Sahur On The Road, Saya Ikut Merasa Bersalah

Sabtu, 9 Juni 2018 | 08:00 WIB
0
846
Sahur On The Road, Saya Ikut Merasa Bersalah

Ahok melarang acara Sahur on The Road, karena berpotensi mengganggu khusyuknya Ramadhan. Tapi Ahok dituduh anti Islam. Dia diserang sebagai pemimpin yang membatasi kegiatan keagamaan. Salah satu penyerangnya adalah anggota DPD Fahira Idris.

Lalu tahun ini Pemda DKI yang katanya pro-Islam membebaskan acara Sahur on The Road. Apa yang terjadi? Berbagai tawuran terjadi. Fasilitas umum rusak. Ada juga korban.

Malam-malam Ramadhan kita dihiasi oleh orang berlarian di jalanan. Mengacungkan-acungkan senjata tajam bersiap untuk saling melukai.

Pemda DKI akhirnya sadar, Islam tidak bisa dibangun dengan cara yang barbar. Dia bingung mengapa kegiatan yang katanya 'islami' itu malah memicu tawuran.

Bukan hanya tawuran. Peserta Sahur on The Road juga melakukan kegiatan vandalisme dengan mencoret-coret jalanan.

Jujur, setiap mendengar ada kerusakan akibat Sahur on The Road, saya adalah salah satu orang yang ikut merasa bersalah. Ini bermula saat saya masih jadi aktivis HMI dan pengurus sebuah LSM yang konsen pada pendidikan dan kemiskinan.

Saya ingat, waktu itu sedang ngobrol-ngobrol iseng menjelang Ramadhan. Ada Indra Jaya, ada Sudarmarianto, ada juga bang Irwan Awing dan beberapa teman lainnya. Mulanya kita berfikir, jika ada orang gak bisa puasa karena sakit, uzur atau hamil, dia harus membayar fidyah. Memberi makan 60 orang fakir miskin. Pertanyaanya, kemana kita bisa menyalurkan pemberian makan itu agar efektif.

Mungkin orangtua kita yang sakit. Mungkin saudara. Atau siapa saja yang tidak sanggup berpuasa. Tidak ada salahnya membayar fidyah itu.

Kalau disiapkan untuk makanan berbuka, sudah terlalu banyak yang mempersiapkan. Gimana kalau untuk makan sahur saja? Bagikan makanan untuk bayar fidyah kita ke orang-orang yang membutuhkan pada saat sahur.

Lalu saya mencetuskan ide dibuatnya acara Sahur on The Road. Indra membantu membuat desain logo spanduk. Bang Awing seperti biasa menjadi motor kegiatan. Juga Sudarmarianto. Dan setiap malam minggu Ramadhan, kita kumpulkan makanan bungkus untuk dibagikan.

Di ujung acara peserta malah sahur bersama di perkampungan kumuh. Kadang sahur bersama Pemulung di sekitar Cikini. Kadang bersama anak yatim di Panti Asuhan.

Saya ingat, karena ini merupakan gerakan awal, waktu itu sempat diliput oleh sebuah stasiun TV. Diberitakan sebagai gerakan berbagi yang baik. Dari mulai teman-teman cewek yang sedang memasak sampai bersahur di lapak pemulung ikut digambarkan dalam tayangannya.

Senengnya minta ampun. Wajah kita yang unyu-unyu mengibakan itu tetiba nongol di TV, kalaupun cuma sekilatan doang. Maaakkk, masuk TV, makkk...

Setelah beberapa Ramadhan, kami sudah tidak lagi mengadakan acara tersebut. Selain karena sudah sama-sama sibuk, juga karena makin banyak orang yang melakukan hal serupa. Sahur on the Road dimana-mana.

Tapi itu dulu. Sahur on the Road tidak menjadi pemicu apa-apa. Kami bisa membagikan makan sahur. Kami bisa sahur bersama di lapak pemulung.

Sekarang ketika acara itu jadi semacam show off anak orang berada yang mau sedekah, akibatnya saling ada gesekan. SOTR jadi gak asyik lagi. Bahkan jadi lebih mengerikan dampaknya.

Makanya ketika mendengar Jakarta terjadi tawuran saat SOTR, saya ikut merasa bersalah. Saya dulu ikut meletakkan ide acara itu awalnya. Lalu berkembang. Dicontoh banyak komunitas.

Ketika Ahok melarang acara SOTR saya gak merasa Ahok membatasi kegiatan Islami. Saya memahami logika dan kemungkinan yang timbul jika itu terus dijalankan. Saya bahkan jadi pembela Ahok.

Saya mulai sadar, kegiatan agama yang dipakai untuk menunjukan power memang bisa berbahaya. Bahkan sekadar rombongan memgantar jenazah saja, kita bisa berlaku sewenang-wenang di jalan. Alasannya, karena agama memerintahkan setiap jenazah harus secepatnya dimakamkan.

Jadi SOTR itu, bisa saja dijadikan kegiatan show, kegiatan yang menunjukan massa. Power.

Dan kini Sandiaga Uno, pejabat yang ngaku pewakiki aspirasi muslim itu, juga melarang SOTR.

"Sekarang bukan cuma sahur. Kadang ada sholat jumat on the road juga, mas," ujar Abu Kumkum. "Mas, tahu itu ide siapa?"

"Gak tahu, kang."

"Itu idenya imam on the road."

***