Sumber Imajinasi dan Kreativitas, tapi Jangan Mau Dibunuh oleh Fiksi!

Jumat, 15 Juni 2018 | 23:18 WIB
0
780
Sumber Imajinasi dan Kreativitas, tapi Jangan Mau Dibunuh oleh Fiksi!

Senang rasanya melihat toko buku begitu ramai dikunjungi orang. Pun jika menjadi konsumtif, orang lebih baik berbelanja buku, daripada sekedar makan enak, atau membeli barang yang tak dibutuhkan. Buku membuka wawasan, sekaligus menjadi hiburan sehat di kala waktu luang. Namun, ada satu gejala yang menarik perhatian.

Deretan buku fiksi, terutama dalam bentuk novel, begitu banyak. Sementara, buku-buku lainnya, seperti politik, sejarah, agama maupun bisnis jauh lebih sedikit. Deretan buku komik pun tak kalah banyaknya.

Mayoritas novel yang dijual bercerita tentang cinta. Beberapa layak disebut sebagai karya sastra, karena keindahan bahasa dan kedalaman cerita. Namun, mayoritas hanya sekedar buku dangkal yang menciptakan sensasi nikmat sesaat, tanpa unsur mendidik apapun. Gejala apakah ini?

Akal Sehat yang Tenggelam

Pertama, ketika orang dibuai oleh fiksi, ia hidup dalam dunia imajinasi. Sebenarnya, seperti dikatakan oleh pakar pendidikan Inggris, Sir Ken Robinson, imajinasi adalah dasar dari kreativitas. Pada dirinya sendiri, ia amat berguna untuk kehidupan. Namun, ketika fiksi luber, dan menutupi akal sehat, masalah pun muncul.

Dua, ketika akal sehat tertimbun imajinasi, daya analisis pun berkurang. Padahal, analisis amatlah diperlukan untuk membuat keputusan. Setiap detiknya, kita diminta membuat keputusan. Ketika keputusan dibuat dengan analisis yang dangkal, maka kemungkinan salah pun menjadi semakin besar.

Tiga, masyarakat dengan daya analisis yang lemah mudah dibuai. Mereka mudah ditipu oleh pengusaha ataupun politisi busuk. Tak heran, masyarakat Indonesia banyak terjebak di dalam gaya hidup konsumtif, bahkan harus terlilit hutang, guna membeli barang-barang yang tak dibutuhkan. Mereka juga sering salah pilih pemimpin politik, persis karena lemahnya daya analisis, dan mudah terbuai imajinasi.

Empat, lemahnya akal sehat memang melahirkan banyak masalah. Radikalisme dan terorisme, yang menjadi salah satu tantangan terbesar bangsa saat ini, juga bersumber pada lemahnya akal sehat. Orang kerap menelan mentah-mentah sebuah ajaran sesat, tanpa dipertimbangkan secara kritis terlebih dahulu. Ini terjadi tidak hanya di kalangan pendidikan rendah, tetapi justru di kalangan terdidik, persis karena mereka hidup dalam imajinasi sesat.

Fiksi yang Bermutu Tinggi

Sejatinya, karya fiksi amatlah berguna untuk mengisi hidup manusia. Ia adalah sumber dari imajinasi dan kreativitas yang amat dibutuhkan di dalam hidup, terutama guna menghadapi berbagai tantangan hidup bersama. Ini semua bisa terjadi, asal fiksi tidak menenggelamkan akal sehat. Sebaliknya, karya fiksi yang bermutu tinggi, seperti novel ataupun komik, bisa membantu orang mengembangkan akal sehatnya.

Para penerbit buku harus mendorong terbitnya buku-buku fiksi yang bermutu tinggi. Mutu akal sehat bangsa juga dipengaruhi oleh hal ini. Buku-buku jenis lainnya, yang mengembangkan sikap kritis, daya analisis dan wawasan, juga perlu diberi ruang lebih di dalam toko buku. Ini satu-satunya jalan, supaya bangsa ini tidak dibunuh oleh fiksi, terutama oleh karya fiksi bermutu rendah yang hanya menjual cinta murahan dan plot dangkal.

Setuju?

***