Seorang teman mengirim sebuah video tentang seorang mantan dosen UI ngganteng yang dikira seorang professor ternyata bukan. Dalam videonya itu ia menyampaikan bahwa ia malu punya presiden yang dianggapnya bodoh, dungu, gugup di depan mikrofon, kurang mampu menggunakan akal yang diberikan oleh Tuhan karena tidak mampu mencari satu kalimat meski sudah membuka buku, dll.
Ia membandingkannya dengan Soekarno yang cerdas dalam menggunakan diksi yang tepat ketika ditanya oleh wartawan. Tampaknya ini video lama tapi saya baru melihatnya karena baru dikirimi.
Menurut saya apa yang dilakukannya itu, yaitu menghina presidennya sendiri dengan tudingan dungu, sungguh tidak layak. Itu jelas-jelas sebuah demonstrasi kesombongan yang sungguh tidak ada manfaatnya.
Apakah dengan demikian maka ia merasa lebih baik daripada Jokowi? Apakah dengan demikian ia telah melakukan sebuah kebaikan dan mengubah keadaan (make a change)?
Tidak. Ia hanya memprovokasi pendengarnya agar tidak suka pada presidennya.
Inilah sebenarnya yang kita sebut sebagai ‘intellectual masturbation’.
Saya sering merasa heran melihat orang-orang, utamanya intelektual, yang terus menerus mencari bahan untuk menjelek-jelekkan dan menghina presidennya lalu menyebarkannya. Apakah mereka merasa telah melakukan kebaikan dengan hal tersebut? Atau mereka memang tidak peduli apakah perbuatan mereka baik atau tidak? Apakah mereka tidak pernah mendengar ajaran bahwa mengumbar keburukan seseorang adalah perbuatan dosa?
Apalagi jika memfitnah maka itu adalah dosa besar. Apakah mereka berpikir bahwa jika mereka menyebarkan semakin banyak fitnah maka pada suatu saat orang yang suka pada Jokowi akan berbalik membencinya seperti mereka dan akhirnya Jokowi akan digantikan oleh presiden kesukaan mereka?
Ilusi ini mungkin saja terjadi tapi jika itu terjadi maka sesungguhnya kerugian yang akan mereka dapatkan jauh lebih besar. Dosa dari menghina dan memfitnah saja sudah besar, apalagi jika ditambah dengan mendapat pemimpin yang buruk karena ulah fitnah mereka.
(Ah, agamis kali kau ini, kata hati saya. Lho bukannya ente yang selama ini selalu sok agamis dan semuanya dihubung-hubungkan dengan agama? Jawab hati saya yang lain. Saya memang punya beberapa hati yang suka ngobrol sendiri, yaitu hati yang risau, hati yang riang gembira, hati yang optimis, hati yang selalu mencintai, dll.)
Hanya di Indonesia ada warga yang lebih suka menghina dan memfitnah presidennya sendiri dan menyanjung-nyanjung presiden negara lain.
Sekelompok orang yang entah mengapa selalu menyanjung-nyanjung Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki, dan menganggapnya sebagai kepala negara ideal. Mereka membikin kisah-kisah buatan untuk menunjukkan betapa hebatnya Erdogan. Padahal mereka itu belum pernah ke Turki lho!
Mereka membuat ilusi bahwa Erdogan adalah pemimpin Islam dunia yang akan membuat Islam menjadi jaya di dunia ini dan itu dimulai dengan kebijakannya untuk mengubah Turki menjadi negara Islam. Padahal Erdogan berkali-kali menegaskan bahwa Turki akan tetap menjadi Negara Sekuler. Bukankah itu ironis?
Apakah fakta ini membuat mereka patah hati mencintai Erdogan? Tidak. Sebagaimana pungguk merindukan bulan mereka lalu menciptakan ilusi-ilusi lain untuk mengelabui diri mereka bahwa Erdogan tetaplah seorang pemimpin Islam sejati yang memenuhi semua imajinasi mereka.
Mereka membuat ilusi bahwa Erdogan berhasil membuat perekonomian Turki melesat tinggi sedangkan perekonomian Indonesia katanya merosot di tangan Jokowi. Tentu saja itu hanya ilusi yang mengenaskan seperti orang yang memuja-muja Emma Stone dan berharap suatu saat bisa menjadi istrinya dengan cara menjelek-jelekkan dan menghina istrinya sendiri.
Apakah memang Erdogan secantik Emma Stone? Tidak juga. Ekonomi Turki yang selalu disanjung-sanjung sebagai prestasi Erdogan yang mengkilap itu sebenarnya mengandung situasi yang problematik. Jumlah utang luar negeri Turki semakin gendut karena terus-menerus membubung.
Jika pada 2008 total nilainya merupakan 38 persen dari PDB, pada 2015 sudah menggelembung jadi 55 persen. Parahnya lagi sebagian besar utang itu dalam mata uang asing.
Bandingkan dengan Indonesia di jaman Jokowi yang katanya dungu itu. Di akhir 2015, utang Indonesia adalah Rp3.165,2 triliun atau US$ 229,44 miliar. Rasio utang terhadap PDB adalah 27,4 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa kondisi utang Indonesia saat ini masih aman, karena jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) masih berada di kisaran 34% sedangkan berdasarkan peraturan utang tidak boleh melebihi 60% dari PDB negara.
Jadi kalau dilihat dari besarnya utang dibandingkan dengan PDB mana ekonomi yang lebih aman, Indonesia atau Turki? (Lagipula kalau Emma Stone lebih cantik daripada istrimu ente mau apa?).
Saya sendiri punya yayasan yang utangnya juga sak hohah karena memang harus membangun demi perkembangan di masa depan. Meski punya utang besar dan nama saya tercatat di BI sana hal ini tidak akan saya pikiri karena kalau saya pikiri akan bikin saya tidak nyenyak tidur. Lha wong sudah ada yang mikiri sendiri.
Olaopo kok saya ikut cemas dan cenut-cenut, apalagi membuat gelisah dan menyebarkan kecemasan saya pada pemangku kepentingan di yayasan saya. Itu bukannya membantu malah ngriwuki. Mending saya motivasi dan dorong untuk bekerja lebih efektif dan efisien agar utang tersebut benar-benar bisa meningkatkan kinerja dan kemakmuran semua orang di yayasan.
Dalam lebih tiga tahun memimpin, pemerintahan Jokowi dengan utangnya tersebut telah membangun sekitar 2.623 km jalan aspal, sebagian besar di Papua, perbatasan Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur; lebih dari 560 km jalan tol; lebih 25.000 meter jembatan; sejumlah bandar udara; proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek dan Palembang, serta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta.
Iki lho Rung, prestasinya presidenmu yang katamu dungu dan bikin kamu malu itu. Kemarin divestasi Freeport juga sudah ditandatangani dan saya rasanya mbrebes mili padahal nantinya juga gak bakal kecipratan blas duitnya Freeport. Jokowi benar-benar telah ‘memerdekakan’ Papua dalam tiga tahun ini…!
Nilai rupiah memang merosot dan itu bikin kita prihatin. Prihatin lho ya, bukan mencaci maki apalagi menghina Jokowi. Kalau itu kamu lakukan di Turki yang nilai tukar Liranya jauh lebih jeblok kamu bisa berhadapan dengan Erdogan. Katanya kemerosotan nilai tukar Lira yang berkelanjutan bakal menimbulkan situasi besar pasak daripada tiang di perusahaan-perusahaan Turki.
Jika pemilik dana dan investor asing galau, lalu memilih hengkang (sebagaimana banyak warga Turki yang hengkang karena merasa tidak aman dengan sikap represif Erdogan), Turki katanya bakal seperti musafir yang kehabisan air dan terjebak di tengah padang pasir.
Mosok sih ente mengidolakan Erdogan padahal banyak orang Turki sendiri yang ngeri dengan sikap dan kebijakan Erdogan yang semakin antikritik, represif terhadap kebebasan berpendapat, menggencet minoritas, dan mengarah pada ke kediktatoran. Gak percaya?
Bulan ini Erdogan memerintahkan pemecatan terhadap lebih dari 18.500 PNS dari kalangan kepolisian, militer dan akademisi. Mereka yang kena pecat itu karena diduga tersangkut dengan organisasi teror atau kelompok teroris yang menyerang keamanan nasional Turki. Dan itu gak pakai disidang segala lho ya. Pokoknya terindikasi saja ya langsung coret. Opo gak ngeri?
Jadi kalau ada akademisi Indonesia yang terang-terangan mau mengkhianati NKRI dengan mendukung berdirinya kekhilafahan Islam di Indonesia cuma diberi sanksi ecek-ecek mbok ya bersyukur bahwa presidenmu itu masih welas asih. Kalau di Turki ya ente sudah gak bisa ngarit lagi.
Mau tahu prestasi Jokowi yang mendunia? Ini lho yang saya peroleh.
1. Jokowi Masuk Daftar 50 Pemimpin Terhebat Versi Fortune. Jokowi masuk di nomor 37 dari 50 pemimpin terhebat di dunia yang dirilis Majalah Fortune
2. Jokowi Masuk Jajaran 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia 2015 versi Time.
3. Jokowi Masuk Deretan Nama Muslim Paling Berpengaruh di Dunia. Situs themuslim500.com merilis nama-nama 500 tokoh muslim yang berpengaruh di dunia. Untuk peringkat 50 besar terdapat nama Presiden Joko Widodo,
4. Jokowi Masuk The Leading Global Thinkers of 2013. Jokowi dinobatkan menjadi satu dari 134 tokoh terkemuka dunia versi pembaca majalah Foreign Policy yang diterbitkan di Amerika Serikat.
5. Jokowi Dinobatkan sebagai Man of the Year 2014 versi Globe Asia Magazine. Majalah ini menyematkan gelar “Man of the Year” pada Gubernur DKI Jakarta 2012-2014 itu.
Belum puas…?!
Iki lho wocoen rek ben ngerti dan bersyukur dapat presiden yang sederhana macam Jokowi itu.
Selama tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia terjaga di sekitar 5 persen. Pada 2015, ekonomi tumbuh 4,88 persen, 5,02 persen di 2016, dan diperkirakan 5,01 persen pada 2017. Sementara itu, Produk Domestik Bruto (PDB) masyarakat Indonesia juga meningkat dari Rp 41,9 juta per tahun pada 2014 menjadi Rp 47,9 juta per tahun pada 2016.
Laju inflasi yang kerap dikhawatirkan menurun dari 4,49 persen secara tahunan pada September 2014, menjadi 3,72 persen secara tahunan pada September 2017. Adapun surplus perdagangan Januari-September 2017 10,8 miliar dollar AS diklaim mencapai yang tertinggi sejak 2012.
Defisit transaksi berjalan juga turun dari 2,3 persen pada kuartal II 2016 menjadi 2 persen di kuartal II 2017.
Bagaimana dengan indikator sosial? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan menurun dari 11,22 persen pada 2015 menjadi 10,64 persen pada Maret 2017 dari total penduduk. Begitu pun dengan pengangguran turun dari 5,81 persen pada Februari 2015 jadi 5,33 persen Februari 2017. Adapun rasio gini atau ketimpangan juga turun dari 0,40 pada Maret 2015 menjadi 0,39 pada Maret 2017.
Ayo kita semua bersyukur bahwa negara kita dapat presiden seperti Jokowi. Dulu saya juga nyoblos Prabowo dan ternyata kalah. Alhamdulillah ternyata perkiraan saya salah. Alhamdulillah di bawah pemerintahan Jokowi pertumbuhan ekonomi kita stabil di kisaran 5%.
Coba bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara lain yang minus seperti Brazil, Brunai, Kroasia, Portugal, Finlandia, dll.
Wis talah…! Indonesia di bawah Jokowi ini sungguh lebih semlohai ketimbang Emma Stone.
***
Surabaya, 13 Juli 2018
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews