Kepala daerah pertama yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK –mungkin juga adalah tersangka pertama– adalah Gubernur Aceh, Abdullah Puteh di tahun 2004. Komisi anti-rasuah ini mengawali sepak terjangnya dengan memberi kejutan kepada publik dengan mentersangkakan seorang gubernur aktif, hanya beberapa bulan setelah pimpinan KPK pertama dilantik.
Abdullah Puteh disidik dalam perkara pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk PLC Rostov buatan Rusia. Pemda Aceh membeli helikopter itu seharga Rp12,6 miliar dari urunan 13 kabupaten/kota di Nanggroe Aceh Darussalam yang masing-masing menyumbang Rp700 juta. Padahal, pada 2002, TNI AL membeli helikopter yang sama hanya seharga Rp6,5 miliar.
Ketika perkara ini disidik di tahun 2004 itu, Irwandi Yusuf masih berada di dalam penjara untuk perkara politik karena keterlibatannya dalam Gerakan Aceh Merdeka. Saat bencana tsunami melanda Aceh, ia berhasil keluar dan berpindah ke Malaysia.
Lalu perdamaian Helsinki diteken antara pemerintah Indonesia dan pimpinan GAM, dan Irwandi pun kembali ke kampung halaman dengan kepala tegak.
Ia bahkan menjadi gubernur pertama Aceh pasca perdamaian itu pada 2007-2012. Sang dokter hewan kembali menjadi gubernur pada pemilihan tahun 2017. Salah satu lawannya dalam pilkada tahun lalu adalah Abdullah Puteh!
Hari ini, pabila KPK menetapkan Irwandi sebagai tersangka setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan semalam, maka kita kembali mendapatkan pelajaran betapa manusia teramat sulit belajar dari sejarah, bahkan yang begitu dekat dari dirinya.
Sungguh, ini hari yang muram bagi warga Provinsi NAD, gubernur mereka menjadi tersangka pertama dan terkini di KPK -itu seandainya hari ini Irwandi jadi tersangka.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews