Setelah sempat berpolemik dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, akhirnya Pemkot Surabaya mengucurkan Tunjangan Hari Raya (THR) Aparatur Sipil Negara (ASN) setempat. Tapi, pembayaran THR itu tidak termasuk dalam tunjungan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) seperti yang diperintahkan pemerintah pusat.
“Pada 3-4 hari yang lalu THR sudah dibayarkan,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah Kota Surabaya Yusron Sumartono saat konferensi pers di Kantor Bagian Humas Pemerintah Kota Surabaya, Jumat, 8 Juni 2018.
Menurut dia, TPP itu tidak termasuk dibayarkan dalam komponen THR karena di APBD Kota Surabaya 2018 tidak dialokasikan oleh sebab pedoman penyusunan APBD hanya mengamanatkan gaji ke-14. “Komponennya hanya gaji pokok. Tidak ada TPP,” ujar Yusron seperti dilansir Tempo.co.
Tak hanya karena belum dianggarkan dalam APBD, pembayaran TPP untuk ASN di Pemkot Surabaya selama ini didasarkan pada prestasi yang nilainya berbeda setiap pegawai. Yusron menyebut nilai TPP tiap tahun yang harus dibayarkan sekitar Rp50-55 miliar untuk lebih dari 13 ribu lebih pegawai.
Karena alasan itu, Pemkot Surabaya tidak berani membayarkan THR yang ada komponen TPP-nya. Pihaknya, kata Yusron, sejauh ini hanya berani membayar gaji ke-14 sebesar Rp58 miliar, yang jauh hari telah dialokasikan dalam APBD Kota Surabaya tahun 2018.
Menurut Yusron, setelah rapat dengan DPRD Kota Surabaya, pihaknya akan berkonsultasi dengan pemerintah pusat terkait masalah ini. “Tadi sudah dibahas di Banggar terkait apakah TPP bisa dibayarkan atau tidak. Kami harus konsultasi ke pemerintah pusat dulu,” katanya.
Diberitakan, Walikota Surabaya Tri Rismaharini tidak kunjung memberikan keputusan soal pengucuran dana THR bagi ASN. Selain keberatan lantaran APBD Kota Surabaya sudah dialokasikan, ia memilih memanfaatkannya untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menerbitkan Surat Edaran bernomor 903/3386/SJ tertanggal 30 Mei 2018 dan ditujukan kepada gubernur. Surat itu berisi tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas yang bersumber dari APBD.
Tjahjo memerintahkan kepada gubernur untuk membayarkan THR Idul Fitri kepada PNS dan anggota DPRD pada minggu pertama Juni 2018. Kemudian, pembayaran gaji ketiga belas mesti dilakukan pada minggu pertama Juli 2018.
Selain itu, Tjahjo juga menerbitkan Surat Edaran (SE) bernomor 903/3387/SJ. Isinya sama. Hanya saja, surat edaran itu ditujukan kepada bupati dan wali kota.
Dalam kedua surat itu dijelaskan bahwa SE diterbitkan sebagai tindak lanjut dari peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2018 tentang Pemberian Gaji, Pensiun atau Tunjangan Ketiga Belas kepada PNS, TNI, Anggota Kepolisian, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun atau Tunjangan.
Kedua SE merinci jumlah besaran THR dan gaji ketiga belas yang mesti diberikan. Dalam surat itu termaktub, THR dan gaji ketiga belas meliputi gaji pokok atau uang representasi, tunjangan keluarga, serta tunjangan jabatan.
Begitu terima SE tersebut, Walikota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan Pemkot Surabaya memang tidak memiliki anggaran untuk memberikan THR pada abdi negara tersebut. “Tidak ada (anggaran) dan cari dimana,” katanya.
“Terus aku dapat duit dari mana. Di Surabaya itu rekening semua mati sudah. Kalau ini belanja pegawai misal ada 10 ya untuk 10,” katanya saat diwawancara CNN Indonesia TV, Kamis (7/6/2018).
Mengutip CNN Indonesia TV, Risma lantas merinci “kekacauan” yang terjadi jika kebijakan pemerintah pusat, yakni Mendagri Tjahjo Kumolo soal THR yang bersumber dari APBD itu dipaksakan.
Menurutnya, pemkot tidak bisa langsung memutuskan untuk membayar THR dengan asal mengambil uang dari anggaran pos lain. Kebijakan ini juga tidak bisa langsung dieksekusi karena sesuai aturan yang berlaku, pihaknya harus mendapatkan persetujuan dari DPRD Surabaya.
“Jadi saya gak bisa asal comot dari tempat lain. Belum lagi harus ke DPRD. Pindah rekening terus diganti juga tidak bisa,” ujar Risma. Apalagi, jumlah anggaran PNS yang akan diambil itu cukup besar, yakni Rp 64 miliar.
Jika tetap diberikan, kecemburuan di kalangan pegawai non PNS pasti akan muncul. “Jadi, sudah ambilnya banyak, itu juga tidak mungkin kalau diberikan nanti guru-guru honorer kategori pasti protes mereka kalau cuma PNS yang dapat,” kata Risma.
Tak hanya guru honorer, ia juga mengungkapkan sikap protes akan muncul dari kalangan pegawai kategori 2 (K2) outsourcing. Menurut Risma pegawai alih daya itu bukan hanya terdiri dari petugas kebersihan, namun juga kalangan dokter dan perawat.
“Kalau sudah gitu darimana coba aku dapat uangnya?” tegasnya. Risma pun menegaskan jika Dana Alokasi Umum (DAU) Pemkot Surabaya juga tak akan sanggup menambal pembayaran THR.
Alih-alih bayar THR, untuk membayar gaji PNS saja, jika hanya mengandalkan DAU masih kurang. “DAU itu saja kurang untuk gaji PNS. Kurang kami, itu untuk gaji saja, enggak ada apa-apa, jadi kami nombok itu,” kata Risma.
“Gimana aku, dapat uang dari mana. Tidak bisa tiba-tiba karena sudah diploting,” ungkap Risma, Rabu (6/6/2018). “Saya terus terang tidak berani, apalagi THR sudah dekat tidak memungkinkan. Rugi Kota Surabaya kalau alokasinya salah,” lanjutnya seperti dilansir Tribunnews.com.
Meski begitu, Risma mengatakan dirinya masih mempelajari kemungkinan dilakukan walau ia pesimis hal itu dapat dilakukan. Risma juga mengakui belum berunding dengan DPRD sebab ia masih melakukan pembahasan intenal di jajaran Pemkot.
Risma tidak ingin salah mengambil tindakan, apalagi terkait perubahan APBD yang sarat penyelewengan hukum. Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku tidak mengerti alasan mengapa Risma keberatan.
Menurutnya, kebijakan itu dibuat dalam rapat yang melibatkan Ketua DPRD dan Sekretaris Daerah seluruh Indonesia. “Tanya Bu Risma sendiri. Wong itu surat yang kami buat adalah permintaan daerah pada saat kami Rakor Kepala Daerah yang dihadiri oleh Sekda dan ketua-ketua DPRD seluruh Indonesia, bahwa semua nggak ada masalah kok,” kata Tjahjo.
Dirinya mengklaim saat berkeliling ke sejumlah daerah, daerah-daerah tersebut bersedia menjalankan kebijakan pembayaran THR. Tjahjo mengaku heran mengapa Risma keberatan dengan kebijakan tersebut.
Mendagri Tjahjo mengatakan, Lampung juga sudah menganggarkan kok. “Yang di Surabaya, apakah benar Pemkot Surabaya miskin sekali nggak ada uang? Anggaran gaji pegawai tinggi sekali loh,” katanya mengutip Tribunnews.com.
Tampaknya, pertanyaan Mendagri yang cukup “menohok” Risma itulah yang akhirnya ASN di Pemkot Surabaya bisa menikmati THR. Pemkot Surabaya ternyata masih sanggup bayar THR karyawannya. Surabaya “tidak miskin” kok, Pak Menteri?!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews