Ecoton: Proses Hukum Penebar Ikan Arapaima di Sungai Brantas!

Jumat, 13 Juli 2018 | 21:27 WIB
0
995
Ecoton: Proses Hukum Penebar Ikan Arapaima di Sungai Brantas!

Menyusul ditemukannya 20 ikan Arapaima Gigas di Sungai Brantas, pada Kamis, 12 Juli 2018, Ecoton bersama LSM Gabungan demo di Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) di Raya Juanda, Sidoarjo.

Menurut Kepala Seksi Tata Pelayanan Djoko Darman Tani, merespon tuntutan dari massa aksi tentang penyebaran ikan Arapaima Gigas di Sungai Brantas. Menurut Djoko, pihaknya akan menindak lanjuti tuntutan tersebut.

Terutama terkait ranah hukum pemeliharaan ikan predator yang sempat viral ini. “Sesuai dengan perintah yang ada, kami sampaikan akan menunggu perintah dari Kepala BKIPM yang saat ini masih di Jakarta,” tegasnya.

“Tentu kami proses dan masih kami kumpulkan data yang ada,” lanjut Djoko, seperti dilansir Tribunnews.com, Kamis (12/7/2018). Selain itu, kata Djoko, pihaknya akan membuat posko untuk menampung ikan sejenis yang dilarang untuk diimpor terutama dari habitat Amazon.

“Ini sikap kami, dan tentu akan kami tindak lanjuti, himbauan ini kami sampaikan kepada masyarakat terlebih pebisnis maupun pemilik ikan tersebut untuk diserahkan ke posko yang sudah ditentukan,” kata Djoko.

Sejauh ini, ikan Arapaima Gigas yang tertangkap warga berjumlah 20 ekor di seluruh Jawa Timur, dan diduga masih berkeliaran di Sungai Brantas. Ecoton akhirnya menggelar aksi di depan BKIPM Juanda, Kamis (12/7/2018).

Dalam aksi itu, Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) didukung LSM Amfibi, Indonesia Water Community (IWC), Institut Perlindungan dan Rehabilitasi Sungai (Inspirasi), serta Koalisi Anti Lupa Ikan Mati Kali Surabaya (KALAPS).

Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, selama ini ikan predator asal Sungai Amazon tersebut dinilai bisa merusak ekosistem sungai Brantas. Menurutnya, BKIPM kurang serius menegakkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004.

Juga, Peraturan Menteri Kalautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2014. Dalam UU tersebut mencantumkan, ada 152 jenis ikan yang dilarang masuk di perairan Indonesia, termasuk di antaranya ikan Araipama Gigas.

Terkait tanggapan BKIPM, Prigi Arisandi mengaku masih kurang puas atas tindak lanjut dari pihak BKIPM Surabaya. Pasalnya, pihak BKIPM masih akan melakukan penyelidikan, serta berencana pada pekan depan akan mengumpulkan para kolektor ikan sebelum 31 Juli 2018.

“Ada dua versi dari pihak BKIPM, pertama mereka akan mengurusi sendiri masalah ini karena ada undang-undang tentang perikanan, namun yang kedua ini merupakan tindak pidana, dan ini masih menunggu keputusan dari Kepala BKIPM,” kata Prigi Arisandi.

Ketika peserta aksi ini ke BKIPM, Kepala BKIPM Muhlin memang sedang tugas di Jakarta. Sehingga mereka tiak bertemu dengan Muhlin. Saat bersamaan, Ecoton juga mengirim surat kepada Kepala BKIPM mengenai tindak lanjut terkait pelepasan Arapaima ke Brantas.

Di dalam suratnya disebutkan, (1) sehubungan dengan terus bermunculannya pemberitaan terkait penangkapan Arapaima oleh masyarakat; (2) keterangan palsu yang disebutkan oleh pelaku pada saat penyelidikan; (3) kerusakan sumberdaya perikanan akibat lepasnya Arapaima Gigas di Sungai Brantas.

Ecoton pun menuntut BKIPM segera: Pertama, memproses pelaku pelepasan liar Arapaima ke Sungai Brantas sesuai dengan UU Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan, Permen KKP Nomor 41 Tahun 2014 tentang larangan pemasukan jenis ikan berbahaya dari luar negeri ke dalam wilayah NKRI, Permen LHK Nomor 94 Tahun 2016 tentang jenis invasif dengan minimal hukuman penjara 6 tahun dan denda Rp 1,5 miliar.

Kedua, melakukan penyitaan Arapaima hingga batas waktu yang telah ditentukan, 31 Juli 2018 dan melaporkan hasil penyitaan kepada masyarakat. Ketiga, melakukan patroli secara rutin dan menangkap semua Arapaima yang terlepas di Sungai Brantas dan anak sungainya.

Keempat, membuat inventarisasi ikan spesies invasif dan berbahaya lainnya di perairan umum di wilayah kerja dan sosialisasi terkait kepemilikan dan larangan pelepasliaran ikan spesies invasif kepada dinas–dinas terkait, hobbyist, dan pembudidaya ikan hias/konsumsi.

Pemilik ikan itu adalah H. Pursetyo alias H. Gopur. Dari pengakuan H. Gopur, ikan sebanyak 12 ekor diberikan ke orang lain (Supriyo), tetapi sebanyak 8 ekor dilepas di Taman Brantas Indah Mojokerto oleh Bayu selaku sopir Haji Pur. Sedangkan yang 4 ekor sudah mati.

Namun, ternyata, total yang ditemukan masyarakat hingga 20 ekor. Awalnya, ikan predator dari sungai Amazone yang dilepas pemiliknya ini dikatakan 18 ekor. Tapi, ternyata hingga Minggu (8/7/2018) ikan yang ditangkap tersebut mencapai 20 ekor.

