Assalamu'alaikum Pak Kyai!
Alhamdulillah. Saya turut bergembira atas hari ulang tahun Bapak yang ke-64 kemarin yang dirayakan dengan cukup meriah dan bersahaja. Semoga Allahu Arrahman Arrahim, selalu melimpahi Bapak dengan kesehatan, taufiq, hidayah dan kehidupan yang penuh dengan keberkahan.
Saya sangat tertarik menanggapi (lagi) konsep "Islam Nusantara" yang sudah acapkali Bapak wacanakan dan terapkan dalam lingkungan sosial Bapak. Iya, lagi, karena saya memang sudah pernah menyampaikan opini tentang hal ini tiga tahun yang lalu melalui media Kompasiana.
Dipicu oleh pernyataan yang Bapak sampaikan dalam acara halalbihalal dan tasyakuran hari ulang tahun Bapak kemarin.
**
"Selamatkan NKRI, bukan hanya geografinya, tapi budayanya. Budaya kita lebih maju dibanding orang Arab. Budaya kita lebih baik dibanding orang Arab."
"Silakan cari ilmu di Timur Tengah, tapi kami pulang dari Arab bawa ilmu, bukan jenggot. Bawa ilmu, bukan gamis. Silakan ambil ilmu dari Arab, pulang tetap menjaga budaya kita. Tunjukkan Indonesia negara yang bermartabat."
**
Dari hasil pengamatan saya yang dhaif dan masih perlu banyak belajar lagi ini, secara prinsip, metode dan tujuan konsep pemikiran Islam Nusantara sangat bagus, dan memang sudah terbukti sangat bagus. Hal yang bisa kita saksikan sendiri dari suksesnya ulama-ulama/da'i-da'iah kita terdahulu dalam mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru nusantara yang memiliki tingkat keanekaragaman sosial budaya yang relatif sangat tinggi, bahkan mungkin yang tertinggi di dunia.
Dakwah yang dilakukan melalui pendekatan budaya, kearifan lokal dan kelemahlembutan. Dakwah yang tidak mengandalkan doktrin yang sifatnya kaku, keras dan apalagi pemaksaan, tanpa menafikan jati diri Agama Islam itu sendiri.
Kalau saya tidak khilaf, konsep ini Bapak gaung-gaungkan untuk menyikapi munculnya gerakan dakwah yang tidak toleran di tanah air kita, yang kita sebut dengan gerakan radikal, gerakan yang tidak sungkan-sungkan menggunakan cara-cara kekerasan yang mengatasnamakan Agama Islam.
Namun, menurut saya konsep yang bagus ini jadi tidak bagus ketika Bapak cukup sering mempertentangkannya dengan "Islam Arab", jenis Islam yang menurut Bapak selalu konflik dengan sesama Islam dan perang saudara.
Secara fakta, ya benar, saya sepakat bahwa di Jazirah Arab (Timur Tengah) sedari dulu hingga sekarang, memang seringkali mengalami konflik dan menimbulkan peperangan, tapi apa benar hal itu disebabkan oleh metode dakwahnya da'i da'iahnya Islam Arab yang menjadi penyebabnya?
Permasalahan konflik di Jazirah Arab itu sungguh teramat sangat kompleks, berkelindannya kepentingan sosial, budaya, politik dan ekonomi dunia, bukan disebabkan oleh metode dakwahnya.
Cara Bapak Kyai menyampaikan konsep Islam Nusantara terkesan membangga-banggakan diri, yang sifatnya mengarah kepada 'ashabiyah, membenturkan satu sama lain. Mustahil rasanya Bapak tidak mengetahui bahwa salah satu faktor utama yang menjadi penyebab sikon Ummat Islam seperti saat ini di seluruh dunia, terpecah belah dan berantam satu sama lain adalah sifat 'ashabiyah.
**
"Kita lihat di Timur Tengah menunjukkan ketidakberimbangan peranan ulama antara ilmu yang dimiliki dan peranannya kepada kemaslahatan orang banyak. Akibatnya, ulama tidak bisa memberikan kontribusinya pada saat terjadi konflik di tengah masyarakat.
Ulama di Timur Tengah hebat-hebat. Namun, kiprah mereka biasa-biasa saja, bahkan terlihat ibarat "macan kertas’ karena hanya lihai berkhotbah atau menulis berjilid-jilid kitab, tetapi lembek di lapangan."
"Ulama kita lebih baik. Itu yang ingin kita tularkan. Ulama-ulama di negeri kita mampu meredam konflik yang terjadi di daerahnya, seperti kasus Sampang dan kasus Jember."
**
Indikasi sifat ‘ashabiyah ini semakin kuat dari pernyataan Bapak dalam pembukaan acara Istighotsah menyambut Ramadhan dan pembukaan munas alim ulama NU (14/06/2015).
**
“Yang paling berkewajiban mengawal Islam Nusantara adalah NU.”
**
Padahal prinsip metode dan tujuan Islam Nusantara itu adalah inti, saripati dakwah Islam yang lebih mengutamakan Amar Ma’ruf daripada Nahi Munkar. Prinsip yang semestinya diamalkan semua orang yang mengaku beragama Islam, NU maupun yang non NU, tidak tepat jika diembel-embeli dengan "yang paling".
Ironis kan, Pak?
Bapak menginginkan kembalinya Ukhuwah Wathaniyah (persaudaraan bangsa), dengan menunjukkan bahwa Islam itu rahmat bagi semesta alam yang ramah, anti radikal, inklusif dan toleran. Tetapi cara Bapak menyampaikannya malah menimbulkan polemik di tengah-tengah ummat yang mengarah pada perpecahan.
Bapak mencaci pakaian "islami", "jidat hitam", "jenggot", untuk apa? Apa manfaatnya? Jikalah memang harus ada yang dicaci, saya lebih memilih mencaci kebiasaan Bapak, merokok! Oh ya, saya perokok juga loh Pak. Pengen banget berhenti, tapi belum bisa.
Sepertinya Bapak terjebak dalam Overgeneralization ya. Dikarenakan ulah buruk segelintir ummat yang berpakaian islami seperti yang Bapak sebutkan, lantas Bapak menyimpulkannya secara umum. Bapak kan sangat menekankan toleransi, masak gak bisa toleran sama mereka Pak?
Gaya pakaian itu ada hubungannya dengan kecintaan loh Pak. Saya ingat dahulu pernah sangat menggemari Metallica, Nirvana, dan Guns 'n Roses. Saking gemarnya saya kepada mereka, saya berusaha meniru-niru gaya berpakaian mereka. Rambut gondrong, jeans sobek sobek, hingga memaksakan celana jeans yang "kampak" menjadi "kuncup".
Gitu pula waktu keimanan saya kepada Allahu Rabbal'alamin tiba-tiba melesat naik, rasanya semua syariat agama, termasuk yang dipakai junjungan kita yang mulia, ingin saya amalkan. Memakai sorban, jubah, jenggot, siwak, celana cingkrang, dst.
Duh, udah ya Pak. Sepertinya udah kepanjangan nih. Sebenarnya bisa dibahas lebih panjang lagi, terutama soal penampilan itu yang juga ada hubungannya dengan sunnah nabi.
Maaf ya Pak, klo ada kata-kata yang salah, tidak pada tempatnya gitu. Di hari ulang tahun Bapak ini, semoga Bapak semakin bijaksana dan semakin bijaksana. Apalagi Bapak merupakan salah satu tokoh penting Ummat Islam di negeri ini, bahkan mungkin di dunia.
Wassalam...
***
[Rahmad Agus Koto]
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews