Saudara Aktivis 98 Sangap Surbakti, “Jokowi Presiden Gagal!”

Kamis, 12 Juli 2018 | 15:24 WIB
0
1305
Saudara Aktivis 98 Sangap Surbakti, “Jokowi Presiden Gagal!”

Rabu, 11 Juli 2018, tiba-tiba muncul banyak berita yang mengatasnamakan Aktivis 98 yang “mengkritisi” Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka tergabung dalam Gerakan Nasional Satu Periode (GNSP) dan menyebut pemerintahan Jokowi gagal.

GNSP menilai, Jokowi tidak terbukti memenuhi dan mewujudkan janji Nawacitanya. Oleh karena itu, para aktivis ini mendesak Jokowi untuk tidak pongah mencalonkan diri lagi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

Menurut Ketua GNSP Sangap Surbakti, program Nawacita seperti yang tertuang dalam visi dan misi Jokowi tak dapat direalisasikan. Rezim Jokowi justru mengulangi kebijakan yang dilakukan oleh Orde Baru, yaitu pembangunan disandarkan kepada utang luar negeri.

Mengutip RMOL.co, Rabu (11/7/2018), mantan aktivis Forum Kota ini membeberkan, dari data Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), utang luar negeri Indonesia terus mengalami kenaikan cukup signifikan sejak tiga tahun terakhir.

Sangap memaparkan, hingga saat ini utang luar negeri Indonesia telah mencapai Rp 7 ribu triliun. Jumlah tersebut merupakan total utang pemerintah dan swasta. Dari sisi pemerintah, utang tersebut digunakan dalam rangka menambal defisit anggaran pemerintah.

Sementara utang swasta dilakukan oleh korporasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Peningkatan utang terus berlanjut hingga APBN 2018 bulan Februari menembus angka Rp 4.034,8 triliun dan pada APBN 2018 mencapai Rp 4.772 triliun,” tutur Sangap.

Kolega politisi PDIP Adian Napitupulu itu membacakan Manifesto Politik Gerakan Nasional Satu Periode, Tinggalkan Neoliberalisme! Kembali Kepada Cita-Cita Proklamasi 1945 Dan Semangat Reformasi 1998, Selasa (10/7/2018).

Menurut Sangap, pemerintah Jokowi mengobral utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Jika kepemilikan SBN didominasi oleh asing, lanjut dia, maka pemerintah tidak dapat mengendalikan pergerakan pasar.

Akibatnya, saat ada penguatan dolar Amerika terhadap rupiah, pemerintah tak dapat berbuat banyak kecuali menyalahkan pihak eksternal. Menurut Sangap, besaran utang luar negeri ini harus menjadi perhatian semua pihak.

Khususnya utang luar negeri yang digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Dia mengatakan, pembiayaan infrastruktur melalui utang luar negeri tak selalu berjalan mulus, ada beberapa negara yang gagal bayar atau bangkrut.

Sebut saja, papar dia, kisah pahit negara yang gagal membayar utang dari utang luar negeri adalah Zimbabwe yang memiliki utang sebesar 40 juta dolar AS kepada Tiongkok. Akan tetapi Zimbabwe tak mampu membayarkan utangnya kepada Tiongkok, hingga akhirnya harus mengganti mata uangnnya menjadi Yuan sebagai imbalan penghapusan utang.

Kemudian, lanjut Sangap, kisah pahit selanjutnya dialami Nigeria yang disebabkan oleh model pembiayaan melalui utang yang disertai perjanjian merugikan negara penerima pinjaman dalam jangka panjang.

“Dalam hal ini Tiongkok mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh kasarnya asal Tiongkok untuk pembangunan infrastruktur di Negeria,” ujarnya.

Sri Lanka yang juga tidak mampu membayarkan utang luar negerinya untuk pembangunan infrastruktur. Sri Lanka sampai harus melepas Pelabuhan Hamba total sebesar Rp 1,1 triliun (sebesar 70 persen) sahamnya dijual kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tiongkok.

Mereka membangun proyek infrastrukturnya lewat utang, akhirnya mereka tidak bisa bayar utang. Banyak beberapa negara, Angola juga termasuk salah satu yang terjerat utang dan mengganti nilai mata uangnya menjadi Yuan.

“Contoh-contoh di atas, dicontoh bulat-bulat oleh rezim Jokowi-Jusuf Kalla, maka tak heran jika rezim ini mengobral murah BUMN dan membuka kran yang luas bagi TKA, khususnya TKA dari Tiongkok,” ujar Sangap.

Alumni FORKOT

Siapa sebenarnya Sangap Surbakti yang “berseberangan” dengan Adian Napitupulu, alumni Forum Kota (FORKOT) juga? Jejak digital bisa menjawab benang merah hubungan kedua Aktivis 98 yang sejatinya sama-sama pendukung Jokowi dengan “beda peran” ini.

Wikipedia.org mencatatnya. Keduanya tergabung dalam Perhimpunan Nasional Aktivis 98 (PENA 98), sebuah jaringan dari kelompok aktivis mahasiswa Indonesia era 98. PENA 98 terbentuk sebagai rangkaian panjang perjalanan proses reformasi.

Sebuah proses metamorfosis dari kelompok - kelompok perlawanan terhadap rezim Orba, diawali dengan sebuah pertemuan besar seluruh aktivis mahasiswa (Rembuk Nasional Mahasiswa 1999) di kampus Universitas Udayana, Denpasar.

Hingga pembentukan “98 Centre” yang kemudian bermetamorfosis kembali hingga berhasil mendorong pertemuan Aktivis Nasional 98 di Hotel Grand Cempaka, Jakarta pada 27-29 Juli 2007. Pertemuan yang dihadiri delegasi dari 33 proponsi di Indonesia untuk pertama kalinya berhasil mengumpulkan sejumlah eksponen 98 sebanyak 680 orang.

Generasi Reformasi tersebut kemudian menyepakati keputusan bersama untuk membentuk Perhimpunan Aktivis Nasional 98 (PENA 98) dengan Adian Napitupulu, SH sebagai Sekjen dan Sangap Surbakti, SH sebagai Koordinator Presidium Nasional PENA 98.

PENA 98 juga punya struktur ringkas dengan Mixil Mina Munir sebagai Sekretaris Harian, Pilian Panataran Hutasoit sebagai Bendahara, Mustar Bona Ventura sebagai jaringan nasional dan Gepeng Mirdjaja sebagai Kepala Departemen Jaringan Internasional.

PENA 98 berdiri setelah sembilan tahun reformasi berlalu. Saat agenda reformasi dirasakan telah dibajak dan ditelikung oleh petualang-petualang politik dan kaum komperador, PENA 98 bertekad untuk merebut kekuasaan menyempurnakan reformasi.

PENA 98 juga mengupayakan konsolidasi demokrasi dan regenerasi kepemimpinan politik sebagai agenda yang mendesak. Benang merah antara Sangap dengan Adian ini terlihat juga dalam Aliansi Masyarakat Untuk Indonesia Hebat (Almisbat).

Almisbat merupakan salah satu kelompok relawan pendukung Jokowi yang diketuai oleh Teddy Wibisana, Kamis 3 Maret 2016 resmi membuka skertariat di Jalan Tebet Barat VIII No 8 Jakarta Selatan.

Pada acara yang diselingi dikusi seputar pertanian dan ketenagakerjaan ini juga dihadiri oleh Menteri Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri, serta beberapa anggota DPR RI.

Indeksberita.com mencatat, dalam acara ini juga terlihat dihadiri para aktivis lintas generasi diantaranya Aktivis 98 dari beragam elemen organisasi salah satunya Forum Kota (Forkot) Sangap Surbakti dan beberapa rekannya.

Sangap Surbakti yang cukup familiar dikalangan Aktivis 98 ini terlihat berdiskusi santai dengan Hendrik Sirait selaku Sekertaris Jendral Almisbat. Iamerasa bangga atas kehadiran rekan aktivis 98 pada peresmian sekertariat Almisbat.

Jejak digital Kompas.com, Jum’at (24/10/2008) hubungan Sangap Surbakti dengan Hendrik Sirait kala polisi menjemput Aktivis Pena 98 dan anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sangap Surbakti di rumahnya.

Menurut Ketua PBHI Hendrik Sirait, Sangap dijemput polisi sekitar pukul 06.30 WIB, pagi ini, Jumat (24/10/2008). Sangap akhirnya dibawa ke Mabes Polri untuk dimintai keterangan terkait aksi anti kenaikan harga BBM yang berujung rusuh sebelumnya.

“Kami kaget. Kami protes keras dengan jemput paksa ini, saya pikir tidak perlu. Kan cukup dengan petugas polisi saja,” kata Hendrik Sirait saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Jumat (24/10/2008).

Hendrik menduga, jemput paksa ini ada indikasi dengan muatan politis untuk menjegal Rizal Ramli sebagai calon Presiden pada Pemilu 2009. ”Ini sangat tidak masuk akal. Ada indikasi politik untuk menjegal Rizal Ramli,” tuturnya.

Menurut Hendrik Sirait ketika itu, polisi tengah memburu para aktivis yang dituding ada di balik aksi mahasiswa. Namun, mengenai daftar namanya, ia mengaku tidak tahu. Adakah Sangap Surbakti berganti peran sebagai “pengritik” Jokowi?

***