Direktur Advokasi Litigasi Ecoton, Rulli Mustika A. Menilai, dari situ ada keterangan palsu yang dilakukan pemilik ikan arapaima gigas. Sebab, apa yang dikatakan ternyata tidak sama dengan kenyataan di lapangan.

Penangkapan ikan arapaima gigas yang terbaru dilakukan warga di aliran sungai Wilayut, Desa Bangsri, Sukodono, Sidoarjo, Minggu (8/7/2018). Dengan ditangkapnya dua ekor lagi, maka terkumpul 20 ekor arapaima. Ini tak sesuai keterangan H. Gopur, 18 ekor.

Menurtnya, tidak menutup kemungkinan ikan yang dibuang ke sungai itu cukup banyak di atas 20 ekor. Ini sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup ekosistem di Kali Brantas dan Kali Surabaya.

“Kondisi ini sangat mencemaskan pemerhati dan pelestari Kali Brantas dan Kali Surabaya. Sebab, ikan ini merupakan ancaman nyata terhadap kelestarian ikan lokal yang ada,” tegas Rulli Mustika kepada Pepnews.com.

“Kami mendorong BKIM menyita ikan arapaima yang dimiliki warga hingga batas waktu 31 Juli 2018. Dan, evakuasi ikan arapaima yang masih berkeliaran di Kali Brantas dan Surabaya harus segera dilakukan,” tegasnya.

Arapaima Perusak Ekosistem

Menurut Riska Darmawanti, Kamis (12/07/2018) menandai 19 hari lepasnya ikan monster Arapaima, di Sungai Brantas. Pelaku, H. Gopur, saat dikonfrontasi mengaku melepaskan 8 ekor (26/06/2018).

Pernyataan pelaku yang langsung dikonfirmasi oleh Kepala Balai Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Pangan (BKIPM), Muhlin pada Rabu (27/06), adalah langkah yang sangat terburu-buru dan ceroboh.

Ia langsung mempercayai pengakuan pelaku, menyebabkan pengawasan dan pengendalian lepasnya arapaima menjadi kendor. Hasilnya, arapaima tersebar hingga ke 3 kota. Catatan Ecoton, hingga Sabtu (07/07) telah tertangkap 20 ekor arapaima.

Ikan itu ditangkap di 3 kota (Mojokerto, Sidoarjo, dan Surabaya). Untuk mencapai Surabaya, arapaima hanya butuh waktu 10 hari, berarti sekitar 4 km/hari. Hal ini menunjukkan, ikan ini mempunyai stamina yang tinggi dan bisa beradaptasi dengan cepat di Brantas.

Lepasnya Arapaima semakin diperumit dengan masuknya monster ini ke kawasan Suaka Perikanan Kali Surabaya. Suaka Ikan ditetapkan oleh Kep Gub No. 188/229/KPTS/013/2014 dan bertujuan untuk melindungi populasi dan keanekaragaman ikan asli.

Pada 2017, Ecoton melalui kegiatan tahunan sensus ikan, menemukan fakta bahwa ikan-ikan yang jarang ditemui (seperti: Palung, Seren, Monto), semakin mudah/sering ditemui. Suaka Ikan Kali Surabaya melindungi 21 jenis ikan asli.

1) Baderbang; 2) Putihan; 3) Bekepek; 4) Montho; 5) Rengkik; 6) Keting; 7) Jendil; 8) Wader pari; 9) Muraganting; 10) Lele kali; 11) Belut; 12) Kutuk; 13) Sili; 14) Areng-areng; 15) Palung; 16) Papar; 17) Ulo; 18) Bloso; 19) Berot; 20) Seren; 21) Betik/betok.

Lepasnya arapaima itu merusak upaya perlindungan ikan asli di kawasan suaka ikan Kali Surabaya, karena sifatnya piscivorus atau pemakan ikan lainnya dan rakus. Arapaima dalam tangkapan mengkonsumsi >10% dari biomas/hari.

Arapaima yang tertangkap memiliki berat antara 20-40 kg, maka rata-rata konsumsinya > 2,4 kg/ikan/hari. Rata- rata hasil tangkapan nelayan di Kawasan Suaka Ikan 12,7 kg/hari. Ada 2 ekor arapaima yang terlihat warga di kawasan suaka ikan belum tertangkap.

Ikan arapaima yang tertangkap diketahui memakan ikan asli seperti wader pari, bader, dan lele. Arapaima mengambil nafas dengan muncul ke permukaan (air breather), sehingga pada kondisi sungai/perairan yang kurang oksigen (DO 3 ppm. Sesuai untuk hidup arapaima.

Suhu air yang paling baik untuk pertumbuhan arapaima antara 24 – 31ºC. Suhu air di Sungai Brantas berkisar antara 27 – 31ºC, sehingga memberikan kondisi lingkungan yang tepat untuk tumbuh dan berkembang biak.

Usia minimum siap kawin, antara 3-5 tahun dan ukuran minimum berkisar antara 115 – 127 cm (jantan) dan 145 – 154 cm (betina). Pemilik mengaku, ikan yang dimiliki berusia > 8 tahun sehingga telah memenuhi batas usia, panjang dan berat minimum untuk kawin.

Ikan yang tertangkap dalam kondisi siap kawin dan ditemukan berpasangan. Betina bertelur antara 11,700 – 25,600 dan jantan yang akan menjaga telur dan anak ikan, sehingga membuat tingkat ketahanan hidup (survival rate) meningkat.

Setelah bertelur, induk ikan asli meninggalkan telur dan anakan, sehingga mudah diserang predator. Predator arapaima hanya buaya dan aligator. Di Sungai Brantas di sini tidak ada buaya/aligator. Sehingga akan mudah berkembangbiak.

***