Piala Dunia di Rusia Tanpa Italia, Belanda, dan Raja Belakang

Jumat, 15 Juni 2018 | 18:36 WIB
0
660
Piala Dunia di Rusia Tanpa Italia, Belanda, dan Raja Belakang

Lebaran Idul Fitri 2018 seperti berkejaran dengan Piala Dunia 2018 Rusia. Harinya pun tiba, dua 'perhelatan' akbar itu berlangsung.

Tuan rumah Rusia menghadapi Arab Saudi yang pemainnya sedang menunaikan ibadah puasa terakhir. Usai berbuka puasa, mereka menjalani laga perdana penyisihan Grup A, Kamis 14 Juni 2018. Sekaligus membuka jadwal keseluruhan pertandingan Piala Dunia 2018 Rusia.

Hasilnya sudah kita ketahui bersama, tuan rumah mencukur Arab Saudi 5-0 tanpa balas.

Tim-tim yang pernah menjadi juara dunia, kembali menjadi favorit. Brasil lima kali juara dunia pada 1958, 1962, 1970, 1994, dan 2002. Jerman berada di peringkat kedua dengan empat gelar. Jerman menjadi juara pada 1954, 1974, 1990, 2014.

Di urutan berikutnya, ada Argentina dan Uruguay sama-sama dua kali juara dunia. Uruguay juara pada 1930 dan 1950. Sedangkan Argentina juara pada 1978 dan 1986.

Kemudian ada, Prancis, Inggris, dan Spanyol masing-masing sekali juara dunia. Prancis juara pada 1998, Inggris juara pada 1966, dan Spanyol juara pada 2010.

Namun,

piala dunia kali ini terasa hambar. Sebab Italia dan Belanda gagal lolos dalam kualifikasi. Padahal Italia bersama Jerman juara dunia empat kali. Italia menjadi kampiun pada 1934, 1938, 1982, 2006.

Sedangkan Belanda dikenal sebagai 'spesialis' runner up. Mereka diunggulkan menjadi juara dunia pada 1974, 1978, dan 2010, namun gagal memboyong piala ke Amsterdam.

Saya serius nonton Piala Dunia sejak 1978, saat kelas 5 SD. Menonton televisi dan membaca koran tentang berita Piala Dunia di Argentina. Belum lazim anak SD baca koran saat itu.

Piala Dunia selanjutnya yang saya ikuti habis dan semakin paham lagi, saat di SMP, Piala Dunia 1982 di Spanyol. Bagi saya, itulah salah satu kejutan besar dalam sejarah Piala Dunia.

Tim nasional Italia berangkat menuju Spanyol diterpa kasus suap yang melibatkan beberapa pemain intinya.

Gli Azzurri julukan timnas Italia justru menemukan permainan terbaiknya. Di penyisihan grup, Italia nyaris tersingkir. Dari tiga kali berlaga, hanya mampu membawa poin tiga, artinya bermain seri tiga kali.

Namun di putaran kedua, Italia menjadi monster. Juara bertahan Argentina dengan Maradona-nya dihajar 2-1. Favorit juara Brasil dengab Zico-nya dikalahkan 3-2.

Kunci sukses Italia ketika itu dari pertahanannya yang ampuh. Dikenal sebagai Catenaccio dengan pelatih Enzo Bearzot sebagai otaknya.

Selain itu Italia memiliki pemain belakang tangguh. Seorang kiper Dino Zoff (40 tahun) sekaligus sebagai kapten. Satu lagi, bek 'paling kejam' di dunia Claudio Gentile, pemain kelahiran Libya. Ia pun dapat jukukan Khadafi dari Italia.

Di lini depan mengandalkan Paolo Rossi. Striker yang baru selesai menjalani skorsing akibat dugaan suap.

Adalah bek Gentile yang membuat Maradona frustrasi. Dalam satu pertandingan, dia melanggar Maradona sebanyak 23 kali. Hanya mendapatkan ganjaran satu kartu kuning. Kartu yang sama untuk Maradona akibat protes terhadap wasit. Juara bertahan pun harus mudik di perempat final.

Zico anak ajaib dari Brasil pun tak bisa melewati Gentile dengan leluasa. Brasil tumbang di semifinal. Tim Azzurri membuat heboh sepakbola dengan taktik Catenaccio.

Stadion di Estadio Santiago Bernabeu menjadi saksi bagaimana penyerang Jernan, Pierre Littbarski juga tak mampu melewati hadangan Gentile. Piala Dunia 1982 seperti panggung untuk Gentile dalam mempertontonkan kemampuannya menjaga pemain lawan.

Plus lolosnya Rossi dari hadangan pemain Jerman. Mengalahkan Jerman 3-1 dan mengukuhkan Italia menjadi juara dunia tiga kali saat itu.

Itialia dengan Catenaccio dan Belanda dengan total football tak hadir di Rusia. Sungguh bagai makan kurang garam. Terasa hambar.

Tetapi itulah sepakbola. Selalu penuh drama dan penuh kejutan. Akan menjadi hiburan saat Lebaran kali ini. Selamat menikmati olahraga paling menarik di jagat planet Bumi.

***