karena bumbunya adalah agama. Agama yang diseretnya ke dalam comberan...

***