Sejak awal peradaban, manusia selalu hidup dalam kelompok. Di dalam kelompok tersebut, ada kelompok mayoritas dan minoritas. Kelompok mayoritas berjumlah lebih besar, daripada kelompok minoritas. Dalam banyak hal, kelompok mayoritas menjadi penentu kebijakan.
Di masa modern, pembedaan mayoritas dan minoritas seringkali dilakukan atas dasar agama, ras, suku maupun ideologi. Kelompok agama, suku, ras ataupun ideologi tertentu lebih banyak jumlahnya, sehingga mereka menjadi mayoritas. Kelompok lain dianggap sebagai minoritas. Walaupun terlihat diuntungkan, namun kelompok mayoritas memiliki kutukannya sendiri.
Kutukan
Pertama, kelompok mayoritas dikutuk dengan sikap sombong. Mereka menganggap diri lebih tinggi, daripada kelompok lainnya. Seringkali, kesombongan itu tak disadari. Ia seolah sudah menempel selalu ke jati diri kelompok mayoritas.
Dua, akibat kesombongannya tersebut, kelompok mayoritas suka bertindak seenaknya. Mereka suka membuat aturan sendiri yang justru merugikan kelompok lainnya. Mereka merasa berada di atas hukum. Terlebih, mereka tak memiliki empati, yakni tak mampu melihat dunia dari sudut pandang kelompok lainnya.
Tiga, kelompok mayoritas juga seringkali menindas kelompok-kelompok lainnya. Mereka secara rakus ingin menguasai dunia politik dan ekonomi sekaligus. Mereka juga secara sadar menghambat perkembangan kelompok-kelompok lainnya.
Empat, karena sombong dan tak peduli aturan, kelompok mayoritas suka terpecah. Mereka berkelahi sendiri, karena berebutan kue kekuasaan politik dan ekonomi. Mereka gampang diadu domba oleh hal-hal sepele. Kesombongan dan kecenderungan menindas memang perpaduan yang amat jelek untuk kelangsungan hidup sebuah kelompok.
Lima, akibat semuanya ini, mutu mereka sebagai kelompok pun menurun. Nilai-nilai kelompok terabaikan. Ideologi dan filsafat kelompok dikorbankan demi kerakusan kekuasaan politik dan ekonomi. Jika ini terjadi, kelompok itu sudah diambang kehancuran.
Enam, setelah mengetahui menurunnya mutu kelompok tersebut, ketakutan pun lahir. Ketakutan mendorong kekerasan. Banyak anggota kelompok tersebut lalu menjadi teroris yang melakukan teror kekerasan ke masyarakat luas. Tak jarang, korbannya adalah anggota kelompok itu sendiri.
Memang, tidak ada yang abadi di muka bumi ini. Kelompok mayoritas pasti akan lenyap dan berganti. Kelompok mayoritas baru muncul, dan akan kembali tenggelam sejalan dengan perubahan waktu dan peristiwa. Perubahan adalah hukum baja sejarah.
Memperpanjang Eksistensi
Jika diperhatikan lebih dalam, di banyak tempat, kelompok mayoritas seringkali hanya menjadi alat dari kelompok minoritas yang memiliki sumber daya besar. Mereka hanya preman kasar yang didanai oleh segelintir kecil orang yang memiliki kekuatan politik maupun ekonomi yang amat besar, namun tersembunyi. Pola inilah yang harus dicermati lebih jauh.
Lepas dari pada itu, kutukan kelompok mayoritas memang nyaris tak bisa dihindari. Namun, ada satu hal yang kiranya bisa dipelajari. Kelompok mayoritas bisa memperpanjang keberadaannya, jika ia menghindari kesombongan, menghindari dorongan untuk menindas dan tetap memegang nilai-nilai luhur yang melahirkan mereka pada awalnya.
Jika ini dipegang, kelompok mayoritas tetap akan berakhir secara alami sebagai bagian dari sejarah, dan bukan karena konflik yang memakan korban jiwa.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews