Kamrussamad, itulah figur Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang menjadi sorotan utama minggu ini. Meski ia pernah menggugat melalui tim pengacaranya yang diketuai oleh Mujahid A.Latief,tetapi hingga hari ini suasana di Sekretariat KAHMI tetap "adem-adem" saja.
Memang pada 27 Februari 2018, tim hukum Kamrussamad membuat somasi yang ditujukan kepada tujuh orang Presidium Majelis Nasional KAHMI masa bhakti 2017-2022 yang lain, masing-masing A.Riza Patria, Ahmad Doli Kurnia, Viva Yoga Mauladi, Harry Azhar Aziz, Situ Zuhro , Herman Khaeron dan Sigit Pamungkas. Dari sini terlihat, memang ada perpecahan di antara mereka.
Somasi itu memang ingin mengingatkan ke tujuh anggota yang lain agar tidak membuat kebijakan tanpa sepengetahun Kamrussamad, pemegang suara terbanyak dalam Musyawarah Nasional KAHMI ke-10 di Medan pada tanggal 19 November 2017.
Pada waktu ini, Kamrussamad asal Sulawesi Selatan itu memperoleh suara terbanyak, yaitu 431 suara dari total 447 suara Majelis Wilayah dan Majelis Daerah KAHMI di seluruh Indonesia. Juga telah dilantik/diambil sumpahnya.
Perkembangan selanjutnya atas somasi ini belum lagi kita dengar. Sebagai Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jayapura 1977-1978, 1978-1979 dan 1979-1980 dan di HMI Cabang Padang (1980-1981), saya sudah tentu berharap KAHMI tidak terpecah seperti HMI.
Awal perjalanan HMI memang lebih didominasi nuansa gerakan dan tarik menarik politik elitnya dari pada pengembangan intelektualitasnya, seperti embel-embel kata "mahasiswa," yang melekat pada nama organisasi ini.
Oleh karena itu, sebagai aktifis dan alumnus HMI, jangan hendaknya KAHMI terpecah seperti HMI. Di satu sisi, kita menganggapnya sebagai dinamika berorganisasi, tetapi dengan pecahnya sebuah organisasi akan berdampak terhadap kader HMI itu sendiri. Di mana sangat mudah dimanfaatkan demi kepentingan politik dan berbagai kepentingan lainnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews